Sejarah Panjang Standardisasi di Indonesia

alt
 
Jakarta, technology-indonesia.com – Perjalanan panjang Badan Standardisasi Nasional (BSN) selama 20 tahun menorehkan sejarah standardisasi dan penilaian kesesuaian yang cukup penting di Indonesia. Selain berbagai capaian, ada beberapa “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan BSN. Ke depan, tantangan BSN akan jauh lebih berat.
 
Hal tersebut diungkapkan Kepala Biro Hukum, Organisasi, dan Humas BSN, Budi Rahardjo dalam acara peringatan 20 Tahun BSN di Jakarta, Kamis (30/03/2017). “Perjalanan BSN sebetulnya tidak terlepas dari sejarah standardisasi itu sendiri,”lanjutnya.
 
Sejarah standardisasi di Indonesia sudah dimulai sejak 1928. Saat itu dibentuk lembaga bidang standardisasi yang fokus pada penyusunan standar untuk bahan bangunan, alat transportasi dilanjutkan dengan standar instalasi listrik dan persyaratan jaringan distribusi listrik. 
 
Pada 1951 terbentuk Yayasan Dana Normalisasi Indonesia (YDNI) yang mewakili Indonesia menjadi anggota International Electrotechnical Commission (IEC) pada 1966. Kiprah YDNI berlanjut pada 1995 saat mewakili Indonesia menjadi anggota International Organization for Standardization (ISO).
 
Pemerintah menerbitkan UU No. 10 tahun 1961 yang dikenal dengan nama Undang-Undang Barang pada 1961. Dalam UU ini memang tidak menyebut mengenai standar, namun di dalamnya secara tegas menyatakan hal-hal terkait standar.
 
Pada tahun 1973, Pemerintah menetapkan Program Pengembangan Sistem Nasional untuk Standardisasi sebagai program prioritas. Pada tahun 1976 terbentuk Panitia Persiapan Sistem Standardisasi Nasional. Pemerintah kemudian membentuk Dewan Standardisasi Nasional (DSN) pada 1984 dengan tugas pokok menetapkan kebijakan standardisasi, melaksanakan koordinasi dan membina kerjasama di bidang standardisasi nasional.
 
Pada 26 Maret 1997, pemerintah memutuskan membentuk BSN untuk menggantikan fungsi DSN. Terbentuknya BSN memperkuat fungsi koordinasi kegiatan standardisasi di Indonesia, sehingga penetapan standar yang sebelumnya bersifat sektoral di beberapa kementerian/lembaga, menjadi satu sebagai acuan nasional.
 
Budi melanjutkan, pembentukan BSN sangat tepat di saat Indonesia mulai memasuki era globalisasi yang ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian dengan Organisasi Perdagangan Dunia. “Indonesia telah meratifikasi perjanjian WTO pada tahun 1995 setelah adanya Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan WTO,” ujarnya. 
 
Bergabungnya Indonesia dengan WTO, berdampak pada kesiapan Indonesia menghadapi liberalisasi. Standar memegang peranan penting dalam meningkatkan daya saing dan perlindungan konsumen.
 
Dalam kurun waktu 1997 hingga saat ini, lanjut Budi, BSN telah mencatatkan berbagai peristiwa penting yang melibatkan stakeholder. Diantaranya pada 2002, untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan even nasional Bulan Mutu dan Konvensi Nasional, yang saat ini menjadi Indonesia Quality Expo (IQE).  Pada tahun 2005, BSN bersama pemangku kepentingan mendeklarasikan Masyarakat Standardisasi Indonesia (MASTAN). Sebagai organisasi nirlaba, MASTAN kini memiliki 4.709 anggota.
 
Tahun 2007, SNI Mi Instan berhasil diadopsi menjadi standar Internasional Codex. Sukses adopsi mi Instan oleh Codex, diikuti SNI produk lain seperti Tempe Kedelai, Tepung Sagu, Lada Hitam, Lada Putih, Pala, dan Bawang Merah yang saat ini masih dalam tahap Codex Regional.
 
Pencapaian lain BSN adalah meningkatnya jumlah SNI yang ditetapkan. Hingga September 2016, tercatat 9.050 SNI (aktif). BSN juga mengembangkan skema penilaian kesesuaian, hingga per tahun 2016 sebanyak 1.171 Laboratorium, Lembaga Inspeksi, dan Penyelenggara Uji Profisiensi dan 227 Lembaga Sertifikasi terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Hingga 2016, BSN telah menetapkan 116 Komite Teknis Perumus SNI.
 
BSN juga aktif mendukung kebijakan dan program strategis pemerintah diantaranya SNI Pasar Rakyat, SNI Baterai Mobil Listrik, Penerapan SNI pada UMKM, Penerapan SVLK, Pengembangan SNI Pangan Organik, Standar Jasa Pariwisata, Standar Nano Teknologi, Penerapan SNI Mainan Anak, Penerapan Produk SNI Keramik, serta Pengembangan SNI Halal. Yang terkini, SNI tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan dan SNI Manajemen Resiko.
 
Selain itu, BSN berperan dalam mengharmonisasikan standar dan penilaian kesesuaian dalam rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang saat ini sudah mencapai 90%. Melalui KAN, juga telah ditandatangani MRA/MLA dengan negara anggota penandatangan APLAC, PAC, IAF, ILAC. Dengan MRA/MLA, hasil uji atau sertifikasi di Indonesia, akan diakui oleh negara-negara penandatangan perjanjian tersebut.
 
Berbagai capaian BSN tersebut seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan standar. “Namun tantangan ke depan semakin berat, tuntutan masyarakat akan peran BSN juga semakin besar. Kami akan bekerja lebih keras lagi,”pungkas Budi.
 
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author