Mendorong Peningkatan Daya Saing Ekonomi Melalui Science & Technology Park (STP)

Pemerintahan presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah mengagendakan salah satu program prioritas pembangunan berupa pembentukan Science & Technology Park (STP). Hal ini termuat dalam dokumen sembilan agenda perubahan (nawacita) yang kemudian dimasukkan kedalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015-2019. Sejauh ini, belum ada konsepsi dasar tentang STP yang disepakati oleh seluruh pihak terkait. Tulisan berikut merupakan pandangan penulis terhadap konsepsi STP, serta perannya dalam mendukung peningkatan ekonomi masyarakat dan daya saing daerah, yang berbasis kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Daya Saing Daerah dan Inovasi

Dalam era globalisasi, lalu lintas produk dan jasa antar negara tidak lagi memiliki sekat pembatas. Gempuran produk dan jasa impor, suka tidak suka, siap tidak siap, akan dialami oleh negara manapun sebagai konsekuensi dari “menyatunya pasar dunia”. Di lain pihak, globalisasi (dalam konteks globalisasi ekonomi) menciptakan peluang bagi bangsa-bangsa yang kompetitif. Pasar menjadi terbuka sedemikian luas. Untuk dapat memanfaatkan peluang tersebut serta memenangkan persaingan di kancah global kuncinya hanya satu: daerah/negara harus memiliki daya saing yang tinggi.

Taufik (2008) mencatat beberapa definisi tentang daya saing daerah sebagai berikut: (1)  berkaitan dengan kemampuan menarik investasi asing (eksternal) dan menentukan peran produktifnya; (2) merupakan kemampuan suatu daerah perkotaan untuk memproduksi dan memasarkan produk-produknya yang serupa dengan produk dari daerah-daerah perkotaan lainnya; (3) Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional.

Daya saing daerah sering dikaitkan dengan kekhasan atas suatu produk atau jasa dari sebuah daerah/wilayah. Ciri khas tersebut menjadi potensi di tengah persaingan global. Ciri khas lokal yang mengglobal ini sering disebut dengan istilah ‘glocalization/glokalisasi’. Menurut sosiologis  Roland Robertson (1980an), ‘glocalization’ adalah sebuah konsep integrasi yang mana mengandung unsur lokal-global, homogenisasi-heterogenisasi, yang menekankan pada pentinganya glokal dan eksistensi dari heterogenitas. Atau dalam definisi lain dijabarkan sebagai interpenetrasi global dan lokal kemudian memberikan respon dan menghasilkan keluaran yang unik di dalam area geografis yang berbeda. Dalam konteks membangun daya saing daerah (yang secara agregat akan membentuk daya saing nasional), daya saing sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam meningkatkan nilai tambah atas sumberdaya lokal (kekhasan) yang dimilikinya. Peningkatan nilai tambah produk maupun jasa  erat kaitannya dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di dalamnya.

Pemanfaatan iptek dalam proses produksi baik barang maupun jasa akan menimbulkan peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi atas produk maupun jasa tersebut.  Peningkatan nilai tambah dengan sentuhan iptek itu sering diistilahkan sebagai inovasi. Wujud inovasi bisa berupa lahirnya produk baru, perbaikan mutu produk yang telah ada, efisiensi proses, dan sebagainya. Agar terjadi sebuah inovasi, maka sebuah teknologi hasil penemuan (invensi) haruslah didiseminasikan, diadopsi dan diterapkan oleh sektor produksi serta menghasilkan nilai ekonomi. World Bank (2010) memberikan batasan arti inovasi sebagai berikut: What is not disseminated and used is not an innovation.

Pada praktiknya, inovasi sendiri melibatkan banyak sekali mekanisme umpan balik yang rumit dan interaktif antara ilmu pengetahuan, teknologi, pembelajaran, kebijakan, produksi dan permintaan (Zulkieflimansyah, 2002). Inovasi tak akan terjadi dalam keterasingan. Ia muncul akibat interaksi intensif antara berbagai aktor kemajuan seperti universitas, lembaga litbang, pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga keuangan, termasuk sistem ekonomi, politik, ekonomi, sosial dan budaya secara luas. Inovasi menjadi lebih bernilai jika ia dilingkupi oleh sebuah sistem yang sering disebut dengan sistem inovasi nasional (SINas) atau sistem inovasi daerah (SIDa).

Science & Technology Park (STP)

Salah satu model penguatan SIDa yang terbukti berhasil dikembangkan di beberapa negara adalah melalui Science & Technology Park (STP). Menurut International Association of Science Park (IASP), STP merupakan sebuah kawasan khusus yang diorganisasikan secara profesional dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas di sekitar kawasan tersebut melalui pendayagunaan iptek dan budaya inovasi yang terintegrasi dengan kegiatan bisnis dan pendidikan.

