Atasi Hambatan Teknis Perdagangan, BSN dan Kadin Dorong Pelaku Usaha Penuhi Standardisasi

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Perjanjian Hambatan Teknis Perdagangan (Technical Barriers to Trade/ TBT) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) merupakan semacam pagar agar Industri di Indonesia tumbuh menjadi lebih baik. Untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan kolaborasi agar industri bisa memenuhi standardisasi. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga harus didorong agar produknya bisa terstandardisasi dengan baik.

“Kita juga ingin menjamin safety bukan hanya dari luar tetapi juga dari dalam dan ini mesti menjadi sesuatu yang kita kerjakan bersama-bersama. UKM kita sebenarnya lepas mata karena keterbatasan sumber dana, keterbatasan akses pasar, dan keterbatasan-keterbatasan lain seperti pengetahuan cara pembuatan yang baik,” kata Muhammad Lutfi, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang UKM di sela-sela Workshop Pemanfaatan TBT WTO Agreement dalam Menembus Pasar Perdagangan Global bagi Industri di Menara Kadin, Kamis (8/8/2019).

Untuk itu, Kadin bekerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) agar bisa membuat atau mencetak pelaku-pelaku usaha yang terstandardisasi dengan baik, bukan hanya menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri tetapi juga berperan aktif di pasar regional dan dunia.

“Jadi tugas Kadin adalah menggerakkan agar pelaku usaha mempunyai standar bukan hanya di dalam sebagai safety tetapi standar ke luar agar mempunyai licence. Sekarang ini kan banyak sopir di industri Indonesia, tapi yang punya SIM hanya beberapa. Tugas kita adalah bagaimana supaya sopir-sopir yang tidak SIM ini mempunyai SIM dalam waktu yang tidak terlalu lama,” terangnya.

Menurut Lutfi, saat ini UKM yang memiliki standar masih kurang dari 10%. Kendalanya, pengusaha UKM miskin modal, miskin pengalaman dan miskin akses usaha. Karena itu, kita harus datang dan memberikan satu advokasi supaya mereka mau ikut di dalam tatanan dunia yang baru.

Di daerah yang maju sekarang adalah industri makanan seperti keripik, dodol, dan lain-lain yang sebagian besar baru mengantongi izin produk industri rumah tangga (P-IRT). Untuk itu, pihaknya terus mendorong agar produk UKM bisa lolos Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Standar Nasional Indonesia (SNI). “Untuk itu memang memerlukan ongkos untuk mendapatkan sertifikasi, tapi sekarang kita sedang sosialisasikan supaya bisa jalan,” ungkapnya.

Pada kesempatan tersebut, Kepala BSN, Bambang Prasetya mengatakan bahwa pelaku industri pastilah tidak lepas dari standarisasi. Berdasarkan Undang-undang, Standardisasi bertujuan untuk melindungi masyarakat konsumen, tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana mendukung iklim usaha yang kondusif.

Menurut Bambang, pemahaman pelaku UMKM terutama yang kecil dan mikro sangat rendah. Untuk itu, BSN melakukan sosialisasi terkait standardisasi bersama Kadin Pusat dan Kadin daerah. BSN juga memiliki banyak role model dari usaha kecil dan mikro yang didampingi BSN selama beberapa tahun sehingga sukses.

“Kisah sukses mereka akan menjadi energi positif karena belajar dari pelaku usaha langsung. Itu kita perbanyak agar setiap daerah punya role model. Saat ini, kita punya 640an role model yang berbeda-beda komoditi,” lanjutnya.

Berdasarkan testimoni role model, terangnya, di awal pengurusan sertifikasi biasanya berat. Namun, setelah mendapatkan sertikasi SNI, P-IRT dan lain-lain, mereka bisa menghitung alokasi budget dengan peningkatan penghasilan dari sebelum dan sesudah mendapatkan sertifikasi.

Biaya pengurusan SNI, terangnya, tergantung komoditasnya. Ada persyaratan laboratorium yang variatif sekali tergantung berapa jenis ujinya. Untuk pengujian produk UKM, beberapa kementerian memberikan insentifnya atau tarif khusus, bahkan di swasta juga ada diskon.

Untuk meningkatkan standardisasi, BSN terus mengadvokasi pelaku UKM agar tembus, terutama untuk yang ekspor. Standar proses produksi yang baik atau good manufacturing practice (GMP) menjadi syarat minimal agar produk UKM bisa tembus pasar ekspor. “Jadi kita minimalisasi sistem manajemen yang agak rumit itu kita sederhanakan sehingga mereka bisa menerima. Itu satu poin yang memudahkan bagi industri kecil,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author