Cibinong, Technology-Indonesia.com – Pemerintah pada 2019 menargetkan sejumlah kabupaten/kota harus memiliki Peta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peta Digital. Tujuannya untuk mempercepat proses transparansi perizinan serta integrasi melalui Online Single Submission (OSS).
Dengan selesainya asistensi dan supervisi peta RDTR OSS tahun anggaran 2019, Badan Informasi Geospasial (BIG) akan mengeluarkan rekomendasi akhir pemetaan RDTR. Rekomendasi ini merupakan kelengkapan proses pengesahan perda RDTR di daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, pemerintah daerah harus menyusun RDTR untuk Kawasan Industri dan Kawasan Usaha paling lama enam bulan sejak PP ditetapkan. Pemerintah pusat melalui kementerian yang membidangi urusan penataan ruang diharuskan memberikan bantuan teknis.
Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG, Antonius Bambang Wijanarko mengatakan pada 2019, bantuan diberikan kepada 57 kawasan RDTR. Dalam hal ini, BIG bertugas melakukan pembinaan dan pendampingan penyusunan Peta RDTR untuk keperluan OSS atau sistem pengelolaan perizinan terpadu secara elektronik.
“Peta yang dulu hanya menjadi lampiran saja, sekarang sudah menjadi ujung tombak dari semua pengajuan perizinan. Apapun yang kita lakukan harus berdasarkan pada spasial, karena tata ruang adalah menata spasial, menata peta kita,” kata Antonius dalam acara Pembahasan Akhir Peta RDTR OSS di Aula Gedung S kantor BIG, Cibinong, Senin (6/1/2020).
Pendampingan dan proses validasi yang dilakukan BIG meliputi penyusunan sumber data, peta dasar, peta tematik, peta rencana, album peta, kesesuaian peta rencana dengan ranperda, serta integrasi pada semua unsur tersebut. Pada pelaksanaannya, Antonius mengakui ditemukan banyak kendala karena keterbatasan waktu penyusunan dan banyaknya jumlah RDTR yang harus disusun. Selain itu, terbatasnya sumber daya manusia yang menguasai aspek perpetaan serta ketersediaan data (sumber data dan peta dasar) yang belum mencakup seluruh wilayah perencanaan.
Antonius mengungkapkan bahwa penyusunan Peta RDTR memang sangat kompleks, karena harus mempertimbangkan kearifan lokal, bencana alam, kebutuhan global climate change dan lain-lain. “Sejak dulu tata ruang itu tidak hanya mensinkronkan secara horizontal antar daerah tetapi juga vertikal karena kebijakan di daerah pun harus disesuaikan dengan kebijakan di pusat,” lanjutnya.
BIG pun memikirkan strategi dan terobosan untuk dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada, tanpa menurunkan standar dan kualitas Peta RDTR yang harus dirampungkan. Salah satunya dengan melaksanakan asistensi intensif atau klinik untuk 57 RDTR OSS, baik di BIG atau Kementerian ATR/BPN, dengan melibatkan seluruh personel secara massal.
Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Abdul Kamarzuki menerangkan 57 RDTR tersebut merupakan dorongan dari pemerintah pusat untuk daerah-daerah tujuan investasi. Menurutnya 57 RDTR ini berasal dari data 2018 yang menjadi indikasi untuk kurang lebih 70 persen tujuan investasi.
“Peta RDTR ini untuk mempercepat investasi masuk ke daerah. Nantinya, 57 RDTR ini dan RDTR lain yang disiapkan pemerintah daerah akan menjadi backbone dan menjadi dapurnya OSS,” tutur Kamarzuki.
Dalam uji petik yang dilaksanakan selama 2 hari ini, Kamarzuki berharap semua RDTR memperoleh rekomendasi dari BIG. Dari kegiatan ini akan diserahkan surat rekomendasi RDTR untuk sejumlah daerah melalui sidang pleno yang bertujuan untuk verifikasi proses asistensi dan memberikan jaminan kualitas terhadap peta rencana tata ruang yang sudah dilakukan pembinaan.
Pada hari ini ada 22 RDTR yang hadir untuk memproses uji petik yaitu dari Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kota Kediri, Kabupaten Lamongan, kabupaten Tabalong, Kabupaten Landak, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lampung Selatan, Bandung, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Ketapang, Sumba, Kabupaten Pelalawan, Purwakarta, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Buleleng. Sebelumnya, 7 RDTR sudah melakukan pleno dengan sedikit perbaikan.
Pada uji petik hari Selasa (7/1/2020) ada 26 RDTR yaitu Kota Dumai, Kabupaten Sukabumi, Bengkalis, Siak, Indragiri Hilir, Majalengka, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kutai Timur, Kutai Barat, Kabupaten Subang, Kota Kendari, Kota Makassar, Kabupaten Konawe, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Morowali, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin dan Kota Semarang. Sementara, Kota Balikpapan dan Kabupaten Maros sudah mendapatkan rekomendasi.
Pada kesempatan tersebut, Kamarzuki mengatakan bahwa tata ruang bukan untuk menghambat investasi tapi justru sebagai pintu masuk terbaik untuk investasi. Peta RDTR yang sesuai kaidah dan standar perpetaan sangat berguna pada saat implementasi OSS, karena seluruh perizinan ke depannya dilaksanakan secara online.
Bagi investor yang akan melakukan investasi, mereka dapat melihat peta RDTR kawasan yang dituju untuk menentukan lokasi dan jenis investasinya. Selain itu, sistem ini memudahkan pemerintah daerah memberikan izin investasi, karena Peta RDTR memberikan kepastian hukum terhadap proses perizinannya.