TechnologyIndonesia.id – Fenomena air laut yang mendadak dingin terjadi di perairan Selat Mulut Kumbang, Alor Kecil, Nusa Tenggara Timur. Dalam waktu kurang dari satu jam, suhu air laut di kawasan tersebut tiba-tiba turun dari rata-rata sekitar 28°C mencapai titik minimum sampai 12°C.
Penurunan suhu ekstrem menyebabkan ikan-ikan tropis mengalami kejutan termal hingga pingsan dan mudah ditangkap oleh warga sekitar. Kondisi tersebut juga menarik perhatian lumba-lumba dan mamalia laut lainnya yang memanfaatkan momen tersebut untuk berburu ikan.
Peristiwa ekstrem yang dikenal sebagai Extreme Upwelling Event (EUE) ini hanya terjadi pada periode tertentu, yaitu antara Agustus hingga November. Fenomena ini menjadi kejadian pertama yang tercatat di dunia.
Fenomena ini menjadi fokus penelitian para ahli oseanografi di Indonesia, terutama dari Universitas Diponegoro, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Tribuana Kalabahi, Universitas Sriwijaya, Konservasi Indonesia, University of Maryland, Tohoku University, University of Tsukuba, dan Srinakharinwirot University Thailand.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Sistem Biota BRIN, Achmad Sahri menjelaskan bahwa EUE merupakan peristiwa naiknya massa air laut yang sangat dingin dari lapisan dalam menuju permukaan secara tiba-tiba.
“Biasanya penurunan suhu akibat upwelling di daerah tropis hanya sekitar dua derajat celcius, tetapi di Alor kami mencatat penurunan hingga sepuluh derajat hanya dalam waktu singkat sekitar satu jam,” jelas Sahri dikutip dari laman brin.go.id.
Guru Besar Departemen Oseanografi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Anindya Wirasatriya yang memimpin riset tersebut menjelaskan bahwa peristiwa ini berlangsung bersamaan dengan pasang purnama (spring tide) yang memicu pergerakan massa air secara vertikal dengan kecepatan sekitar 0,012 meter per detik.
“Selain suhu yang anjlok, salinitas air laut juga meningkat dari 30 PSU menjadi 36 PSU, menunjukkan bahwa air yang naik berasal dari lapisan laut yang lebih dalam, di mana suhu lebih rendah dan kadar garam lebih tinggi,” ujar Anindya.
EUE berlangsung setidaknya selama 1-4 hari dan dapat terjadi dua kali dalam sehari mengikuti pasang surut semi-diurnal, menjadikannya fenomena langka namun penting untuk dipahami karena berdampak besar pada ekosistem laut setempat.
Fenomena EUE di Selat Mulut Kumbang diklaim sebagai yang pertama dan satu-satunya di dunia karena hingga saat ini belum ada laporan kejadian serupa di perairan tropis lainnya.
Besarnya perubahan suhu ini menunjukkan adanya proses oseanografi dan topografi lokal yang khas dan belum pernah tercatat di daerah tropis lain, menjadikan EUE di wilayah ini sebagai fenomena unik dan langka secara global.
“EUE ini unik karena belum pernah dilaporkan di wilayah tropis lainnya. Artinya, dinamika dan topografi lokal Selat Mulut Kumbang memiliki karakteristik khusus yang memicu fenomena langka ini,” tambah Anindya.
Penelitian menunjukkan bahwa EUE dipicu oleh interaksi kompleks antara arus pasang surut, arus laut dalam, dan bentuk dasar laut yang sempit serta curam. Saat pasang naik, arus membawa massa air dingin dari kedalaman ke arah utara melalui saluran bawah laut, sementara arus hangat Indonesian Throughflow (ITF) bergerak ke selatan.
“Pertemuan dua arus berlawanan ini menciptakan turbulensi kuat yang mendorong air dingin naik ke permukaan.” ujar Anindya.
Menurut Anindya, EUE hanya terjadi pada periode tertentu, yaitu antara Agustus hingga November, yang menunjukkan adanya pengaruh kuat dari sistem monsun tahunan terhadap dinamika arus dan suhu perairan.
Kombinasi faktor pasang surut, arus laut dalam, topografi yang sempit dan curam, serta pengaruh monsun menjadikan Selat Mulut Kumbang lokasi ideal terjadinya fenomena oseanografi langka ini.
Selain dampak ekologis, EUE di Alor juga memiliki potensi ekonomi dan wisata yang besar. Kejadian langka ini dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata ilmiah berbasis konservasi, di mana wisatawan dapat menyaksikan fenomena alam luar biasa tanpa merusak lingkungan, sehingga dapat berkelanjutan.
“Masyarakat dapat mengamati lumba-lumba dari bibir pantai atau tubir, tanpa harus menggunakan perahu yang dapat mengganggu tingkah laku biota tersebut,” tambah Sahri.
Fenomena ini menjadi pengingat betapa dinamisnya laut Indonesia. Di balik keindahannya, terdapat sistem alam yang kompleks dan masih menyimpan banyak misteri untuk diungkap. (Sumber: brin.go.id)
Fenomena Laut Alor Mendadak Dingin: Ikan Pingsan, Lumba-Lumba Bermunculan
