Bogor, Technology-Indonesia.com – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) kembali mensosialisasikan salah satu teknologinya yakni kit marka molekuler untuk deteksi dini kegenjahan tanaman aren kepada petani. Teknologi ini dapat menjadi solusi bagi petani aren dalam seleksi bibit secara cepat.
Sosialisasi ini dilakukan melalui seminar Diseminasi Kit Deteksi Kegenjahan Aren di Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor, pada Jumat (8/11/2019).
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan petani dari daerah penghasil aren di Jawa Barat seperti Leuwiliang Kabupaten Bogor, Sindangbarang Kabupaten Cianjur, dan Wado Kabupaten Sumedang. Selain petani, kegiatan ini juga diikuti oleh peneliti lingkup Balitbangtan, dosen dan mahasiswa dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten.
Peneliti Balitbangtan, Rerenstradika Tizar Terryana dalam presentasinya menyebutkan, salah satu kendala dalam pengembangan aren adalah keterbatasan bibit unggul, tidak diketahuinya tipe kegenjahan pada bibit serta minimnya informasi teknologi budidaya aren. Untuk itu teknologi kit deteksi kegenjahan aren diharapkan dapat menjadi solusi bagi petani aren dalam seleksi bibit secara cepat.
“Dengan sistem seleksi dini bibit, petani tidak perlu menunggu bertahun tahun hingga tanaman aren berbunga, dengan minimal 5 tahun untuk aren genjah dan 9 tahun untuk aren tipe dalam,” ujar Reren.
Kit deteksi berbasis marka molekuler ini pertama kali dikembangkan di Indonesia. Sejak dipatenkan pada Juni 2017, kit marka molekuler ini telah digunakan untuk mengetahui tipe kegenjahan aren di sejumlah daerah sentra penghasil aren seperti Cianjur, Banten, Kalimantan Timur, Leuwiliang, Banten, Bengkulu, Sumedang, Kulon Progo dan Manado.
Dari sampel yang dideteksi, diketahui bahwa aren dari Cianjur Selatan termasuk dalam tipe genjah, Banten termasuk tipe dalam (diatas 9 tahun), Kalimantan Timur (varietas Kutim) tipe genjah (4-5 tahun), Leuwiliang tipe genjah, Banten (varietas Parasi) tipe semi genjah (6-7 tahun), Bengkulu (varietas SmulenST1) tipe semi dalam (7-8 tahun), Sumedang tipe dalam, dan Manado (varietas Toumuung) tipe dalam (diatas 9 tahun).
Petani asal Sumedang, Abdurrahman mengaku tertarik dengan teknologi yang dikembangkan Balitbangtan ini. Menurutnya, aren yang ada di daerahnya selama ini tumbuh liar tanpa dibudidayakan oleh para petani, namun butuh waktu selama 7 bahksn 10 tahun untuk berproduksi.
Dengan adanya kit deteksi kegenjahan aren, maka kedepan nanti diharapkan para petani dapat memilih bibit unggul yang memiliki tipe genjah untuk dikembangkan.
“Kalau untuk lahan insya Allah daerah kami siap ditanami komoditas aren karena lahan satu desa itu rata-rata luasnya diatas seribu hektar, lahan Perhutani yang nganggur juga masih ada sekitar 400 hektar,” ungkap Abdurrahman.
Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang memanfaatkan aren dan menjadi salah satu komoditas andalan karena petani cukup menanam sekali namun bisa panen setiap hari selama 3-5 tahun. “Untuk itu, dari acara ini kami berharap ada masukan yang baik terutama untuk masalah pembibitan,” pungkasnya.
Sementara peneliti bioteknologi tanaman dari Untirta, Susianti menyebutkan, pihaknya sebagai peneliti merasa terbantu dengan adanya kit deteksi kegenjahan aren. Menurutnya teknologi ini dapat memotong siklus dan membantu para pemulia untuk bisa menghasilkan varietas unggul terutama komoditas aren.
Selama ini, Susi mengaku harus melakukan pengamatan di lapangan untuk mengetahui kapan berbunga dan kapan berbuah. Rata-rata waktu yang dibutuhkan sekitar 10 tahun untuk aren tipe dalam dan lima tahun untuk aren tipe genjah.
“Itu menyulitkan bagi para pemulia karena akan membuang waktu yang demikian lama,” ujar Susi.
Susi berharap pihaknya dapat menjalin kerja sama dengan Balitbangtan agar teknologi rakitan Balitbangtan ini segera termanfaatkan. (Andika Bakti/Balitbangtan)