Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kualitas udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Berbagai media massa menyebutkan, Jakarta menempati peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Hal ini ditandai dengan tingginya konsentrasi PM2.5.
Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dr. Urip Haryoko, M.Si menerangkan, PM2.5 merupakan salah satu polutan udara dalam wujud partikel dengan ukuran sangat kecil, yaitu tidak lebih dari 2,5 µm (mikrometer).
Dengan ukurannya yang sangat kecil ini, PM2.5 dapat dengan mudah masuk ke dalam sistem pernapasan. Serta dapat menyebabkan gangguan infeksi saluran pernapasan dan gangguan pada paru-paru.
“Selain itu, PM2.5 dapat menembus jaringan peredaran darah dan terbawa oleh darah ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner,” kata Urip melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 18 Juni 2022.
Hasil pantauan konsentrasi PM2.5 di BMKG Kemayoran Jakarta menunjukkan bahwa sepanjang bulan Juni 2022 ini konsentrasi rata-rata PM2.5 berada pada level 41 µg/m3 (mikrogram per meter kubik). Konsentrasi PM2.5 memperlihatkan pola diurnal yang mengindikasikan perbedaan pola antara siang dan malam hari.
Konsentrasi PM2.5 cenderung mengalami peningkatan pada waktu dini hari hingga pagi dan menurun di siang hingga sore hari. Khusus pada beberapa hari terakhir PM2.5 mengalami lonjakan peningkatan konsentrasi dan tertinggi berada pada level 148 µg/m3.
“PM2,5 dengan konsentrasi ini dapat dikategorikan dalam kategori kualitas udara TIDAK SEHAT,” terangnya.
Tingginya konsentrasi PM2.5, dibandingkan hari-hari sebelumnya juga dapat terlihat saat kondisi udara di Jakarta secara kasat mata terlihat cukup pekat/gelap. Pada 17 Juni 2022 konsentrasi PM2.5 cenderung lebih rendah jika dibandingkan pagi hari pada saat 15 Juni 2022. Pada 16-17 Juni konsentrasi PM2.5 cenderung turun dibandingkan 15 Juni saat terjadi konsentrasi yang cukup tinggi.
Penyebab Peningkatan Konsentrasi PM2.5
BMKG menjelaskan, peningkatan konsentrasi PM2.5 di wilayah Jakarta dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Pertama, konsentrasi PM2.5 di Jakarta dipengaruhi berbagai sumber emisi yaitu sumber lokal, seperti transportasi dan residensial, maupun dari sumber regional dari kawasan industri dekat dengan Jakarta.
“Emisi ini dalam kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh parameter meteorologi dapat terakumulasi dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi yang terukur pada alat monitoring pengukuran konsentrasi PM2.5,” terang Urip.
Kedua, proses pergerakan polutan udara seperti PM2.5 dipengaruhi oleh pola angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5.
“Pola angin lapisan permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di wilayah ini,” terangnya.
Ketiga, peningkatan konsentrasi PM2.5 memiliki korelasi positif atau hubungan yang berbanding lurus dengan kadar uap air di udara yang dinyatakan oleh parameter kelembapan udara relatif.
Pada beberapa hari terakhir, tingginya kelembapan udara relatif menyebabkan peningkatan proses adsorpsi yang dalam istilah teknisnya merujuk pada perubahan wujud dari gas menjadi partikel. Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi PM2.5 yang difasilitasi oleh kadar air di udara.
Keempat, selain itu, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.
Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring.
Urip mengingatkan, peningkatan konsentrasi PM2.5 yang berdampak pada penurunan kualitas udara di Jakarta ini memberikan pengaruh negatif pada individu yang memiliki riwayat terhadap gangguan saluran pernapasan dan kardiovaskuler.
“Karena itu, masyarakat diimbau untuk dapat mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menggunakan pelindung diri seperti masker yang sesuai untuk dapat mengurangi tingkat paparan terhadap polutan udara,” pungkasnya.