Bogor, Technology-Indonesia.com – Peringatan Hari Kartini menjadi momentum tepat untuk mengingat kembali kontribusi perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam ranah sains, para peneliti perempuan diharapkan berkontribusi lewat riset-riset yang solutif serta mengembangkan pengetahuan untuk kelangsungan hidup yang lebih baik bagi masyarakat luas.
Menyambut Hari Kartini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menghadirkan empat sosok perempuan yang konsisten berkarya dan berprestasi di bidangnya dalam Diskusi Publik “Kartini Indonesia dan Ilmu Pengetahuan” pada Kamis (18/4/2019) di Bogor, Jawa Barat.
“Begitu banyak peneliti perempuan yang memiliki semangat seperti Ibu kartini. Sudah 140 tahun sejak Ibu Kartini lahir kita harus bisa melanjutkan cita-cita ibu kartini dengan cara kita sekarang yaitu melalui teknologi maupun ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang,” kata Enny Sudarmonowati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI di sela diskusi yang digelar di Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia (Munasain) Bogor.
Dalam diskusi ini, LIPI sengaja memunculkan peneliti di bidang yang tidak diminati banyak orang seperti bidang paleoclimate, lignoselulosa, hingga ilustrator botani. Melalui diskusi ini diharapkan para peneliti dan masyarakat bisa sama-sama membantu memecahkan masalah bangsa.
Enny mengungkapkan, jumlah peneliti perempuan di LIPI sebelumnya sekitar 40%, tapi saat ini sudah mendekati 50% dari 1500 peneliti. Hal ini, karena ada beberapa bidang yang diminati laki-laki dan ada bidang yang didominasi perempuan misalnya mikrobiologi dan bioteknologi.
LIPI terus mendorong para perempuan menjadi agen perubahan bagi dunia ilmu pengetahuan dan riset di Indonesia. LIPI juga memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perempuan untuk berkarya dan berkontribusi bagi bangsa lewat ilmu pengetahuan.
Di Kedeputian IPH, lanjutnya, para peneliti sejak awal penerimaan CPNS sudah mendapat pembinaan agar mengetahui masalah apa yang dihadapi bangsa Indonesia sehingga mereka mendapatkan gambaran apa yang bisa dilakukan.
“Jadi jangan hanya seperti dulu, peneliti hanya melakukan penelitiannya karena interest pribadinya tetapi belum tentu memecahkan masalah bangsa. Kami menandaskan bahwa di LIPI penelitian harus mengaitkan dengan memecahkan masalah bangsa, bukan hanya di dasar saja tapi juga ke hilir sudah harus memikirkan masalah bangsa,” katanya.
Peneliti pertama yang dihadirkan dalam diskusi tersebut adalah adalah Myrtha Karina Sancoyorini. Profesor Riset yang merupakan peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI ini mengkaji lignoselulosa untuk bahan yang ramah lingkungan, salah satunya bioplastik dari limbah fermentasi air kelapa.
“Dalam kondisi kering, nata yang merupakan fermentasi air kelapa bersifat sangat kaku sehingga sangat sesuai untuk plastik yang bersifat kaku. Untuk aplikasi yang memerlukan elastisitas tinggi dan transparan, nata dapat direkayasa menggunakan modifier,” jelasnya.
Selanjutnya, Djunijanti Peggie peneliti sistematika kupu-kupu dari Pusat Penelitian Biologi LIPI yag mengajak masyarakat mengenali tentang dunia kupu-kupu dalam perspektif yang berbeda. Peggie merupakan doktor kupu-kupu pertama di Indonesia, lulusan Cornell University, Amerika Serikat.
“Kita dapat belajar berbagai hal dari kupu-kupu. Dari hal yang tidak mungkin dan tidak terbayangkan, dapat terjadi ternyata sungguh dialami oleh kupu-kupu,” ungkapnya.
Ketiga, peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Sri Yudawati Cahyarini mengingatkan tentang perubahan iklim melalui bidang paleoclimate. Menurutnya, paleoclimate penting untuk semakin memahami fenomena iklim melalui pengetahuan kondisi iklim di masa lampau lewat data parameter iklim dalam waktu yang panjang yang tidak terjangkau oleh data pengukuran. Untuk mendapatkan data-data tersebut, dirinya melakukan penelitian arsip-arsip iklim seperti koral, sedimen laut, dan danau.
Terakhir adalah Anne Kusumawaty, ilustrator botani dari Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi LIPI. Menurutnya, ilustrasi botani memegang peran penting untuk menjelaskan tentang spesifikasi botani. Baru-baru ini, karya Anne dipamerkan dalam ajang Margaret Flockton Award Exhibition 2019 yang digelar The Royal Botanic Garden Sydney, Australia.
“Ilustrasi adalah bagian dari botani yang sangat penting seiring perkembangan ilmu pengetahuan untuk mengungkap karakter tumbuhan yang diperlukan,” jelas Anne.
Enny Sudarmonowati menambahkan, Anne merupakan generasi muda yang belajar ilustrasi untuk menggantikan ilustrator yang sudah pensiun. Pada zaman Belanda, karya illustrator botani sudah dipakai di buku-buku Belanda. Menurutnya, saat ini LIPI kekurangan ilustrator botani dan ilustrator zoologi. Karena itu, kegiatan ini merupakan momen bagus untuk menggiatkan ilustrasi botani di LIPI.
“Ada hubungan batin antara peneliti dan obyek penelitiannya, namun tidak semua peneliti bisa menggambar sehingga membutuhkan ilustrator. Di Luar negeri banyak peneliti yang bisa menggambar. Dengan menggambar jiwa seninya keluar sehingga ada kecintaan terhadap obyek penelitian,” pungkas Enny.