BMKG: Kemarau 2019 Lebih Panjang, Diprakirakan Normal pada 2020

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Indonesia secara geografis merupakan wilayah tropis yang terletak antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Kondisi suhu muka air laut di kedua samudera tersebut sangat berpengaruh terhadap iklim dan cuaca di wilayah Indonesia.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan iklim Indonesia pada 2019 ditandai dengan musim kemarau panjang dan kering dibandingkan 2018 dan musim kemarau rerata normal. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh suhu muka air di Samudera Hindia yang lebih rendah atau lebih dingin dari kondisi normal sehingga berpengaruh terhadap proses penguapan dan pembentukan awan-awan hujan.

Pada tahun 2019, ~46% dari 342 Zona Musim di Indonesia mengalami panjang musim kemarau sama hingga lebih panjang 6 dasarian (2 bulan) dari normalnya. “Meskipun demikian, Kita bersyukur kondisi di Samudera Pasifik tidak ada anomali yang signifikan sehingga di tahun 2019 ini sesuai dengan prediksi sebelumnya tidak terjadi El Nino yang mengakibatkan kekeringan panjang,” terang Dwikorita dalam acara Refleksi 2019 dan Kesiapsiagaan BMKG Tahun 2020 di Jakarta pada Jumat (27/12/2019).

Musim kemarau yang lebih panjang menjadikan musim hujan datang terlambat di tahun 2019. “Musim hujan melambat secara bertahap yang seharusnya dimulai di bulan Oktober 2019 baru dimulai pada bulan November bahkan ada yang baru mulai di bulan Desember 2019,” lanjutnya.

Berdasarkan pemutakhiran data pada 20 Desember 2019, terang Dwikorita, meskipun di banyak wilayah sudah terjadi hujan dan banjir, tetapi musim kemarau masih berlangsung di Jawa Timur bagian timur, sebagian besar pulau Sulawesi, sebagaian kepulauan Maluku, Papua Barat dan Papua bagian selatan.

Selanjutnya, hingga Desember 2019 tercatat beberapa kejadian bencana terkait hidrometeorologi yaitu 343 kejadian banjir, 340 kejadian tanah longsor, 5 kejadian banjir dan tanah longsor, 554 kejadian puting beliung, dan 3 gelombang pasang.

Kemarau panjang dan kekeringan tahun ini, terangnya, memicu 52 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dalam hal kegempaan, terjadi ribuan kejadian gempa diantaranya ada 12 gempa bumi signifikan atau dirasakan menganggu dan merusak. Menurut Dwikorita, jumlah kejadian bencana terkait cuaca, iklim dan kegempaan pada 2019 merupakan kejadian yang paling sedikit dibandingkan lima tahun terakhir (2015-2019).

“Dari kejadian bencana terkait cuaca dan iklim pada 2019, kita dapat memetik pelajaran untuk mencegah atau mengurangi risiko di tahun 2020,” tuturnya.

Diprakirakan Normal 

Berdasarkan prediksi model El Nino BMKG hingga tahun 2020 kecenderungan Samudera Pasifik ekuator bagian tengah akan berada pada kondisi netral. Menurut Dwikorita, kondisi ini artinya di Samudera Pasifik kecil peluangnya akan muncul fenomena El Nino yang berdampak kekeringan maupun La Nina yang berdampak pada curah hujan tinggi.

“Sementara di Samudera Hindia tidak terdapat indikasi akan munculnya fenomena fluktuasi suhu muka air laut yang kuat. Kuatnya fluktuasi muka air laut akan berdampak pada musim atau iklim di Indonesia, namun dari analisis kami tidak ada indikasi ke arah sana,” terangnya.

Pada awal 2020, kondisi suhu muka laut perairan Indonesia diprakirakan normal hingga cenderung hangat yang bertahan hingga Juni 2020. Selanjutnya, berdasarkan prediksi BMKG hingga akhir 2020 curah hujan bulanan sepanjang tahun cenderung sama dengan pola normal klimatologinya. Curah hujan Januari – Maret 2020 diprakirakan tinggi atau puncak terjadi di bagian selatan pulau Sumatera, pulau Jawa hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian tengah, Sulawesi dan Papua.

Awal musim kemarau 2020 juga diprakirakan normal yaitu sekitar April-Mei 2020, artinya tidak ada indikasi musim kemarau akan maju atau mundur. Namun Dwikorita menekankan untuk mewaspadai wilayah yang mempunyai dua kali periode musim kemarau yaitu di Aceh dan Riau.

“Kemarau pertama di dua wilayah tersebut umumnya terjadi di bulan Februari – Maret padahal daerah lainnya kemarau baru dimulai pada April-Mei 2020. Artinya, peluang terjadi kekeringan dan karhutla juga perlu diwaspadai meskipun wilayah lain masih hujan,” terangnya.

Curah hujan saat kemarau akan mirip dengan pola normalnya yaitu meskipun kemarau, hujan masih ada hanya intensitasnya sangat rendah. Kondisi kemarau 2020 tidak sekering tahun 2019 di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Selama musim hujan, Dwikorita mengimbau agar dibuat peresapan air di lahan-lahan datar agar saat musim kemarau tidak mengalami kekeringan. Teknologi Modifikasi Cuaca akan lebih tepat dilakukan saat akhir musim hujan atau menjelang musim kemarau. “Tahun lalu kita melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca saat sudah terjadi di musim kering sehingga kesulitan untuk mencari awan-awan hujan yang harus disemai menjadi hujan,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author