Jakarta – Untuk pertama kalinya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memberikan penghargaan ‘BPPT Innovation Award’ pada inovator Indonesia.
“Penganugerahan tahun ini merupakan lembaran sejarah baru bagi BPPT, karena diberikan untuk pertama kalinya pada inovator, baik perseorangan dan instansi atau perusahaan yang telah menghasilkan produk baru hasil inovasi teknologi, yang berdampak signifikan bagi industri,” ujar Unggul Priyanto, Kepala BPPT dalam acara panganugerahan di Auditorium BPPT di Jakarta, Kamis (02/08/2018).
Berbeda dengan Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award (BJHTA) yang diberikan kepada para ilmuwan yang telah menghasilkan karya nyata teknologi, berupa invensi bahkan inovasi yang berdampak pada kemajuan bidang teknologi.
“Kriteria utama BIA, inovasi sudah dalam bentuk produk, tidak lagi sekedar percobaan di laboratorium. Kriteria lain, latar pendidikan minimal strata 1 atau setingkat sarjana saja,” ujar Unggul.
BIA dibagi dalam dua kategori, yaitu kategori perorangan dan kategori instansi/perusahaan. Untuk kategori perseorangan diberikan kepada Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K), dokter spesialis ortopedi dan traumatologi. Sedangkan, kategori perusahaan, BIA diberikan kepada PT. PINDAD (Persero) yang telah berhasil mengembangkan di bidang teknologi pertahanan dan keamanan.
Ismail Hadisoebroto tercatat sebagai konsultan trauma dan rekonstruksi di FKUI-RSCM, juga menjabat sebagai Kepala UPT Teknologi Kedokteran Sel Punca RSCM. Pria kelahiran Jember, 28 Januari 1969 ini juga menjabat sebagai ketua Stem Cell and Tissue Engineering Research Center IMERI FKUI, Ketua Komite Sel Punca dan Rekayasa Jaringan Kementerian Kesehatan RI, Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia, dan ketua wakil Indonesia AO Trauma Asia Pasific (AOTAP) periode 2018-2021.
Ismail telah aplikasikan sel punca autogenik atau berasal dari organ sendiri pada pasien patah tulang yang mengalami gagal sambung sejak 2012. Setahun kemudian, diaplikasikan pada pasien patah tulang yang mengalami defek tulang kritis.
Sedangkan, penelitian sel punca alogenik atau berasal dari organ luar dimulai pada 2015 untuk kasus yang sama. “Untuk autogenik, diambil dari sumsum tulang dan lemak, sedangkan alogenik menggunakan tali pusat dan lemak,” paparnya. Setahun kemudian, sel punca alogenik diaplikasikan pada kasus pengapuran sendi lutut (oestoarthirirtis) dan percobaan untuk kasus kelumpuhan akibat cidera tulang belakang. Penelitian ini menyembuhkan 153 pasien yang mengalami penyakit tulang dan sendi yang sebelumnya gagal jalani terapi konvesional.