Jimbaran, Technology-Indonesia.com – Untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan startup di Indonesia, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) memiliki Direktorat Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) atau teknologi berbasis startup. Melalui Program PPBT, Kemenristek membekali pendiri startup dengan pendanaan usaha, keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan sehingga dapat meminimalisir kegagalan dan menjadi startup yang berkualitas.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang P. S. Brodjonegoro menerangkan prosesnya diawali menyeleksi pre-startup dari sekian banyak pihak yang melamar dengan berbagai ide untuk menjadi startup. Pre-startup yang akan mendapatkan pendanaan terpilih berdasarkan visibility proposalnya serta kemampuan dari sumber daya manusianya.
“Kita harapkan ide yang barangkali masih dalam pikiran atau wacana mereka bisa diterjemahkan menjadi produk yang lebih kongkret. Jika mereka sudah bisa mewujudkkan produk yang kongkrit, maka akan diseleksi lagi agar menjadi startup,” terang Menristek/Kepala BRIN di sela NextICorn International Summit 2019 di Jimbaran HUB, Bali pada Jumat (15/11/2019). Acara ini bertujuan mempertemukan perusahaan rintisan terbaik di Indonesia dengan investor ternama dari dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya, startup yang lolos seleksi menjadi startup akan dibina dalam inkubator yang langsung di bawah kemenristek maupun inkubator yang sifatnya lokal. Inkubator ini dipilih oleh Kemenristek agar proses pembinaan berjalan dengan baik. Setelah lulus mereka menjadi perusahaan lanjutan berbasis teknologi atau startup yang mulai mature dan tetap mendapatkan pendanaan untuk bisa mengembangkan diri.
“Startup ini yang akan kita bawa ke kegiatan seperti Nextlcorn ini karena kita berharap startup yang mature ini bisa menjadi next unicorn. Mungkin butuh waktu lama tetapi mereka harus kita jaga tracknya agar tidak lepas dari upaya kita menciptakan next unicorn. Dengan adanya proses startup ini kita bisa mencetak lebih banyak inovasi,” lanjut Bambang.
Yang menarik menurutnya, sebagian besar pelaku di pre-startup adalah mahasiswa aktif. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki bibit entrepreneur atau technopreneur yang cukup banyak di kalangan mahasiswa yang punya cukup daya tahan untuk mengembangkan ide mereka menjadi inovasi hingga menjadi real startup.
Saat ini startup yang dibina Kemenristek berjumlah 1307, dengan rincian 749 startup dan 558 pre-startup yang sebagian besar berbasis teknologi terutama Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Beberapa startup yang bina Kemenristek, terangnya, sudah ada yang income-nya di atas Rp 1 miliar setahun.
Selain startup digital, pihaknya ingin startup dengan teknologi lain juga berkembang. “Kalau kita hanya memperkuat e-commerce nanti apa yang akan dijual. Jangan sampai e-commerce membawa import terlalu banyak di barang konsumsi. Nah kita harus isi dengan startup di bidang industri berbasis teknologi,” lanjutnya.
Menristek/Kepala BRIN menargetkan pada tahun depan akan muncul 2 unicorn karena sudah ada startup yang capaiannya mendekati batas unicorn. Untuk itu, pihaknya akan terus melakukan pembinaan dan memfasilitasi mereka agar dapat funding. Sebab, untuk mempercepat upaya menjadi unicorn mereka harus punya investment yang lebih kuat dan ini bisa difasilitasi pemerintah.
“Bukan uang pemerintah tetapi kita memfasilitasi dan meyakinkan investor bahwa berinvestasi di Indonesia itu menarik dan nyaman. Kedua, ini ada potensial partner yang punya opportunity besar. Kita bisa menunjukkan startup yang menurut kita sudah ready untuk ditarik jadi unicorn,” terangnya.
Mengenai tantangan serta hambatan dalam pengembangan startup menjadi unicorn, menurut Bambang ada tiga hal. Pertama dari sumber daya manusia (SDM) karena untuk menjadi unicorn maka kegiatan penelitian dan pengembangan harus kuat. “Itu membutuhkan sdm terutama di bidang TIK yang banyak dan kuat. Pemerintah dalam pendidikan baik umum atau vokasi salah satunya akan fokus ke sana sehingga pelan-pelan kebutuhan ketergantungan terhadap tenaga ahli luar bisa digantikan tenaga domestik,” terangnya.
Kedua, adalah pendanaan karena investor dalam negeri masih ada keterbatasan atau belum terlalu bisa mengukur risiko dari bisnis digital sehingga tetap dibutuhkan investor dari luar. Ketiga, pemerintah harus terus menerus memperbaiki regulasi supaya tidak terjadi gesekan antara yang online dan tradisional karena keduanya harus harmonis.
Lima tahun kedepan secara umum, pihaknya ingin berpartisipasi dalam transformasi ekonomi Indonesia agar mulai bergeser dari yang tadinya efficiency based and resources economy menjadi innovation based economy. “Inovasi akan difokuskan pada tiga hal yaitu teknologi tepat guna yang menolong masyarakat banyak, inovasi untuk hilirisasi sekaligus nilai tambah, dan inovasi dalam konteks substitusi impor untuk meningkatkan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri),” pungkasnya.