Inovasi Bisa Mengubah Pola Pikir

 

Jakarta – Pengetahuan masyarakat tentang definisi inovasi berbeda-beda. Pada umumnya, masyarakat mengartikan inovasi tidak sesuai dengan definisi yang sebenarnya.

Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe mengatakan inovasi merupakan suatu ide yang kemudian menjadi kreativitas yang menghasilkan suatu produk baru atau peningkatan produk baik barang maupun jasa yang dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Inovasi tidak hanya terkait masalah teknologi, walaupun aplikasinya lebih banyak menggunakan teknologi. Inovasi meliputi segala macam proses atau teknologi yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa yang mendorong peningkatan nilai baik sosial maupun ekonomi. “Bahkan inovasi bisa menjadi suatu alat untuk mengubah pola pikir orang,” kata Jumain pada acara rapat koordinasi publikasi kegiatan penguatan inovasi, di Jakarta, Senin (20/6).

Jumain mencontohkan tentang reformasi birokrasi yang sebenarnya merupakan metologi/cara/proses mengubah pola pikir pegawai negeri sipil (PNS) dari dilayani menjadi menyalani. Dari perubahan pola pikir PNS terjadi peningkatan nilai pelayanan menjadi lebih baik. “Jadi inti inovasi adalah suatu perubahan yang bisa memberikan nilai tambah baik sosial maupun masyarakat,” lanjutnya.

Menurut Jumain, hal ini perlu disosialisasikan agar masyarakat tidak salah kaprah tentang inovasi. Seakan-akan inovasi hanya terkait teknologi tinggi. Inovasi juga tidak terbatas pada orang yang melakukan penelitian dan pengembangan.

Di industri misalnya, saat produknya tidak laku di pasaran maka industri akan berpikir apa sebenarnya yang terjadi kemudian melakukan upaya peningkatan di dalam proses produksi. Apakah teknologinya diperbaiki sehingga lebih efisien atau ada penambahan aplikasi sehingga ada nilai tambah yang unik.

Dalam kesempatan tersebut, Jumain menyampaikan bahwa inovasi memiliki beberapa tingkatan. Salah satunya, breakthrough innovation yaitu hal-hal yang didapatkan dari penelitian dan pengembangan yang panjang untuk menghasilkan produk yang unik dan murah. Atau langsung masuk ke pasar sehingga pasar berubah cepat. Keberadaan taxi online misalnya. Karena lebih murah, cepat, dan nyaman, maka banyak orang beralih ke moda transportasi online, meninggalkan yang transportasi konvensional.

Tingkatan lainnya adalah improvementyang peningkatannya dilakukan sedikit demi sedikit. Ada juga inovasi yang dilakukan secara terstruktur. “Jadi bentuk inovasi berbeda-beda sesuai pasar yang akan dimasukkan, sebab inovasi terjadi karena adanya persaingan pasar. Contohnya telepon genggam yang teknologinya cepat berkembang. Kalau tidak melakukan inovasi dan perubahan teknologi, maka produknya akan mati,” kata Jumain.

Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang penuh persaingan, kalau Indonesia tidak melakukan perubahan mendasar di dalam ekonomi, bukan tidak mungkin semua sektor Indonesia akan dimasuki produk-produk luar negeri.

Misalnya mengapa beras impor harganya lebih murah dari beras dalam negeri. Bibit unggul dalam negeri rata-rata produktivitasnya hanya 6-8 ton per hektar, sementara di Thailand mencapai 15-20 ton per hektar. Karena itu harus ada inovasi untuk meningkatkan produktivitas melalui teknologi pupuk, bibit unggul, cara bertanam, teknologi pengolahan, maupun teknologi panen.

Selain dukungan teknologi, perlu ada perubahan mindset para petani. Pola pikir petani harus berubah, tak hanya sekedar tanam padi dan cukup untuk dikonsumsi keluarga. “Jadi inovasi tidak hanya teknologi tapi bagaimana mengubah pola pikir,” pungkas Jumain.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author