PPKM + Inovasi Teknologi Kesehatan, Formulasi Indonesia Tangguh Lawan Covid-19

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat diberlakukan di Jawa dan Bali, mulai 3 hingga 20 Juli 2021, akibat lonjakan virus corona yang cepat imbas varian baru. PPKM Darurat atau sebelumnya dikenal dengan lockdown diyakini paling efektif dalam melawan Covid-19.

Saat Indonesia secara resmi melaporkan kasus pertama Covid-19 pada Maret 2020, seluruh elemen masyarakat baik itu pemerintah hingga swasta segera bergerak melakukan segala upaya dalam melawan pandemi ini. Tiga bulan berselang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan inovasi kesehatan penanganan Covid-19 karya anak bangsa. Momen itu diharapkan mampu menjawab tantangan pemerintah dalam menangani pandemi.

Awal tahun 2021, Presiden mendapatkan vaksin dosis pertama dan merupakan simbol bahwa negara ini akan segera sehat. Momen tersebut seharusnya menjadi bahan bakar baru bagi para pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) untuk terus mengembangkan inovasi teknologi kesehatan dalam penanganan Covid-19. Dukungan Iptek seharusnya menjadi driver/pengungkit bagi pemerintah untuk mempercepat fokus pemulihan ekonomi.

Inovasi teknologi kesehatan dalam penanganan Covid-19 seyogyanya dapat terus berlangsung secara sustainable. Seluruh pihak baik pemerintah, perguruan tinggi, industri, hingga komunitas memiliki tanggung jawab untuk terus melahirkan inovasi teknologi kesehatan yang mampu meng-improve kualitas hidup masyarakat, terlebih kita diprediksi akan hidup berdampingan dengan virus ini hingga beberapa tahun kedepan.

Inovasi Berkelanjutan

Sebagai salah satu penyelenggara Iptek di Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) turut berperan aktif dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Sesuai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) Pasal 42, BPPT diberikan amanah untuk menjalankan tugas dan fungsi berburu inovasi, dan dalam kasus kali ini yaitu penanganan Covid-19.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan perburuan inovasi dilandasi semangat BPPT Solid Smart Speed. Solid bersama seluruh penyelenggara Iptek, tanpa mengkotak-kotakkan institusi, bekerja bersama menghasilkan inovasi teknologi Covid-19 yang smart dengan tingkat speed tinggi agar segera bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak, serta menjadikan Iptek sebagai penghela pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional.

Perburuan inovasi BPPT kala awal pandemi lalu pun menghasilkan lima teknologi kesehatan Covid-19 yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi bersama dengan empat lainnya. Kelima inovasi tersebut diantaranya Rapid Test Kit, PCR Test Kit, Mobile Lab BSL-2, Ventilator Darurat, hingga penerapan Kecerdasan Artifisial dalam deteksi Covid-19.

Hammam menjelaskan kelima produk tersebut dihasilkan dengan tujuan memperkuat upaya upaya 3T (testing, tracing, treatment) pemerintah, yang kala itu mengalami kesulitan mendapatkan pasokan alat tes dari luar negeri.

“Kehadiran inovasi seperti ini seharusnya dapat kembali muncul, tidak hanya dari BPPT saja, namun juga dari semua penyelenggara IPTEK, terlebih Indonesia sudah memasuki gelombang kedua Covid-19,” kata Hammam dalam siaran pers, pada Sabtu (10/7/2021).

Para penyelenggara Iptek, lanjut Hammam, seharusnya dapat lebih lantang menyuarakan hasil inovasinya, bahkan lebih gencar membangun jejaring proses bisnis agar hasil karyanya dapat segera dirasakan oleh masyarakat banyak, terlebih dalam kondisi darurat seperti ini.

Peran ekosistem inovasi yang dulu sempat diorkestrasi BPPT melalui Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan Covid-19 (TFRIC-19) seakan dirindukan kembali kehadirannya oleh bangsa ini. Kepala BPPT kala itu menyebut TFRIC-19 bukanlah superman, tapi superteam yang mampu mempercepat komersialisasi produk inovasi dari hulu ke hilir.