STP digunakan sebagai sarana untuk menginisiasi dan mengalirkan pengetahuan dan teknologi diantara lembaga litbang, universitas dan industri. STP memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya industri-industri berbasis inovasi melalui inkubasi dan proses ‘spin-off’ disamping menyediakan jasa-jasa bernilai ekonomi tinggi dalam suatu kawasan yang dilengkapi fasilitas berkualitas tinggi. Definisi lain tentang STP diberikan oleh United Kingdom Science Park Association (UKSPA) sebagai berikut: adalah sebuah inisiatif untuk mendorong bisnis, dengan cara memperkuat dan mendukung proses start-up dan inkubasi bisnis berbasis teknologi, inovatif dan tumbuh dengan cepat melalui aktivitas: pelayanan infrastruktur, mengkaitkan dengan pusat-pusat keunggulan seperti universitas dan lembaga risetm serta dukungan manajemen dalam proses transfer teknologi dan meningkatkan keahlian bisnis bagi industri / usaha kecil dan menengah.

STP memiliki berbagai penamaan dan istilah yang beragam.  Oh (2008), membagi tipe STP berdasarkan karakteristik kuncinya menjadi lima kelompok, yaitu: incubation center, science/techno park, research park, technopolis, dan innovation cluster.

Incubation center memiliki karakteristik dengan kapasitas area/ruang yang sangat terbatas, bisa berupa institusi sendiri atau bagian dari sebuah universitas atau lembaga litbang. Fokus pada penumbuhan perusahaan rintisan (start-up company). Contoh incubation center adalah CNU Incubation Center dan Dortmund Technology Center. Di Indonesia, incubation center telah dimiliki oleh beberapa universitas dan lembaga litbang.

Science / techno park, memiliki kapasitas area yang lebih luas dengan fokus pada riset dan pengembangan (R&D) iptek. Contoh science park adalah Cambridge Science Park dan Dortmund SP. Sedangkan Research park, hampir sama dengan science park namun selain fokus pada riset dan pengembangan ilmu dasar juga sampai tahapan produksi pada skala prototype. Contohnya adalah Surrey Research Park. Puspiptek yang terletak di Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, bisa dimasukkan dalam kelompok ini.

Technopolis, memiliki karakteristik penciptaan kota baru yang didalamnya terdapat zona-zona pusat riset dan pusat produksi berbasis iptek serta pemukiman yang terintegrasi. Technopolis fokus pada produksi produk berteknologi tinggi. Contohnya adalah Kumamoto Technopolis (Jepang), Sophia Antipolis (Perancis), dan Hsinchu Science Park (Cina Taipei). Sementara itu, Innovation Cluster merupakan pengembangan lebih lanjut dari technopolis dan science park yang secara geografis terkonsentrasi di suatu wilayah tertentu. Innovation cluster terdiri atas industri serta institusi terkait dalam bidang tertentu. Contohnya adalah Daedeok Innopolis (Korea), Silicon Valley (USA), dan Zhongguancun (China).

Meskipun memiliki karakteristik dan tipe yang sedikit berbeda-beda, namun pada dasarnya sebuah STP merupakan interface dan penghubung (hub) antara lembaga litbang dengan dunia usaha. Dalam STP, terjalin interaksi yang saling menguatkan antara aktor-aktor inovasi: universitas (perguruan tinggi), lembaga litbang, dunia usaha, dan pemerintah serta unsur-unsur pendukung. Secara umum, STP merupakan salah satu wahana implementasi sistem inovasi daerah (SIDa).

Peran & Fungsi STP

Ada tiga peran kunci yang mesti dijalankan oleh STP, yaitu: (1) penelitian dan pengembangan iptek dan bisnis (Research & Busines Development – R&BD) berkelanjutan; (2) Penumbuhan dan pengembangan pengusaha pemula berbasis teknologi (start up company); dan (3) Fasilitasi untuk menarik industri ke dalam kawasan.

STP tidak identik dengan inkubator bisnis, namun proses inkubasi bisnis teknologi merupakan salah satu aktifitas kunci dalam STP. Oleh karena itu, pendirian STP di daerah bisa diawali dari inkubator bisnis yang sudah ada.  Inkubasi bisnis teknologi merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk membina dan mendampingi sebuah calon pengusaha dari mulai lahir sampai mampu berdiri sendiri, baik dari sisi teknologi produk yang akan dikomersilisasikan maupun dari sisi bisnisnya. Pada umumya, inkubasi bisnis teknologi melewati tiga tahapan: pra-inkubasi, inkubasi, dan post-inkubasi.  Wadah tempat berlangsungnya inkubasi teknologi dan bisnis dikenal sebagai inkubator.  Menurut  Reith (2000), inkubator dirancang untuk membantu usaha baru dan sedang berkembang sehingga mapan dan mampu meraih laba dengan menyediakan informasi, konsultasi, jasa-jasa, dan dukungan yang lain. Secara umum inkubator menyediakan layanan “7S”, yaitu: space, shared, services, support, skill development, seed capital, dan synergy. Space adalah bahwa inkubator menyediakan tempat/ruang untuk mengembangkan usaha pada tahap awal. Shared artinya inkubator menyediakan fasilitas yang bisa diakses dan digunakan secara bersama-sama oleh tenan / incubatee  seperti resepsionis, ruang konferensi, dan sistem komunikasi dan informasi. Services merupakan layanan yang diberikan inkubator kepada incubatee  mencakup layanan konsultasi manajemen, pasar, aspek keuangan dan hukum, teknologi, dan sebagainya. Support adalah bahwa inkubator membantu akses kepada riset, jaringan profesional, teknologi, internasional, dan investasi. Skill development  dilakukan melalui latihan menyiapkan rencana bisnis, manajemen, dan kemampuan lainnya. Seed capital merupakan bantuan kepada incubatees untuk mendapatkan akses permodalan baik yang berasal dari dana internal maupun sumber-sumber pendanaan lainnya . Synergy dimaksudkan sebagai dukungan untuk membangun jejaring (network) antara incubatees  dengan pihak perguruan tinggi, lembaga riset, usaha swasta, profesional maupun dengan masyarakat internasional.

