Jakarta, Technology-Indonesia.com – Proses alih pengetahuan dari Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Tenaga Kerja Lokal (TKL) selama ini belum terjadi secara optimal. Untuk itu, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan penggunaan TKA guna mendorong proses alih pengetahuan yang lebih efektif.
Hal tersebut menjadi salah satu pesan utama hasil kajian tim Pusat Penelitian Perkembangan Iptek – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pappiptek LIPI). Selanjutnya, Papiptek LIPI meluncurkan policy brief untuk mendorong peningkatan kapasitas TKL melalui alih pengetahuan dari TKA.
Trina Fizzanty, Kepala Pappiptek LIPI mengungkapkan data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) memperlihatkan bahwa jumlah TKA yang bekerja di Indonesia cenderung meningkat sejak tahun 2014, dari 68.957 orang menjadi 74.183 orang di tahun 2016.
“Kondisi ini bisa menjadi potensi utama bagi peningkatan kapasitas TKL. Untuk melakukan alih pengetahuan dengan efektif, pemilihan mekanisme yang tepat menjadi hal yang sangat penting,” ujar Trina dalam kegiatan Advokasi Policy Brief Pappiptek LIPI di Jakarta, pada Kamis (22/2/2018).
Menurut Trina, untuk mengoptimalkan alih pengetahuan dari TKA guna meningkatkan kapasitas TKL, dibutuhkan dukungan kebijakan pemerintah, terutama dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Dian Prihadyanti, koordinator peneliti dari Pappiptek – LIPI memaparkan penggunaan TKA di Indonesia lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil/profesional di bidang tertentu yang belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia. Penggunaan TKA juga bertujuan mempercepat proses pembangunan nasional dengan mempercepat alih pengetahuan dan teknologi.
“Biaya mendatangkan TKA terbilang tinggi. Jika alih pengetahuan tidak berlangsung secara efektif dan efisien, biaya yang dikeluarkan akan terbuang, dan negara akan terus bergantung pada TKA. Dalam hal ini dukungan kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan,” terang Dian.
Menurutnya, terdapat berbagai mekanisme yang bisa dipilih oleh perusahaan dan diterapkan oleh TKL untuk mengakuisisi pengetahuan dari TKA. Kajian penelitian yang dilakukan oleh tim Pappiptek LIPI memperlihatkan bahwa alih pengetahuan dapat terjadi dengan lebih efektif melalui pendampingan TKA terhadap TKL ketika melakukan pekerjaan sehari-hari.
Kendati demikian, salah satu kendala yang biasanya dihadapi adalah masalah komunikasi, terutama menyangkut penguasaan bahasa asing. TKL kurang menguasai Bahasa Inggris atau bahasa negara asal TKA. Sementara TKA kurang menguasai Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, Kemnaker perlu meninjau kembali syarat penghapusan kemampuan berbahasa Indonesia melalui Permenaker No. 35/2015. “Kemnaker perlu mewajibkan TKA untuk menguasai Bahasa Indonesia minimal secara pasif,” lanjutnya.
Dian mengungkapkan, secara teknis perusahaan wajib memberikan nama tenaga pendamping kepada Kemnaker untuk memperoleh IMTA. Sayangnya, nama yang diajukan perusahaan banyak yang hanya bersifat formalitas saja. Kemnaker seharusnya lebih fokus untuk mengetahui dan mengevaluasi desain dari proses alih pengetahuan yang dirancang oleh perusahaan serta memantau dan mengevaluasinya.
Kajian Pappiptek LIPI juga menyoroti pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) tenaga kerja pendamping. Diklat yang dibutuhkan tidak hanya bersifat hard skill tetapi juga soft skill terutama pengetahuan untuk kemampuan manajerial.
Pappiptek LIPI juga memberikan rekomendasi kebijakan bagi Kemnaker antara lain untuk mempercepat proses perizinan untuk memperoleh IMTA (Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing), menerapkan mekanisme satu pintu terintegrasi untuk proses perizinan, meninjau ulang kuota TKA dari negara-negara tertentu, serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap alih pengetahuan dari TKA ke TKL.
Untuk kepentingan nasional, Kemenristekdikti perlu mendorong mobilitasi dosen, peneliti, dan perekayasa di lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi ke industri, sehingga mereka dapat membentuk pengalaman empirik dengan memahami kondisi dan kebutuhan industri.
Dalam kesempatan tersebut Pappiptek LIPI juga meluncurkan policy brief terkait lambatnya implementasi kebijakan pengembangan teknologi industri dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang perindustrian.