Produk hasil litbang Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), berupa Renograph — alat pencacah ginjal, yang sudah berada di RS Annur, Yogyakarta, sejak setahun lalu hingga kini belum bisa dioperasionalkan. Penyebabnya, belum dapat izin operasi dari Kementerian Kesehatan.
“Ya sampai sekarang tidak bisa digunakan. Padahal ini sudah terbukti dan diujicobakan kecanggihan peralatan ini. Karenanya harus disamakan persepsinya. Mungkin karena ini hasil litbang Batan, bukan luar negeri,” kata Ir. Falconi Margono Sutarto, Deputi Bidang Pengembangan Hasil Litbang dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir (PHLPN) Batan, Senin (22/4), usai dilantik oleh Kepala Batan, Prof. Djarot S Wisnubroto, di Jakarta.
Sebagai deputi baru, ia pun bertekad menuntaskan sejumlah persoalan di bidang non pangan itu, terutama kesehatan. Sosialisasi dengan saling memberi informasi antara stakeholder pun terus diintensifkan, mengingat masih banyak yang kurang tuntas terkait izin-izin dari pihak-pihak luar.
“Ini masalah yang sama dengan sebelum-sebelumnya. Memang setelah mendapat izin, akhirnya banyak yang pesan dan diproduksi massal. Karena itu, birokrasi seperti ini perlu dipersingkat karena manfaatnya cukup besar bagi masyarakat,” tambahnya.
Selain masalah tersebut yang akan diselesaikan kedeputiannya, yakni meningkatkan image Batan yang ‘lebih ke luar’. Selama ini, ketika mendengar Batan, masyarakat berpikirnya Batam. Kerap juga diidentikkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) atau hal-hal yang bersifat tidak damai.
“Karenanya, desiminasi atau sosialisasinya harus diberikan dengan materi dan cara yang lebih familiar,” tambahnya.
Harus diingat teknologi nuklir tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bahan peledak atau senjata nuklir. Namun, juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan benih padi unggul yang tahan hama, produksinya tinggi, dan umurnya pendek.
Pihaknya juga akan lebih mengintensifkan kerja sama dengan daerah-daerah agar hasil desiminasi ini lebih dikenal rakyat. Sebut saja aplikasi MBE, mesin berkas elektron, yang dapat memperkuat rantai karet. Dengan begitu, image masyarakat terhadap iptek nuklir untuk tujuan dama.
“Hal lainnya yang harus dituntaskan, gap antara SDM muda dan tua yang masih besar. Karenanya, yang tua harus mentransfer ilmunya kepada yang muda. Yang muda diberi motivasi dengan bersekolah lagi dan training. Ini sejalan dengan program Kementerian Ristek yang memberikan beasiswa kepada SDM di bawah Ristek,” ujarnya. (tety)