Adanya kaitan yang kuat antara STP dengan perguruan tinggi dan lembaga litbang, mendorong aktivitas riset dan pengembangan teknologi lebih optimal. STP juga menjadi penghubung dengan dunia usaha, sehingga riset-riset yang dilakukan lebih berorientasi kepada kebutuhan pasar (deman driven) serta langsung menyelesaikan permasalahan di sisi pengguna / industri.  Jika umumnya riset di perguruan tinggi atau lembaga litbang berakhir sampai tahapan prototipe produk, maka STP berperan untuk mengembangkannya menjadi produk yang siap diproduksi massal. Untuk mengurangi resiko kegagalan ketika diproduksi massal, perlu dilakukan produski skala terbatas (skala pilot) terlebih dahulu. Oleh karena itu, sangat penting bagi STP untuk menyiapkan fasilitas produksi skala pilot tersebut.

STP juga menyediakan fasilitas dan program pendidikan dan pelatihan, dalam rangka mendukung ketersediaan tenaga terampil pada bidang teknologi tertentu.  Selain untuk menyediakan SDM terampil bagi industri, juga diarahkan kepada penumbuhan calon-calon pengusaha (enterpreneur)  di masyarakat.

Selain fungsi-fungsi yang telah diuraikan di atas, di banyak negara STP juga memberikan peran penting dalam merancang kebijakan teknologi serta membangun platform SIDa.

STP dan kawasan industri

Salah satu keluaran dari sebuah STP adalah perusahaan pemula berbasis teknologi (start up company) sebagai cikal bakal industri berbasis teknologi. Setelah melalui proses inkubasi di STP dalam kurun waktu tertentu dengan kriteria tertentu, maka perusahaan pemula tersebut akan dinyatakan lulus (graduate) dari STP. Selanjutnya, mereka diberikan kebebasan untuk mengembangkan bisnisnya di luar STP. Idealnya, STP juga menyediakan sebuah ‘hi-tech industrial complex’ di kawasan yang sama, sebagai fasilitas lanjutan bagi perusahaan untuk berkembang. Hal ini dengan tujuan agar perusahaan tersebut masih dapat mengakses sumber-sumber inovasi yang ada di dalam STP dengan mudah karena tidak terkendala oleh jarak. Namun jika tidak memungkinkan, perusahaan-perusahaan tersebut dapat ditempatkan di dalam sebuah kawasan industri yang tersedia.

Di beberapa negara seperti Korea, pemerintah menjadikan STP sebagai model dalam menarik investasi asing, terutama dalam mendatangkan industri besar dengan tawaran berbagai insentif dari pemerintah. Adanya industri besar di STP  sebagai perusahaan ‘anchor’ akan menjadi mitra sekaligus pasar bagi produk-produk yang dihasilkan IKM dan perusahaan rintisan yang lahir di STP.

Penutup

STP menempati posisi yang sangat strategis dalam membangun daya saing daerah melalui penciptaan ekonomi berbasis inovasi dalam kerangka sistem inovasi daerah (SIDa).  Aliran invensi dari perguruan tinggi dan lembaga litbang menjadi inovasi di IKM ataupun industri, akan menghasilkan multiflier effect dalam pembangunan ekonomi daerah dan penciptaan lapangan kerja baru, membangun budaya technopreneurship di masyarakat, serta meningkatkan daya saing industri di wilayah tersebut. Setiap STP diharapkan mendukung bidang fokus yang khas sesuai komoditas unggulan daerah dan kebijakan pengembangan industri di wilayah tersebut.  Indikator keberhasilan sebuah STP bisa diukur antara lain dari:  jumlah hak kekayaan intelektual (HKI) yang berhasil dikomersialisasikan, jumlah IKM yang lahir, jumlah nilai transaksi bisnis yang terjadi, serta jumlah lapangan kerja dan tenaga kerja yang terserap.

Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota  memberikan kontribusi penting dalam kesuksesan membangun STP di daerah, disamping perguruan tinggi lokal. Pemerintah daerah berperan khususnya dalam penyediaan infrastruktur serta kebijakan dalam menentukan bentuk kelembagaan serta manajemen organisasi yang sesuai dengan karakteristik STP. Sementara itu, pemerintah pusat diharapkan mendukung melalui berbagai insentif dan program terkait.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author