TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) menegaskan komitmennya dalam pengembangan sistem pendukung keputusan (SPK) berbasis analisis citra satelit.
Salah satu fokus riset adalah pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut (KPL) dan kawasan konservasi berbasis masyarakat, atau Other Effective Area-based Conservation Measures (OECM).
Peneliti Ahli Utama BRIN Mulyanto Darmawan mengungkapkan, perubahan paradigma konservasi ke arah pendekatan yang berpusat pada masyarakat sangat penting untuk mengurangi resistensi komunitas terhadap upaya konservasi.
“OECM di Indonesia seharusnya menjadi arena untuk mengubah paradigma konservasi ke arah people centered atau setidaknya people friendly paradigm,” ungkapnya, dalam webinar “Diseminasi Hasil Riset Rumah Program Seri #4”, Kamis (28/11/2024).
Riset ini, kata Mulyanto, bertujuan mengembangkan prototipe SPK untuk evaluasi biodiversitas kawasan laut dangkal yang dikelola oleh masyarakat lokal atau adat berdasar analisis data satelit.
Berdasarkan lokasi penelitian yang telah dilakukan di Pulau Tidung, dirinya menyimpulkan bahwa analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Lyzinga telah dilakukan untuk mengevaluasi biofisika di Pulau Tidung untuk evaluasi indeks keanekaragaman hayati.
“Indeks kualitas air di Kepulauan Tidung termasuk dalam kategori tercemar ringan. Sehingga, ciri-ciri ini menjadi kandidat utama perlindungan dalam menentukan kawasan konservasi,” ungkap Mulyanto.
Adapun parameter analisis selain parameter biofisik adalah parameter sosial dan ekonomi. Fitur biaya seperti pelabuhan, pemukiman, dan penggunaan lahan juga harus dipertimbangkan.
“Dengan mempertimbangkan parameter-parameter tersebut, model pendekatan adaptif seperti pengelolaan berbasis masyarakat dan ekosistem menjadi relevan untuk diterapkan dalam pengelolaan kawasan konservasi laut di wilayah tersebut,” tegas Mulyanto.
Dirinya menuturkan, aktivitas antropogenik yang intensif dan meluas serta dampak perubahan iklim telah menempatkan sumber daya laut Indonesia kian terancam. Pengelolaan berbasis masyarakat dan ekosistem menjadi pendekatan adaptif yang relevan.
Menurutnya, OECM bukan merupakan establishment area konservasi baru, tetapi peningkatan kualitas existing area-based management.
Selain itu, wujud pengelolaan yang inklusif, utamanya peran yang kuat dari komunitas atau community-based management. Di mana, OECM diarahkan pada pengelolaan yang berbentuk community-based co-management sebagai penyesuaian wujud pengelolaan dengan kepentingan dan kebutuhan, baik sosial-budaya maupun komunitas.
Dengan demikian, kesesuaian tersebut akan menekan resistensi dari komunitas dan menjadikan OECM sebagai wujud pengelolaan yang lebih murah, karena sebagian fungsi pengelolaan dilakukan voluntary oleh komunitas.
Sementara SPK bertujuan mendukung berbagai kebutuhan, seperti evaluasi biodiversitas kawasan laut, keselamatan pelayaran melalui pengembangan intelligent system lampu pelampung suar, hingga deteksi gelombang laut dan tsunami.
“SPK berkembang pesat dan menjadi daya tarik dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan, berkat kemampuan yang signifikan dalam penggunaan informasi spasial atau geospasial. Citra satelit telah menjadi alat yang sangat berguna dalam pemantauan lingkungan dan ekologi dalam skala luas dan multi-waktu,” ucap Mulyanto.
Kepala OREI BRIN Budi Prawara, menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mendukung keberhasilan riset ini.
“Partisipasi masyarakat dalam kegiatan penelitian seperti pengumpulan, analisis, dan publikasi data penelitian harus dilibatkan. Ini menjadi bagian penting dalam menciptakan solusi yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya. (Sumber brin.go.id)