Impor Bahan Baku Obat Tinggi, Menristek Dorong Pengembangan Obat Modern Asli Indonesia

Tangerang Selatan, Technology-Indonesia.com – Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro menyebutkan kebutuhan bahan baku obat dan alat kesehatan (alkes) di Indonesia, 90 persen atau mayoritas dipenuhi dari impor. Hal ini menimbulkan kegelisahan banyak pihak tidak hanya pengguna tetapi juga pelaku terutama ilmuwan di bidang kedokteran dan farmasi.

“Sehingga sangat wajar kalau kegiatan penelitian di bidang kesehatan khususnya obat dan alkes menjadi dominan,” kata Menristek dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kemenristek/BRIN tahun 2020 bertema “Integrasi Riset dan Inovasi Indonesia” di Graha Widya Bhakti, Kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan (30/1/2020).

Salah satu penyebab besarnya impor bahan baku obat dan alkes, menurut Bambang, karena masih besarnya jarak atau gap antara sisi penelitian dan sisi komersial sehingga banyak hasil penelitian yang belum bisa menjadi komersial. Dengan kata lain, belum ada industri atau perusahaan yang mau menghilirkan atau mengkomersialkan hasil penelitian.

Untuk itu, Kemenristek/BRIN akan mendorong pengembangan obat modern asli Indonesia yang berasal dari keanekaragaman hayati. Pengembangan obat melalui ekstraksi kekayaan biodiversity Indonesia tidak hanya berhenti pada obat herbal terdaftar. “Yang ingin kita dorong obat yang memang nantinya sudah melalui uji klinis,” lanjutnya.

Selain sektor pertanian, menurut Bambang, sektor kesehatan secara kuantitas dan biaya penelitian merupakan sektor yang paling menonjol dari kegiatan penelitian di Indonesia. Jika penelitian di sektor pertanian paling banyak terkait pangan, sektor kesehatan utamanya pada obat.

“Manusia secara natural akan mencari cara sebaik mungkin untuk menyehatkan dirinya. Selain Germas (Gerakan Masyarakat Sehat) mau tidak mau, kita masih harus berkutat pada masalah obat,” tuturnya.

Menristek mengungkapkan dari sekian banyak obat yang dikembangkan di dalam negeri, keluhannya meskipun sudah dapat izin dan masuk katalog namun ujungnya susahnya masuk ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “Kalau obat ini ingin bisa berkembang lebih pesat mau tidak mau harus bisa menjadi bagian dari JKN, paling tidak untuk menggantikan obat impor,” kata Menristek.

Untuk itu, Menristek meminta Kementerian Kesehatan untuk mendorong industri mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat. Menristek juga mendorong penggunaan alkes buatan putra bangsa.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan bahwa bahan baku obat yang masih bergantung produk impor berkaitan dengan iklim investasi. Terawan menilai, selama Indonesia mampu membuat iklim investasi yang nyaman, pasti Indonesia akan menjadi tempat bagi industri untuk memproduksi sendiri bahan baku obat.

“Nanti saya akan bicarakan detail dengan teman-teman yang mestinya bermain di pre-market. Kalau pre-market jelas, baik dan lancar, maka kita tidak akan ke market-nya. Nanti tinggal yang mengawasi post market. Akan bermasalah kalau post market ikut-ikut di pre-market, itu akan muncul kecurigaan berlebih, peraturan yang panjang sekali sehingga investasi akan turun,” paparnya.

Terkait alat-alat kesehatan, menurut Terawan, perizinannya lebih gampang. Namun penyaluran ke rumah sakit atau penggunaan tergantung dengan cash flow yang berkaitan dengan sisi keuangan setiap rumah sakit. Misalnya terkait JKN, kalau pembayarannya ter-pending terus, rumah sakit tidak punya kemampuan untuk reinvestasi, investasi maupun penggunaan bahan habis pakai.

“Sebuah lingkaran yang tidak bisa kita pungkiri. Namun kita yakin akan selesai, cuma perlu waktu,” paparnya.

Menurut Terawan, penelitian terkait fitofarmaka di dunia sudah berkembang pesat. Ahli-ahli di Indonesia juga sudah melakukan, tetapi kendalanya masalah pemasaran. “Untuk itu setiap orang harus mampu memasarkan bahwa ini penting, aman dan bisa dikonsumsi dengan baik. Kepercayaan diri bangsa harus dibangun untuk menggunakan produksi dalam negeri,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author