Alat Deteksi Aflatoksin Tingkatkan Mutu Jagung

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) Prayudi Syamsuri mengatakan cemaran aflatoksin sangat mempengaruhi mutu dari produk pertanian terutama jagung karena dapat menurunkan harga jual serta dapat mengganggu kesehatan yang mengkonsumsinya.

“Ternak yang mengkonsumsi pakan yang tercemar aflatoksin dapat mengkontaminasi bagian dagingnya terutama dibagian hati. ketika dikonsumsi oleh manusia hal tersebut tentu membahayakan kesehatan. Oleh karena itu perlu adanya penanganan secara serius untuk mengurangi kandungan aflatoksin pada produk pertanian,” kata Prayudi saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) “Sistem Penanganan Pascapanen Jagung Bebas Aflatoksin” di Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Selasa (9/3/2021).

Untuk itu, BB Pascapanen mengembangkan perangkat uji Aflanet untuk mendeteksi aflatoksin yang mudah, murah, cepat dan realtime. “Dengan tersedianya perangkat uji ini di lapangan, selain memudahkan petani mengetahui mutu jagung dari cemaran aflatoksin, sekaligus dapat dijadikan pedoman oleh petani dalam memperbaiki penanganan pascapanennya,” tutur Prayudi.

Bimtek ini digelar oleh Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbangtan) melalui BB Pascapanen bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang. Bimtek diikuti 100 orang dari Kelompok Tani, Penangkar/Pedagang Jagung, dan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL).

Kegiatan Bimtek ini dilaksanakan dengan mengikuti protokol Kesehatan sehingga pelaksanannya dilakukan dengan cara luring dan daring yang dibagi dalam 4 lokasi di kantor BPP Kecamatan, yakni di Kecamatan Mandalawangi, Menes, Cigeulis dan Cikeusik dengan kapasitas masing-masing tempat 25 orang untuk setiap lokasi.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pandelang, Budi S. Januardi pada sambutannya mengatakan, seringkali dikeluhkan bahwa jagung yang diproduksi oleh petani mengalami kendala dan penolakan ketika dijual ke pabrik pakan.

“Selain kadar air jagung, kadar aflatoksin ditengarai menjadi salah satu penyebabnya. Di sisi lain, petani tidak bisa mengetahui dengan mudah bagaimana kualitas jagungnya apakah tercemar aflatoksin atau tidak,” ujar Budi.

Kuntanti Dewandari, narasumber dari BB Pascapanen memaparkan bahwa cemaran aflatoksin merupakan masalah utama pada jagung yang beredar di pasaran. Karena itu kegiatan penanganan pascapanen jagung yang sesuai dengan SOP-nya mutlak perlu dilakukan, sehingga produk jagung yang dihasilkan bisa lebih berkualitas serta aman dari cemaran aflatoksin.

Sementara itu Agus S. Somantri dari BB-Pascapanen menjelaskan bahwa “Aflatoksin sampai saat ini masih sulit untuk diatasi, keberadaannya pada komoditas pertanian hanya bisa dikendalikan dengan cara melakukan system penanganan pascapanen yang baik dibarengi dengan kedisiplinan dalam menjaga kebersihan badan dan lingkungan”.

Pada sesi tanya jawab, para peserta menjelaskan bahwa para petani pada umumnya tidak mengetahui status cemaran aflatoksin pada jagungnya. Kondisi ini menyebabkan posisi tawar petani menjadi rendah ketika menjual jagungnya ke pabrik pakan. Karena itu, selain perbaikan penanganan pascapanen jagung di tingkat petani, diperlukan pula metode deteksi kontaminan aflatoksin di tingkat petani, sehingga petani dapat mengetahui kondisi mutu jagungnya.

Melalui pelaksanaan Bimtek ini para petani dan penyuluh pertanian merasakan banyak manfaat dengan adanya pengetahuan baru dalam hal penanganan pascapanen jagung khususnya cara mendeteksi aflatoksin yang mudah, murah, cepat dan realtime.

Perangkat Uji Aflatoksin

Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh strain yang toksigenik dari A flavus dan A parasiticus. Aflatoksin yang umum ditemukan pada pakan ternak adalah aflatoksin B1, B2, G1, dan G2. Di antara semua jenis aflatoksin tersebut, aflatoksin B1 yang paling berbahaya. Ternak yang mengkonsumsi pakan yang tercemar aflatoksin akan berakibat tidak berfungsinya gastrointestinal, penurunan daya reproduksi, penurunan produksi telur dan susu, serta penurunan kekebalan tubuh pada ternak.

Saat ini, pabrik pakan menetapkan standar mutu jagung yang dapat diterima dengan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Salah satu persyaratan mutu jagung pada SNI 4483:2013 adalah kandungan mikotoksin terutama aflatoksin, karena selain mempengaruhi mutu juga berkaitan dengan kemananan pangan. Dalam SNI dipersyaratkan kandungan aflatoksin maksimum untuk jagung sebagai pakan ternak Mutu I dan Mutu II, masing-masing 100 ppb dan 150 ppb.

Selain perbaikan penanganan pascapanen jagung di tingkat petani, diperlukan pula metode deteksi kontaminan aflatoksin di tingkat petani, sehingga petani mengetahui kondisi mutu jagungnya. Perangkat uji deteksi aflatoksin pada jagung yang dikembangkan BB Pascapanen memudahkan petani mengetahui mutu jagung dari cemaran aflatoksin, sekaligus dapat dijadikan pedoman oleh petani dalam memperbaiki penanganan pascapanennya.

Perangkat tersebut mampu menunjukkan bahwa biji jagung yang diduga mengandung aflatoksin akan memendarkan warna fluoresens kehijauan yang khas ketika dipaparkan sinar ultra violet (uv) pada panjang gelombang 365 nm.

Adapun beberapa keunggulan perangkat adalah, dapat digunakan untuk mengestimasi kadar aflatoksin dengan cepat, mudah digunakan di lapangan dan dioperasionalkan oleh petani, serta harga relatif murah serta terjangkau. (Sumber BB Pascapanen)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author