Jakarta, Technology-Indonesia.com – Jumlah penderita kanker di seluruh dunia terus meningkat signifikan. International Agency for Research on Cancer, World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 18,1 juta kasus kanker baru dan 9,6 juta kematian terjadi pada 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan menunjukkan, prevalensi kanker meningkat dari 1.4% pada tahun 2013 menjadi 1.8% di tahun 2018.
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI), Ratih Pangestuti mengatakan faktor resiko kanker bisa disebabkan karena faktor genetik, karsinogen, maupun perilaku/gaya hidup yang tidak sehat. Kanker yang sangat rentan terjadi pada perempuan adalah kanker payudara dan kanker mulut rahim. Sementara pada laki-laki, adalah kanker paru-paru.
Beragam obat anti-kanker, lanjutnya, telah tersedia dan sekitar 60% obat anti-kanker berasal dari alam yaitu tumbuhan, hewan, dan lain-lain. Empat obat anti-kanker komersial yang ada di dunia berasal dari laut dan dikembangkan oleh perusahaan farmasi dari Spanyol, Amerika, dan Jepang.
Sebagai negara kepulauan, perairan Indonesia memiliki kekayaan biota laut seperti sponge, kelinci laut, tunikata, karang lunak, rumput laut, sampai moluska. ”Organisme laut tadi adalah sumber senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai kandidat agen anti-kanker,” jelas Ratih pada Media Briefieng “Pemanfaatan Teknologi dan Potensi Sumber Daya Hayati untuk Pencegahan Kanker” di Jakarta, pada Senin (4/2/2019).
Kegiatan yang bertepatan dengan Peringatan Hari Kanker Sedunia menjadi momentum tepat untuk menyebarluaskan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kanker. LIPI memadukan pemanfaatan teknologi dan potensi sumber daya hayati Indonesia sebagai solusi untuk pencegahan penyakit kanker.
Ratih memaparkan, Indonesia juga terletak di wilayah strategis antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta berada di jantung kawasan segitiga terumbu karang yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di bumi.
“Untuk itu P20 LIPI berusaha menggali potensi flora dan fauna laut Indonesia, salah satunya Sponge. Kami berhasil mengindentifikasi beberapa senyawa aktif yang potensial untuk dikembangkan sebagai anti-kanker,” paparnya.
Namun, menurut Ratih ada sejumlah kendala dalam bioprospeksi sponge diantaranya karena pertumbuhan sponge yang lambat sehingga terbentur dengan faktor konservasi dan lingkungan. Kendala teknis terkait bioprospeksi karena membutuhkan materi dalam jumlah besar. “Karena itu kami mengembangkan mikroorganisme yang berasosiasi dengan sponge dan deep-sea microbes sebagai kandidat anti-kanker,” lanjutnya.
Selain sponge, fauna lain yang berpotensi sebagai anti-kanker adalah teripang. Teripang merupakan jenis timun laut (sea cucumber) yang memiliki nilai komersial atau dapat dikonsumsi oleh manusia. Indonesia merupakan produsen teripang terbesar di dunia dengan 47% teripang jenis Holothuroidea.
Meskipun Indonesia merupakan produsen teripang terbesar di dunia, namun teripang untuk pangan atau anti-kanker belum berkembang. Di lain sisi, produk suplemen teripang dari luar negeri melimpah antara lain dari Malaysia.
“Untuk itu P2O LIPI memetakan data potensi baik itu biodiversitas, aktivitas farmakologi, dan substansi aktifnya serta mengembangkan prototipe produk pangan sehat berbasis teripang, dan mengembangkan teknologi budidaya. Saat ini, P20 LIPI telah mengkoleksi 50 jenis teripang untuk diidentifikasi senyawa aktifnya dan aktivitas anti-kanker,” tutur Ratih.
Potensi lainnya adalah mikroalga dan makroalga/rumput laut. Indonesia memiliki 1000 spesies rumput laut, namun masyarakat lebih mengenal 5 spesies rumput laut komersial. Senyawa anti-kanker pontensial dari rumput laut antara lain klorofil, karotenoid, asam fenol, mycosporine like amino acid (MAA), flavonoid, Alkaloid, Saponin, dan lain-lain.
Menurut Ratih, LIPI berkomitmen untuk meneliti dan mengembangkan bahan aktif dari organisme laut sebagai agen anti-kanker serta sumber pangan untuk mencegah penyakit kanker. ”Konsep pangan tersebut didefinisikan sebagai pangan atau komponen makanan yang berfungsi untuk meningkatkan kondisi ketahanan tubuh dan mengurangi resiko terjangkitnya berbagai macam penyakit antara lain kanker,” ungkapnya.
Saat ini LIPI bekerjasama dengan perusahaan farmasi asal Spanyol, Pharma Mar untuk pengembangan bahan baku obat dari organisme laut.
Terkait deteksi dini penyakit kanker, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI telah mengembangkan Kit Deteksi Biomarker Kanker Payudara Her-2. Pada kanker payudara terdapat 3 gen yang menjadi penyebab muculnya kanker yakni estrogen receptor, progresteron receptor dan human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) receptor.
”Deteksi ini untuk mendapatkan langkah selanjutnya ke arah penentuan pasien untuk terapi tertarget dengan trastuzumab,” tegas Desriani, peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.
Dirinya menjelaskan, penelitian yang dilakukan di LIPI adalah pembuatan protein interferon alfa-2a non fusi dan interferon alfa-2a fusi dengan human serum albumin. ”Protein ini memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel kanker,” terangnya.
Destriani mengungkapkan, kit diagnostic penentuan status HER-2 ini telah berhasil divalidasi dengan metoda gold standar CISH. Tingkat kesesuaiannya tinggi yaitu 86 persen.