Melalui Program FUMI, BRIN Dampingi UMKM Tingkatkan Kualitas Produk

TechnologyIndonesia.id – Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, utamanya dalam peningkatan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Jumlah pelaku UMKM di Indonesia tercatat sebanyak 65,46 juta, berkontribusi sebesar 60,5% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) dan mampu menyerap 97% tenaga kerja di Indonesia.

Namun, pelaku UMKM di Indonesia menghadapi beberapa masalah dan tantangan seperti modal yang terbatas, akses pemasaran, hingga minimnya inovasi. Padahal, UMKM yang mampu mengadopsi teknologi atau mengembangkan inovasi produk dengan tepat akan lebih mampu bersaing di pasar yang semakin ketat.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga riset pemerintah yang terintegrasi turut berkontribusi dengan melakukan berbagai kegiatan yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan UMKM. Salah satunya melalui program Fasilitasi Usaha Mikro Berbasis Iptek (FUMI).

Program FUMI dikelola oleh Direktorat Pemanfaatan Riset dan Inovasi Kementerian/Lembaga, Masyarakat dan UMKM, Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi (DPRI) BRIN untuk memfasilitasi pelaku UMKM dalam mengatasi permasalahan terkait teknologi.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko dalam Talkshow Inovasi dan Digitalisasi UMKM di Jakarta pada Kamis (19/10/2023) mengatakan bahwa program FUMI diperuntukkan bagi UMKM agar produk-produk yang dihasilkan lebih berdaya jual, salah satunya dengan meningkatkan diferensiasi.

“Jadi bagaimana meningkatkan diferensiasinya. Caranya, agar usaha kita laku itu harus tampil beda. Misalnya sambelnya bisa awet sampai sampai tujuh bulan, gudeg bisa awet sampai 12 bulan, atau bahannya lebih murah sehingga bisa berkompetisi,” terang Handoko dikutip dari laman brin.go.id.

Diferensiasi produk, lanjut Handoko, membutuhkan muatan-muatan teknologi yang ada riset dan ilmunya. Karena itu, pelaku UMKM bisa bergabung dalam program FUMI agar bisa mendapatkan pendampingan teknologi dari peneliti-peneliti BRIN.

Atasi Permasalahan UMKM dengan Sentuhan Teknologi

Koordinator Pemanfaatan Riset dan Inovasi untuk UMKM, Aswin Firmansyah menjelaskan bahwa Program FUMI menjadi sarana bagi BRIN untuk menyampaikan hasil riset dan inovasi kepada pelaku UMKM.

“Dari hasil survei kami, 17 persen dari UMKM di Indonesia membutuhkan sentuhan teknologi selain dana. Sentuhan teknologi itu untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk UMKM,” tutur Aswin di sela Coaching Clinic Pengembangan Produk Halal Melalui Penerapan Teknologi Pengemasan dan Pengawetan Makanan di Cibinong pada Selasa (20/6/2023).

Koordinator Pemanfaatan Riset dan Inovasi untuk UMKM, Aswin Firmansyah.Koordinator Pemanfaatan Riset dan Inovasi untuk UMKM, Aswin Firmansyah (Foto Setiyo)

Sentuhan teknologi ini, lanjut Aswin, bisa digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM seperti memperpanjang daya tahan produk atau mengubah produk yang tadinya kusam menjadi lebih menarik.

“Kadang-kadang solusi teknologinya sederhana misalnya cukup dipanaskan 70 derajat karena kalau lebih dari 70 derajat ada zat yang akan terurai. Itu permasalahannya, tapi pelaku usaha mikro tidak punya kompetensi dan dana untuk melakukan uji coba. Program FUMI menjembatani ini dengan menyasar para pelaku usaha mikro. Ini lho riset dan inovasi yang bisa menjadi solusi bagi mereka,” terang Aswin.

Pendampingan program FUMI, lanjutnya, dilakukan dalam dua bentuk yaitu pendampingan secara personal dan coaching clinic untuk masyarakat luas. Pendampingan secara personal dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang lebih spesifik dan mendalam.

Aswin mencontohkan, bagaimana menghilangkan endapan atau rasa pahit pada produk minuman jeruk. Permasalahan ini membutuhkan penelitian lebih mendalam dan pendampingan secara personal.

