Teknologi Pengenalan Suara dan Ekspresi Wajah Dukung Aktivitas Penyandang Disabilitas

TechnologyIndonesia.id – Kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) tidak hanya mengubah cara manusia bekerja dan berinteraksi, tetapi juga membuka peluang besar bagi penyandang disabilitas untuk hidup lebih mandiri dan produktif. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengembangkan riset berbasis AI untuk mendukung aktivitas penyandang disabilitas di Indonesia.

Riset berbasis AI yang dikembangkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diantaranya adalah speech recognition (pengenalan suara) dan facial expression recognition (pengenalan ekspresi wajah), untuk mendukung aktivitas penyandang disabilitas.

Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN, Anto Satriyo Nugroho menjelaskan bahwa BRIN telah melakukan berbagai riset untuk mendukung mobilitas dan kemandirian disabilitas.

“Kecerdasan artifisial memiliki peran yang sangat potensial dalam menyempurnakan riset-riset tersebut,” kata Anto Webinar PRKAKS #03 Tahun 2025 yang mengangkat topik “Peran Serta Riset Berbasis Kecerdasan Artifisial (AI) untuk Mendukung Aktivitas Kawan Disabilitas” pada Rabu (8/10/2025).

Dia berharap, webinar ini dapat menjadi sarana kolaborasi dan diskusi antara para peneliti, praktisi, dan rekan-rekan disabilitas sendiri untuk melihat potensi riset dan inovasi berbasis AI yang dikembangkan agar relevan dan bermanfaat.

Peneliti Ahli Utama PRKAKS BRIN, Hilman Ferdinandus Pardede, menjelaskan bagaimana AI membantu penyandang disabilitas melalui pengenalan ucapan yang lebih alami dan efisien. Speech recognition membantu penyandang disabilitas yang kesulitan mendengar, khususnya dalam meningkatkan aksesibilitas komunikasi dan interaksi dengan perangkat digital.

Dia menyoroti perkembangan teknologi pengenalan suara yang semakin akurat berkat kemajuan kecerdasan artifisial dan machine learning. Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi, seperti perbedaan aksen, kondisi lingkungan bising, keterbatasan data bahasa lokal, serta isu privasi dan keamanan data suara.

Speech recognition membuat komunikasi menjadi lebih alami dan manusiawi. Tidak perlu menyentuh atau melihat, cukup dengan suara,” jelasnya.

Hilman menambahkan riset di bidang pengenalan suara masih menghadapi tantangan besar, seperti adaptasi terhadap berbagai aksen, kebisingan lingkungan, dan kondisi pengguna yang beragam.

“Inovasi yang efisien dan hemat sumber daya sangat penting agar teknologi ini dapat diakses lebih luas, termasuk oleh pengguna dengan perangkat sederhana. Dengan begitu, AI benar-benar menjadi sarana pemerataan akses teknologi,” kata Hilman.

Pada kesempatan tersebut, Perekayasa Ahli Madya PR KAKS BRIN, Gembong Satrio Wibowanto memaparkan riset dan penerapan teknologi facial expression recognition (FER) berbasis kecerdasan artifisial sebagai inovasi yang mendukung penyandang disabilitas, terutama dalam memahami dan merespons ekspresi wajah untuk membantu komunikasi nonverbal.

Facial expression recognition menjadi salah satu bidang yang menarik karena bisa membantu mereka yang mengalami kesulitan berkomunikasi secara verbal,” ujar Gembong.

Teknologi ini memungkinkan sistem digital mengenali emosi atau kondisi pengguna melalui ekspresi wajah, sehingga dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan inklusif, terapi, maupun asistensi harian.

Meski potensinya besar, Gembong menyoroti tantangan teknis seperti variasi ekspresi antar-individu, keterbatasan dataset yang representatif, serta pentingnya menjaga privasi dan etika penggunaan data wajah agar teknologi ini benar-benar membawa manfaat sosial yang luas.

“Teknologi ini diharapkan mampu mendeteksi emosi pengguna secara akurat sehingga interaksi antara manusia dan mesin dapat berlangsung lebih empatik dan intuitif,” harap Gembong.

Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, Rachmita Maun Harahap, menyoroti pentingnya perspektif hak dalam pengembangan teknologi. Dia menekankan teknologi harus dimanfaatkan untuk memperjuangkan kesetaraan, bukan sekadar bentuk belas kasihan.

“Teknologi itu bukan belas kasihan, tapi alat untuk memperjuangkan kesetaraan,” ungkap Rachmita. Berbagai inovasi berbasis AI seperti speech-to-text dan text-to-speech, telah membawa dampak besar bagi penyandang disabilitas netra maupun rungu.

“Teknologi tersebut tidak hanya mempermudah komunikasi, tetapi membuka peluang baru dalam dunia pendidikan dan pekerjaan. Kebijakan publik yang berpihak serta keterlibatan komunitas disabilitas dalam proses riset menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan ekosistem teknologi yang benar-benar inklusif,” pungkas Rachmita.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author