TechnologyIndonesia.id – Di era digital, penggunaan data pribadi semakin rentan terhadap potensi penyalahgunaan dan pelanggaran privasi oleh oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Karena itu, menjadi hal yang krusial bagi masyarakat untuk menjaga keamanan data yang dimiliki.
Beberapa aktivitas flexing tanpa disadari dapat menimbulkan kebocoran data seperti upload foto plat nomor mobil maupun tiket konser kerapkali digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap bahaya pencurian identitas sampai dengan penipuan digital.
Survei edukasi pelindungan data pribadi (PDP) yang dilakukan MarkPlus pada 2025 dengan 504 responden yang tersebar di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 99,2% responden menyadari pentingnya pelindungan data pribadi.
Meskipun demikian, mengacu kepada laporan survei status literasi digital Indonesia di tahun 2022 yang dipublikasikan Kominfo, tidak dapat dipungkiri bahwa indeks digital safety yang dimiliki masyarakat Indonesia masih berada pada skor 3.12 dari skala 5.
Saat ini, media sosial memiliki peran penting yang digunakan oleh masyarakat dalam berbagai hal. Bahkan, sebanyak 96,4% sumber informasi pelindungan data pribadi didapatkan oleh masyarakat dari media sosial, terbanyak dibandingkan dengan sumber lainnya seperti website dan email.
Ditambah lagi, media sosial menduduki peringkat kedua sebanyak 36,5% setelah contact center instansi terkait (71,4%) sebagai pihak yang dihubungi ketika mengalami kasus pelindungan data pribadi.
Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah di tahun 2025 dapat berimplikasi kepada upaya pelindungan data pribadi. Karena itu pemerintah dan lembaga pemerintah harus berkolaborasi di berbagai sektor untuk mengatasi potensi kelemahan pelindungan data, terutama dalam layanan publik.
Berdasarkan data tersebut, MCorp menggelar Industry Roundtable yang mengangkat tema Edukasi Pelindungan Data Pribadi dalam Layanan Publik di Philip Kotler Theater, Jakarta pada Kamis (21/2/2025).
Direktur Strategi dan Kebijakan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Syofian Kurniawan dalam opening speech memberikan dukungan mengenai pentingnya edukasi pelindungan data pribadi bagi masyarakat.
“Literasi digital masyarakat Indonesia terkait digital safety masih rendah, hal ini menjadi tantangan negara kita dan dibutuhkan kolaborasi dalam mengatasi tantangan yang dihadapi,” ucap Taufik, Group CEO of MCorp saat membuka diskusi.
Diskusi ini juga menghadirkan pembicara ahli, yakni Hafiz Noer selaku Head of Research Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM. Penjelasan mengenai perjalanan pelindungan data pribadi di Indonesia menjadi titik pembahasan, yang dimulai dari UUD 1945 sampai dengan UU Nomor 27 Tahun 2022 mengenai Pelindungan Data Pribadi (PDP).
Mengacu pada kondisi saat ini, Indonesia masih memiliki beberapa regulatory gap pada UU PDP yang dapat diselesaikan, yaitu ketiadaan penjelasan tentang pemegang tanggung jawab utama atas PDP, denda administratif yang tidak diatur bagi sektor publik jika melakukan pelanggan PDP, serta kekosongan dan independensi otoritas PDP.
Selanjutnya, mengubah konsep data sensitif menjadi data spesifik; mengeluarkan data orientasi seksual dan pandangan politik. Serta, sanksi pidana tidak berlaku bagi badan publik (padahal mekanisme ini sudah dikenal dalam UU Keterbukaan Informasi Publik).
“Proses harmonisasi direncanakan selesai pada bulan keempat Februari 2025 diharapkan dapat memberikan jaminan hukum yang kuat dan adanya otoritas pelindungan data pribadi yang dapat membantu keamanan masyarakat, sehingga pemerintah memiliki peran penting,” ujar Hafiz Noer.
Sambil menunggu munculnya RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah), di era efisiensi anggaran, dibutuhkan kreativitas dan inovasi pelindungan pribadi.
Selain memahami data pribadi yang perlu dilindungi sejak penduduk Indonesia lahir hingga meninggal, memetakan data pribadi ke dalam dua kelompok besar, juga memetakan peran yang bisa dilakukan dalam pelindungan pribadi.
Langkah ini akan mendukung pengembangan dan eksekusi strategi pelindungan pribadi di tengah efisiensi anggaran.
Lembaga pemerintah dapat berperan aktif dalam menciptakan sistem PDP dengan membangun strategi pelindungan sebagai berikut:
1. Strategi Preventif yang berfokus pada edukasi
Strategi yang melibatkan seluruh lembaga pemerintah untuk berkolaborasi dengan sektor industri yang terkait. Hal tersebut didukung dengan adanya upaya peningkatan literasi pelindungan data pribadi dan menjadi fundamental penting di ranah edukasi dengan pemanfaatan teknologi.
2. Strategi Kuratif yang berfokus kepada upaya penanganan
Strategi yang menekankan kepada pengembangan regulasi serta badan penanganan dan adanya sistem pelaporan dan respons dari insiden pelindungan data pribadi. Kolaborasi dalam pelaporan insiden, penanganan insiden, sampai dengan penyelesaian dan penerapan sanksi dapat dilakukan.
3. Strategi Apresiatif yang berfokus kepada upaya penghargaan yang diberikan
Strategi penghargaan atas upaya aktif edukasi pelindungan data pribadi yang ada serta menumbuhkan ekosistem kepatuhan pelindungan data. Hal tersebut dapat berupa insentif, sertifikasi, sampai dengan awarding.
Diskusi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan literasi digital di kalangan masyarakat serta pemangku kepentingan. Dengan adanya strategi yang terstruktur dan keterlibatan berbagai pihak, diharapkan sistem PDP di Indonesia menjadi semakin kuat dan efektif dalam mengurangi risiko kebocoran data. (Ilustrasi pixabay.com/geralt)
Upaya Pelindungan Data Pribadi di Era Efisiensi