Sementara, untuk pengenalan-pengenalan teknologi sederhana disampaikan ke masyarakat luas dalam bentuk coaching clinic. “Misalnya hampir semua usaha makanan dan minuman memiliki masalah terkait pengemasan dan pengawetan. Kita coba kenalkan teknologinya melalui coaching, lingkupnya tidak sedalam yang personal tadi,” terangnya.

Aswin menyampaikan, pelaku usaha mikro yang ingin mengikuti program FUMI bisa membuat usulan mengenai permasalahan yang dihadapinya. Sementara untuk coaching clinic dilakukan dalam bentuk kemitraan dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan kementerian/lembaga lainnya.

Aswin menyampaikan, program FUMI ini sudah dimulai sejak tahun 2021. Pada 2022, BRIN telah melakukan pendampingan pada 76 pelaku UMKM. Untuk tahun 2023, pihaknya diberi target sekitar 250 pelaku UMKM.

Salah satu pelaku usaha mikro yang mendapatkan pendampingan Program FUMI adalah UMKM pengolahan minyak sereh wangi di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Proses penyulingan sereh wangi ini menghasilkan limbah dengan volume sangat banyak. Mereka mendapatkan pendampingan dari peneliti BRIN untuk mengolah limbah sereh wangi menjadi pupuk organik.

Menurut Aswin, bagi pelaku UMKM yang mendapatkan pendampingan FUMI, akan dilakukan monitoring pada tahun berikutnya. Monitoring dilakukan untuk mengetahui apakah solusi teknologi yang disampaikan BRIN diterapkan oleh pelaku usaha dan apa dampak dari penerapan teknologi tersebut.

Permasalahan yang dihadapi pelaku usaha mikro saat menerapkan teknologi yaitu kebutuhan alat atau bahan tertentu yang biayanya tidak murah. Sementara, program FUMI belum bisa memfasilitasi pemodalan dan alat mesin.

“Karena itu kami mencoba menggandeng mitra lain, misalnya pelaku usaha mikro produk jamu di Yogyakarta bekerjasama dengan Bank Indonesia yang punya skema-skema tertentu untuk pemberdayaan UMKM. Model seperti itu yang coba kami bangun agar pendampingan kemitraan ini bisa tuntas dan tidak setengah-setengah,” terang Aswin.

Ia berharap agar UMKM yang sudah mendapatkan pendampingan FUMI bisa menularkan ke lingkungan sekitarnya agar para pelaku usaha mikro bisa kompetitif produknya.

Coaching Clinic Pengemasan dan Pengawetan Produk

Sebanyak 38 pelaku UMKM dari berbagai wilayah di Indonesia antusias mengikuti Coaching Clinic Pengembangan Produk Halal Melalui Penerapan Teknologi Pengemasan dan Pengawetan Makanan di Cibinong pada Selasa (20/6/2023). Coaching clinic merupakan salah satu bentuk pendampingan dari program FUMI untuk menjawab permasalahan umum yang dihadapi UMKM.

Pada coaching clinic yang digelar oleh BRIN bersama Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) ini, para peserta mendapatkan pengetahuan tentang teknologi pengemasan dan pengawetan produk dari peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN. Para peserta juga mengikuti kegiatan demo produk dan mengunjungi PT Okwilfood untuk mempelajari teknologi pengalengan.

Eka Agus Sulistyaningsih, pemilik Dapoer Intan dari Tangerang (Foto Setiyo)

Salah satu pemilik UMKM, Eka Agus Sulistyaningsih dari Dapoer Intan yang berlokasi di Tangerang mengaku sangat membutuhkan teknik pengemasan dan teknik pengawetan agar produknya bisa tahan lama dan aman untuk dikonsumsi. Sebelumnya, Eka belajar pengemasan makanan dari temannya mencobanya sendiri dan beberapa kali mengalami kegagalan.

“Di sini saya baru tahu ternyata ada step-stepnya. Ternyata ada beberapa hal yang ter-skip karena saya tidak tahu ilmu dasarnya, hanya berdasarkan informasi dan pengalaman teman. Kalau yang diajarkan di sini berdasarkan ilmu dan teori,” imbuh Eka.

Produk Dapoer Intan yang dirintis Eka sejak 2016, diantaranya pepes bandeng duri lunak, bandeng presto dan olahan ayam. Produk bandeng presto dari Dapoer Intan bisa tahan pada suhu luar selama empat hari. Dengan mengikuti coaching clinic ini, eka berharap produknya bisa tahan satu tahun.

