Bogor, Technology-Indonesia.com – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang membangun Laboratorium Biosafety Level 3 (BSL-3) untuk memberikan jaminan kualitas hasil penelitian pangan dan kesehatan. Mutu produk akan lebih terjamin apabila proses produksinya dilakukan pada fasilitas berstandar Good Laboratory Practice (GLP).
Pelaksana tugas (Plt) Kepala LIPI, Bambang Subiyanto mengatakan keberadaan laboratorium ini akan memberikan jaminan atas konsistensi hasil penelitian dan pembuatan produk jadi siap komersialisasi, meningkatkan kepercayaan stakeholder, dan memperkecil bahaya yang bisa ditimbulkan produk karena kontaminasi.
Pembangunan fasilitas ini dibiayai Sukuk Berharga Syariah Negara (SBSN) senilai Rp 55 miliar. SBSN atau sering disebut Sukuk Negara merupakan surat berharga (obligasi) yang diterbitkan pemerintah Indonesia berdasarkan prinsip syariah. Selain BSL-3, laboratorium lain yang mendapat pembiayaan SBSN adalah pembangunan laboratorium Cara Pembuatan Obat Tradisional Berstandar (CPOTB) di Serpong. Total biaya pembangunan dua laboratorium tersebut sebesar Rp 120 miliar.
“Fasilitas ini merupakan salah satu fasilitas yang diminta BPOM sebagai kelanjutan Laboratorium CPOTB yang merupakan satu rangkaian proses agar hasil-hasil penelitian kita berupa obat-obatan dan pangan bisa dimanfaatkan oleh industri. Karena itu laboratorium BSL-3 dan CPOTB harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin tidak hanya oleh LIPI tapi juga masyarakat, perguruan tinggi dan stakeholder lain,” terang Kepala LIPI di sela-sela peletakan batu pertama pembangunan BSL-3 di kawasan Cibinong Science Center-Botanic Garden, Bogor pada Jumat (6/4/2018).
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Prof. Dr. Enny Sudarmonowati mengatakan manfaat pembangunan laboratorium BSL-3 untuk memenuhi ketersediaan fasilitas bangunan dan peralatan riset yang sesuai dengan kebutuhan untuk pengujian riset pangan. Laboratorium ini juga memberikan ketersediaan fasilitas produksi skala kecil sesuai standar GLP dan Good Manufacturing Practice (GMP) dan memberi nilai tambah bagi produk hasil riset Indonesia.
“Dengan begitu, produk riset pangan kita memiliki daya saing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Kemudian, produk riset juga akan memenuhi persyaratan mutu dan dijamin tidak menimbulkan risiko berbahaya yang disebabkan karena tidak aman, mutu rendah, atau yang lainnya,” terangnya.
Enny menerangkan, fasilitas yang dimiliki LIPI sampai saat ini belum memungkinkan untuk melakukan kegiatan yang bersinggungan dengan mikroorganisme patogen. LIPI memang sudah memiliki InaCC (Indonesian Culture Collection), namun fasilitas ini masih terbatas dan di bawah BSL-2 sehingga tidak memungkinkan untuk memanfaatkan atau melakukan penelitian bakteri patogen.
Ide proposal pendirian Laboratorium BSL-3 dimulai tahun 2011 dan pada 2015 baru disetujui masuk RPJMN 2015-2019. Karena skema pembiayaan SBSN sangat ketat, Enny berharap pembangunan fasilitas ini selesai pada akhir 2018, sehingga bisa aktif pada awal 2019.
Menurut Enny pembangunan Laboratorium BSL-3 merupakan syarat dan mandatory penelitian pangan dan obat/kesehatan. “Tanpa fasilitas ini kita tidak bisa menghasilkan produk yang memberikan jaminan hasil penelitian obat dan pangan terhadap produk dan kesehatan atau disebut halalan toyiban,” lanjutnya.
Fasilitas berukuran 29m x 26m dan luas 754 m2 ini memiliki bagian utama yaitu BSL-3 atau disebut Central Animal Testing. BSL-3 ditempatkan di tengah-tengah dan dikelilingi BSL-2 atau clean room lainnya sebagai barier jika terjadi kelolosan atau kebocoran.
Enny berharap Laboratorium BSL-3 dapat digunakan secara nasional karena fasilitas ini modern dan lengkap untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan mikroorganisme patogen dan menghasilkan obat-obatan dan pangan fungsional.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Bambang Sunarko mengatakan tujuan jangka pendek pembangunan Laboratorium BSL-3 adalah untuk memfasilitasi kegiatan penelitian tahap lanjut, pengujian, pembuatan prototipe dan lain-lain yang membutuhkan ruangan bebas-partikel bertekanan negatif BSL-3, baik secara in vitro maupun in vivo yang didukung oleh fasilitas berstandar GLP dan GMP.
Laboratorium BSL-3 dapat dimanfaatkan antara lain untuk penelitian zoonosis yaitu penelitian penyakit yang ditularkan melalui hewan baik hewan liar maupun peliharaan, serta perakitan dan pengujian mikroorganisme transgenik, terutama mikroorganisme yang aspek keamanannya belum diketahui. Fasilitas ini juga bisa digunakan untuk penanganan dan koleksi mikroorganisme patogen yang diduga patogen baik untuk manusia atau hewan yang saat ini tidak atau belum mungkin dikoleksi di InaCC.
Sedangkan, tujuan jangka panjang untuk mendukung pengembangan dan produksi pangan dan obat berbasis bioteknologi di Indonesia. Sasaran jangka panjang lainnya adalah penggunaan fasilitas tersebut secara luas. Artinya, laboratorium bisa dimanfaatkan secara bersama oleh stakeholder yang memerlukan pengujian dan pengembangan produknya agar berkualitas baik.
Keberadaan laboratorium BSL-3 akan memberikan manfaat bagi beragam stakeholder riset di Indonesia. Para stakeholder ini, antara lain Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Standardisasi Nasional (BSN), berbagai universitas, industri obat di Indonesia, serta masyarakat umum.