Dirinya membandingkan, dalam kondisi normal sebuah produk inovasi membutuhkan waktu paling cepat selama satu tahun. Namun dengan sinergi pentahelix, produk inovasi bisa langsung dinikmati masyarakat dalam kurun waktu 3 bulan saja. Kondisi tersebut dapat tercapai atas dukungan bersama semua pihak, mulai dari regulator, inventor, industri, komunitas, hingga market yang siap menyerap teknologi tersebut.

Hammam menilai PPKM Darurat yang diberlakukan pemerintah seharusnya menjadi wake up call bagi para penyelenggara Iptek untuk kembali menghilirisasikan inovasi teknologi karya anak bangsa kepada masyarakat. Hal ini bisa mulai dilakukan dengan pemanfaatan teknologi ventilator darurat yang telah diserap oleh Industri.

Sebut saja ventilator produksi PT LEN, PT Dharma dan PT Poly Jaya yang ketiganya menggunakan hasil rekayasa desain BPPT, kemudian juga ada karya dari perguruan tinggi seperti UI, ITB, dan UGM. Produk siap edar tersebut seharusnya bisa menjadi oase dalam menghadapi masalah kelangkaan oksigen di tanah air.

Selain ventilator, BPPT juga mengembangkan rapid diagnostic test berbasis lateral flow assay yang mampu melakukan deteksi dini virus Covid-19 dalam jangka waktu relatif cepat dibanding produk sejenis lainnya, yaitu hanya dalam waktu 15 menit. Dengan produk inovasi karya BPPT diharapkan mampu menjawab penetapan diagnosis dalam jangka waktu lebih cepat dan akurat.

Alat tes cepat antigen seperti ini sangatlah dibutuhkan di tengah melonjaknya kasus Covid-19 gelombang ke dua saat ini. Kemampuan produksi rapid test antigen perusahaan lokal saat ini telah mencapai 6,4 juta per bulan, melebihi perkiraan kebutuhan sebesar 4,38 juta – 4,56 juta per bulan, dimana salah satu produk yang akan menjadi unggulan yaitu produk inovasi BPPT yang akan diproduksi oleh mitra industri.

Dalam gelombang Covid yang kedua ini, BPPT juga sedang mengembangkan Direct Digital Radiography (DDR) Madeena, sebuah alat radiografi sinar-x yang memungkinkan menentukan status pasien terpapar Covid-19 dalam tingkatan ringan (mild), sedang (moderate) atau berat (severe).

Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), terdapat 8.000 alat rontgen (x-ray) yang tersebar di berbagai fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) dan 6.000 diantaranya merupakan alat rontgen konvensional yang berpotensi digantikan oleh DDR. Harga DDR yang mahal menjadi salah satu alasan banyak fasyankes yang belum beralih ke alat rontgen modern ini. Sementara selama ini sebagian besar kebutuhan DDR rumah sakit di Indonesia dipasok oleh produk impor berbagai merek.

Dengan citra radiografi format digital yang dihasilkan DDR Madeena memungkinkan diterapkannya kecerdasan artifisial (artificial intelligence – AI) untuk mempercepat dokter radiologis mendapatkan alternatif keputusan diagnostik. Formasi DDR Madeena akan dikembangkan menjadi platform pengembangan layanan radiografi digital regional/nasional yang menghubungkan suatu jaringan antar rumah sakit sehingga pelayanan pasien dapat dilakukan secara cepat, efisien, efektif dan produktif.

Pasien dapat diarahkan menuju fasilitas DDR terdekat untuk mendapatkan layanan radiografi. Kemudian citra pasien yang dihasilkan dikirimkan ke cloud server untuk selanjutnya diakses oleh dokter radiologis melalui jaringan pusat layanan kesehatan, dengan demikian mobilitas pasien dan dokter dapat direduksi.

“Sudah sepatutnya ekosistem inovasi khususnya dalam penanganan Covid-19 dapat kembali hadir dengan produk inovasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mampu memicu tumbuhnya industri kesehatan lokal dengan nilai tingkat kandungan dalam negeri yang tinggi,” ujarnya.

Dirinya juga menyampaikan inovasi teknologi yang dihasilkan haruslah didukung dengan kajian kebijakan teknologi yang merupakan bagian dari science-based policy dan merupakan ruh pelaksanaan UU Sisnas Iptek.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author