“Saya sudah ditantang, kalau bisa tahan satu tahun di suhu luar, Insya Allah ada market kita di Saudi Arabia yang mau memasarkan di sana,” ujarnya.

Sejak 2018, Eka mencoba pasar di Saudi Arabia dengan menitip di beberapa toko. Namun toko-toko yang dititipi produk Dapoer Intan terbatas pada toko yang memiliki pendingin. Selain itu, untuk menembus pasar ekspor ada beberapa hal yang harus disiapkan, misalnya untuk satu kontainer membutuhkan pendingin yang besar.

“Kalau produk Dapoer Intan ini bisa tahan satu tahun di suhu luar tanpa freezer, maka nilai ekonominya akan sangat tinggi. Ini kesempatan yang luar biasa karena saya bisa bicara langsung dengan peneliti yang tahu ilmu dan step-stepnya,” ujar Eka dengan antusias.

Saat ini, kapasitas produksi di Dapoer Intan sekitar 1 ton/bulan yang dikerjakan Eka bersama 6 karyawan. Setelah mengetahui ilmu pengemasan dan pengawetan makanan, Eka akan mempraktekkan pada produk buatannya agar bisa awet, tahan lama, aman dikonsumsi, dan pemasarannya lebih luas.

Promosi Produk UMKM Inovatif

Puluhan produk yang tampil di Stan UMKM Inovatif menarik perhatian pengunjung Indonesia Research and Innovation (InaRI) Expo 2023 di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno BRIN, Cibinong, pada 20-23 September 2023. Produk-produk tersebut berasal dari UMKM yang telah didampingi oleh BRIN melalui Program FUMI.

Bentuk fasilitasi Program FUMI antara lain pendampingan teknologi, sertifikasi, dan promosi. Terkait pendampingan sertifikasi, dalam stan UMKM Inovatif disediakan konsultasi sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta konsultasi sertifikasi Halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) Kementerian Agama.

Salah satu produk yang dipamerkan di stan UMKM Inovatif adalah Jus Monascho yang bisa bereaksi cepat untuk meningkatkan stamina, meregenerasi sel darah yang berkualitas. pasien yang terinfeksi virus, bakteri, serta jamur seperti pada penyakit demam berdarah, thypus, hepatitis dan lain-lain bisa kembali sehat dengan mengonsumsi Jus Monascho.

Dwi Endah Kurniawati (kanan) pemilik CV Arrohmah yang memproduksi Jus Monascho (Foto Setiyo)
Salah satu bahan baku Jus Monascho adalah Monascus purpureus, sejenis kapang yang digunakan untuk membuat angkak. “Monascho berfungsi untuk meningkat fungsi dan kualitas sel darah merah supaya sistem tubuh berjalan normal kembali,” terang Dwi Endah Kurniawati pemilik CV Arrohmah yang memproduksi Jus Monascho.

Endah merasakan banyak manfaat dari pendampingan yang dilakukan BRIN mulai dari cara pembuatan, ilmu dari materi yang diolah, pengemasan, dan lain-lain hingga menjadi produk yang layak dikonsumsi masyarakat.

Sebelumnya, Endah mengaku membeli bahan baku Jus Monascho dari Taiwan dan China. Setelah mendapat pendampingan, ia menggunakan bahan baku hasil penemuan peneliti BRIN.

“Kami menggunakan alih riset yang ada di BRIN. Jadi kami menggunakan bahan baku bukan dari luar negeri tetapi bahan baku hasil penemuan BRIN yang kualitasnya sangat bagus. Setelah proses inkubasi dan lain-lain, kualitas produk kami jadi meningkat,” ujarnya.

Kedepan, Endah berharap BRIN memberikan pendampingan uji klinis dengan pasien-pasien yang menjadi sehat setelah mengonsumsi Jus Monascho.

Selain Jus Monascho, produk UMKM yang dipamerkan di stan UMKM Inovatif diantaranya Gula Merah Tebu, Kab. Kediri; Jamu Marguna, Bantul; Sambal Bu Suti, Bantul; Sambal Ambyar, Bantul; Sambal lbu Watik, Bantul; Dodol Durian Cahaya Bulan, Banyumas; Sabun Susu Kambing, Tuban; Sabun Nanas Prabumulih; Imago Honey Bogor; Dodol dan Selai Kolang-Kaling, Kendal; serta Sagomie.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author