Bogor, Technology-Indonesia.com – Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap terigu terus meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi terigu nasional makin meningkat dari 15,5 Kg/kapita/tahun pada 2008 menjadi 25 Kg/kapita/tahun pada 2018, atau meningkat 1 Kg/kapita/tahun. Hal ini semakin membebani devisa negara, mengingat bahan baku terigu yaitu gandum bukan bahan baku lokal Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia sebagai negara terbesar ke dua di dunia dalam keragaman hayati memiliki berbagai sumber daya lokal yang bisa dikembangkan sebagai pangan pokok. Hutan sagu Indonesia merupakan terbesar di dunia mencapai 5,5 Juta hektare atau mendekati 85% populasi sagu dunia. Sayangnya potensi ini belum dikembangkan dengan baik.
Sorghum juga merupakan sumber pangan lokal potensial lainnya. Tanaman sorghum sangat hemat air dan bisa tumbuh dengan baik di daerah kering berbatu seperti di Nusa Tenggara Timur (NTT). Demikian juga ubi kayu, jagung, serta berbagai tanaman lain seperti hanjeli, garut, ganyong, talas, sukun yang dulunya pernah menjadi sumber pangan di sebagian masyarakat Indonesia namun kini terpinggirkan oleh konsumsi beras dan terigu.
“Ke depan Indonesia menginginkan menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045. Diharapkan Indonesia tidak hanya mengandalkan pangan berbasis padi, tetapi kita harus membangkitkan kekayaan biodiversity Indonesia sebagai sumber pangan,” tutur Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Muhammad Syakir dalam pembukaan acara Pangan Lokal Fiesta di Auditorium Sadikin Sumintawikarta, Kampus Pertanian Cimanggu, Bogor (7/11/2018).
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi ajang promosi nasional teknologi Balitbangtan serta membuka pintu gerbang komersialisasi produk pangan lokal oleh pihak swasta dan daerah potensial. Acara pembukaan Pangan Lokal Fiesta disinergikan dengan pembukaan Seminar Nasional dan Rapat Kerja Nasional Peragi (Perhimpunan Agronomi Indonesia) serta Agro Inovasi Fair.
Kepala Balitbangtan mengungkapkan untuk menekan makin tingginya tingkat ketergantungan akan produk olahan terigu, salah satunya melalui penerapan inovasi untuk mengangkat pangan lokal potensial agar mampu menjadi alternatif substitusi terigu. Pengembangan agroindustri pangan lokal mulai dari hulu hingga hilir menjadi kunci penentu untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pangan lokal sehingga optimal dan layak dikembangkan secara lebih luas.
Balitbangtan telah menghasilkan berbagai teknologi pengolahan yang memanfaatkan pangan lokal sebagai bahan baku pangan pokok ataupun kudapan. Beberapa teknologi tersebut diantaranya modifikasi tepung atau pati baik secara fisik, kimia maupun biologis; penggunaan aditif; serta formulasi produk yang mampu menghasilkan tingkat substitusi terigu diantaranya: roti 10-20%, mie 10-30%, cake 50-100%, dan kue kering serta cookies 100%.
Untuk mempercepat hilirisasi inovasi pengolahan pangan lokal tersebut, Balitbangtan menggandeng beberapa pemerintah daerah yang menjadi sentra produksi atau sentra konsumsi pangan lokal dengan membangun Model Agroindustri Pangan Lokal. Diantaranya di Cimahi (berbasis ubi kayu); Sumedang (berbasis hanjeli); Demak (berbasis sorgum); Palopo, Maluku Tengah, Sorong dan Jayapura berbasis sagu.
Dalam pengembangan Model Agroindustri Pangan Lokal, Balitbangtan menyiapkan line proses pengolahan mulai dari bahan baku hingga menjadi tepung dan produk olahannya seperti berasan, mie dan produk turunan lainnya.
Menurut Syakir, meskipun Indonesia memiliki kekayaan biodiversity terbesar di dunia tetapi jika tidak dikelola berdasarkan inovasi teknologi, tidak akan menghasilkan nilai tambah yang memberi kemaslahatan bagi bangsa. “Potensi-potensi tersebut harus ditumbuhkan secara jelas sehingga kita punya kebijakan yang lebih presisi tinggi berbasiskan inovasi teknologi. Tidak ada negara maju dan berdaya saing tanpa berbasis inovasi,” terangnya.
Untuk itu Kementerian Pertanian terus mendorong modernisasi pertanian salah satunya melalui mekanisasi pertanian dengan penggunaan berbagai alat mesin pertanian (Alsintan). “Modernisasi pertanian bukan semata-mata untuk meningkatkan efisiensi, tapi modernisasi pertanian di Indonesia diformat khusus sesuai kondisi kultural dan agrosistem yang ada di Indonesia,” pungkasnya.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Balitbangtan didampingi Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pimpinan Komisi IV DPR RI mencicipi Mie Nusantara berbahan baku non terigu seperti sagu, hanjeli, sorghum, jagung, dan ubi kayu bersama 1000 pelajar di Bogor.