Bogor, Technology-Indonesia.com – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) terus mendukung pengembangan nanoteknologi untuk pangan dan pertanian. Nanoteknologi diyakini dapat menjadi salah satu terobosan solusi pembangunan pangan dan pertanian ke depan. Untuk itu, nanoteknologi akan diangkat menjadi salah satu flagship riset Balitbangtan.
Pada 2014, Balitbangtan telah membangun laboratorium nanoteknologi untuk pangan dan pertanian. Laboratorium nanoteknologi tersebut dilengkapi berbagai instrumen modern mulai dari prosesing sampai analisis produknya dengan presisi yang tinggi. Pembangunan laboratorium itu juga diiringi dengan penyiapan program kegiatan penelitian serta SDM peneliti dan teknisi yang mumpuni.
Sekretaris Balitbangtan, Dr. Prama Yufdi mengatakan sejak kurun waktu tersebut, Balitbangtan telah menghasilkan sejumlah produk nanoteknologi yang diterapkan pada aspek hulu-hilir pertanian dan pangan dengan berbagai status tahapan pengembangannya. Salah satu produk nano yang saat ini menjadi unggulan Balitbangtan yaitu nanobiosilika cair yang dihasilkan dari limbah sekam padi.
“Produk ini telah diujicoba pada skala lapang di 17 Provinsi pada tanaman padi sawah, lahan kering dan rawa, serta tanaman bawang merah dataran tinggi bekerja sama dengan pemerintah daerah, industri, dan petani,” kata Prama saat membacakan sambutan Kepala Balitbangtan Dr. Ir. Fadjry Djufry, M.Si dalam Workshop on Recent Advances and Future Perspective in Nanotechnology for Food And Agriculture di Auditorium Dr. Ismunadji, Bogor pada Selasa (13/8/2019). Workshop ini dilaksanakan dalam rangka penyusunan roadmap nanoteknologi untuk pangan dan pertanian tahun 2020-2024.
Pada tanaman padi, terangnya, penggunaan nanobiosilika cair dapat meningkatkan ketahanan terhadap hama penyakit dan mampu memberikan tambahan produksi hingga 1,4 ton GKP per hektare (ha). Sedangkan pada bawang merah dapat memberikan tambahan produksi hingga 2 ton/ha.
“Sejauh ini penerapan nanobiosilika cair mendapat respon positif dari masyarakat. Produk ini sedang dalam proses lisensi dengan pihak industri,” lanjutnya.
Produk nanoteknologi lainnya yaitu nanobiopestisida cair telah diujicoba di lapang untuk mengendalikan penyakit pada tanaman kakao dan nilam dengan efektivitas 3-4 kali lebih tinggi dibandingkan biopestisida konvensional. Balitbangtan kini sedang mengembangkan produk nanobiopestisida serbuk bekerja sama dengan mitra industri.
Produk lainnya, nanozeolit dan nanocoating yang dapat diterapkan dan meningkatkan umur simpan buah, seperti pada pisang, mangga, manggis, dan salak, lebih dari tiga minggu untuk tujuan ekspor.
Di bidang peternakan, lanjutnya, Balitbangtan menghasilkan produk nano untuk pakan (Nano-Zn-Fitogenik) sebagai pemacu pertumbuhan dan imunostimulan ternak ayam pedaging. Selanjutnya, produk nanohormon (prostaglandin) untuk penyerentakan birahi pada sapi mendukung program swasembada daging Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB).
“Pada aspek hilir, Balitbangtan telah menghasilkan produk nanobiosilika serbuk dari sekam padi untuk memenuhi kebutuhan industri. Saat ini produk tersebut telah diterapkan pada produk barang jadi karet bekerja sama dengan mitra industri,” tambahnya.
Untuk mendukung pembangunan pangan dan pertanian berkelanjutan, Balitbangtan telah mengembangkan produk kemasan ramah lingkungan berbasis nanobioselulosa dari limbah biomassa pertanian, seperti tandan kosong kelapa sawit, tongkol jagung, daun nenas, jerami padi, dan lainnya. Produk ini direncanakan diluncurkan oleh Menteri Pertanian pada 17 Agustus 2019.
Badan Litbang Pertanian juga melakukan riset dan pengembangan produk nano-vitamin dan mineral, yang sangat potensial diterapkan pada proses fortifikasi pangan, diantaranya untuk menurunkan prevalensi stunting. Produk ini telah diterapkan untuk meningkatkan nilai gizi pangan berbasis ubi kayu (breakfast meal) dan dapat meningkatkan stabilitas gizinya hingga 4 – 5 kali.
“Ke depan, pengembangan nanofortifikasi pangan akan difokuskan pada upaya-upaya untuk mengatasi stunting dengan mengintroduksikannya pada pangan pokok seperti beras, termasuk pangan untuk ibu hamil, bayi, balita, dan anak sekolah mendukung pembangunan SDM sesuai arahan Presiden,” lanjutnya.
Meskipun nanoteknologi diyakini menjadi salah satu terobosan, akan tetapi pengembangan nanoteknologi untuk pangan dan pertanian dihadapkan pada sejumlah tantangan, diantaranya masalisasi produk yang ekonomis secara komersial, keamanan produk, kejelasan regulasi, dan penerimaan konsumen.
“Untuk menjawab tantangan tersebut sekaligus mempercepat pengembangan nanoteknologi, diperlukan kerjasama yang sinergis antar berbagai pihak; lembaga riset, perguruan tinggi, swasta, masyarakat serta stakeholders lainnya, baik dalam negeri maupun internasional,” terangnya.
Kepala Balitbangtan berharap, kerja sama sinergis antara peneliti dan akademisi dari berbagai bidang keilmuan, pengambil kebijakan serta para pelaku industri pada workshop ini akan mempertajam arah litbang nanoteknologi pertanian dan pangan serta meningkatkan daya guna hasilnya.
Secara khusus, Kepala Balitbangtan mengajak kalangan industri untuk bersama-sama melakukan masalisasi dan komersialisasi produk nanoteknologi sehingga produknya dapat segera tersedia di pasaran dan terjangkau oleh masyarakat.
Pengembangan nanoteknologi ke depan, diharapkan agar dituangkan dalam sebuah roadmap terintegrasi yang melibatkan kompetensi multidisiplin serta berbagai stakeholders terkait. “Dengan demikian, link and match antara dunia penelitian dan kebutuhan pengguna dapat tercipta secara harmonis,” pungkasnya.