TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Tanaman Pangan, saat ini sedang mengembangkan varietas jagung yang mampu beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan dan perubahan iklim serta tahan terhadap hama penyakit.
Dalam pengembangan varietas jagung ini, BRIN berkolaborasi dengan PT Conterva Agriscience Seeds Indonesia, Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin, dan Universitas Udayana (UNUD) khususnya Fakultas Pertanian Program Lahan Kering.
Ketua Prodi Lahan Kering UNUD, Arimaya Dewi menyampaikan bahwa pihaknya menyambut baik program kerja sama ini. Kegiatan ini bisa menjadi ajang praktek penelitian bagi mahasiswa prodi lahan kering, seperti uji multi lokasi jagung hibrida yang tahan terhadap perubahan iklim serta hama penyakit.
Peneliti Ahli Utama Tanaman Pangan BRIN, I Gusti Komang Dana Arsana selaku penanggung jawab kegiatan menyampaikan, saat ini telah ditemukan sekitar 10 jenis varietas sumber jagung hibrida baru. Selanjutnya dilakukan uji potensi hasil varietas tersebut di beberapa kabupaten di Indonesia termasuk di Bali.
Dijelaskan oleh Arsana, jagung hibrida merupakan jenis jagung yang dihasilkan dari persilangan antara dua atau lebih varietas jagung yang berbeda. Tujuan dari pengembangan jagung hibrida untuk meningkatkan sifat-sifat tertentu, seperti hasil panen, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta adaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan.
“Uji coba di Bali dilakukan di tiga lokasi berbeda, pertama Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNUD dengan ketinggian ±10 meter di atas permukaan laut (mdpl),” ujar Arsana saat proses panen di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNUD Denpasar Provinsi Bali, Kamis (03/10/2024).
“Kedua di Desa Kesiut, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan dengan ketinggian ±300 mdpl dan diperkirakan akan panen sebulan lagi. Terakhir di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dengan ketinggian ±1000 mdpl,” imbuhnya.
Arsana mengungkapkan, jagung ini memiliki keunggulan dapat dipanen muda seperti jagung sayur, jagung rebus dan jagung bakar, maupun di saat sudah tua yakni pipilan kering.
“Untuk panen saat ini dari 1 hektar lahan bisa menghasilkan tidak kurang dari 10 ton jagung pipilan kering. Selanjutnya, hasil panen akan dilakukan pemilihan dan verifikasi kembali untuk menemukan yang terbaik dari yang terbaik. Kebetulan selama pertanaman ini tidak ada hama penyakit yang menyerang,” tegasnya.
Roy Efendi, Periset perakitan varietas jagung hibrida dari Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN menyampaikan, dirinya sedang menguji beberapa varietas jagung di 10 lokasi, salah satunya di Bali.
“Pengujian di Bali menggunakan 8 jenis hibrida, bertujuan untuk melepas jagung hibrida yang toleran tahan penyakit bulai, dan adaptif di dataran tinggi mapun lahan kering,” ungkap Roy.
Roy juga menambahkan, beberapa calon varietas yang terdeteksi dengan baik terutama tongkol besar, dan perbandingan antara berat bersih biji jagung dengan berat biji jagung yang masih bersama dengan bonggolnya (rendemen) yang tinggi.
“Tongkol besar dan rendemen tinggi ada dua kandidat, tujuannya ini untuk jagung pakan sehingga kita bisa mem-buffer untuk varietas-varietas nasional,” tutur Roy.
“Mudah-mudahan dapat bersaing dengan varietas multinasional yang ada di Indonesia. Ini merupakan salah satu calon varietas terbaik yang kami dapatkan, semoga bisa menjadi varietas unggul BRIN dan segera dapat dikembangkan di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (Sumber brin.go.id)