AI untuk Agricultural Intelligence, Dorong Kedaulatan Pangan Nasional

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja usai merampungkan Data Lahan Baku Sawah Tahun 2019. Sinergi antar instansi tersebut melahirkan satu data terkait lahan baku sawah Indonesia atau penghitungan luas panen dan produksi 2019.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, data lahan baku sawah tersebut akan menjadi rujukan utama dalam menentukan kebijakan pangan terutama beras. Dalam proses penyempurnaan data tersebut, BPPT sejak tahun 2018 lalu mengusung penerapan inovasi teknologi Kerangka Sampel Area (KSA).

“Kami bersama BPS, dan kementerian/lembaga lain, terus berkolaborasi melakukan penghitungan yang lebih akurat, agar data lahan baku sawah Tahun 2019 dapat menjadi rujukan yang valid, khususnya dalam memutuskan kebijakan nasional di bidang pertanian,” ujar Hammam usai menghadiri acara Rilis Data Lahan Baku Sawah oleh ATR/BPN, dan Luas Panen Padi dan Produksi Beras hasil survei KSA oleh BPS/BPPT, serta Soft Launching Agriculture War Room (AWR) di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta (4/2/2020).

Hammam mengungkapkan, inovasi KSA ini merupakan tindak lanjut dari amanat kebijakan pangan 27 Januari 2016. Saat itu Presiden Joko Widodo meminta adanya langkah yang valid, dalam hal sistem data dan informasi pertanian.

Metode KSA imbuhnya, mulai digunakan sejak Januari 2018 untuk menyempurnakan data produksi padi. Menurut Hammam, KSA merupakan solusi untuk memperbaiki metodologi perhitungan produksi padi. Implementasi pada tataran lapangan dilakukan oleh BPS bekerjasama dengan BPPT, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

“KSA dapat memberikan data produktivitas pertanian yang lebih akurat karena cara pengambilan datanya yang harus dilaporkan langsung dari titik koordinat, pengamatannya menggunakan perangkat smartphone dari para mitra statistik di lapangan,” kata Hammam.

Metode KSA inipun menjadi bukti, bahwa teknologi berperan penting dalam menunjang akurasi data statistik. Kepala BPPT pun memberi apresiasi atas sinergi antar pihak yang berhasil menghadirkan teknologi penginderaan untuk perhitungan luas lahan panen, dan jumlah gabah kering giling dan hasil produksi beras nasional tersebut.

“Jadi berdasarkan metode hitungannya KSA, didapatkan data, bahwa produksi padi tahun 2019, adalah sebanyak 31.3 juta ton,” paparnya.

AI untuk Agricultural Intelligence

Kepala BPPT mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya melakukan kaji terap teknologi, untuk mendukung peningkatan produktivitas pertanian. Salah satunya dengan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

“Penerapan kecerdasan buatan (AI) di sektor pertanian, tentu akan membawa perubahan besar. Perubahan ini artinya itu manfaat yang baik ya, agar industri agrikultur di Indonesia semakin berdaya saing di era industri 4.0,” urainya disela peresmian AWR.

Keberadaan AWR Kementan menurut Hammam, merupakan sebuah terobosan teknologi. Dirinya pun siap memperkuat AWR dengan pemanfaatan artificial intelligence (AI) dengan Internet of Things (IoT), sehingga seluruh tahapan-tahapan vegetasi dari berbagai komoditas pertanian dapat bergerak mengadopsi industri 4.0.

BPPT sebagai lembaga kaji terap lanjut Hammam, siap mendukung Kementerian Pertanian dalam memajukan teknologi informasi di sektor pertanian.

“Konsepnya adalah AI Kuadrat, yakni Artificial Intelligence untuk Agricultural Intelligence. Ini akan menjadi terobosan dalam memberikan penguatan untuk menjaga kedaulatan pangan,” tuturnya.

Teknologi Tinggi

Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Badan Litbang Pertanian, Husnain mengatakan bahwa AWR merupakan pusat data dan sistem kontrol pembangunan pertanian nasional berbasis teknologi tinggi seperti penggunaan data satelit, drone, CCTV dan lain-lain.

“AWR ini sudah menggunakan teknologi tinggi. Kita menggunakan satelit resolusi tertinggi Spot 6 dan Spot 7 untuk peta. Untuk monitoring, kita gunakan satelit Sentinel 2 dengan resolusi 10 x 10 meter,” terang Husnain.

Lebih lanjut Husnain menerangkan, data satelit diolah terlebih dahulu dan diterjemahkan menjadi informasi seperti luas tanah, luas panen, prediksi produksi dan kebutuhan pupuk. Informasi tersebut, divalidasi dengan CCTV dengan coverage mencapai 10 hektare yang rencananya akan dipasang di 1.000 titik.

AWR juga didukung dengan drone untuk mengecek kondisi di lapangan. Saat ini, terangnya, sudah 100 drone diberikan ke BPP. Nantinya, AWR juga akan terkoneksi dengan 5.646 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di seluruh Indonesia. Menurut Husnain, saat ini AWR sudah terkoneksi dengan 400 BPP.

Informasi di dalam AWR juga memanfaatkan Kalender Tanam yang dikembangkan Badan Litbang Pertanian untuk memprediksi kekeringan, informasi pupuk, bencana musiman, maupun endemik hama. Terkait peternakan, ada informasi data pemotongan sapi, tren kelahiran dan lain lain. Begitu juga informasi mengenai data pangan strategis nasional seperti padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, dan sebagainya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author