Ketergantungan pada teknologi asing membuat penyadapan terhadap Indonesia masih besar. Kemandirian teknologi seharusnya menjadi solusi agar penyadapan terhadap pejabat pemerintah Indonesia dapat diminimalisir.
Kepala Balai Ipteknet Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Irwan Rawal Husdi, mengatakan Indonesia perlu membangun infrastruktur sistem informasi yang kuat untuk mencegah adanya penyadapan.
Infrastruktur sistem informasi yang kuat dapat mencegah terjadinya penyadapan data-data penting pemerintahan. Menurutnya, sebagian besar bobolnya sistem informasi, disebabkan kelalaian dari penggunanya sendiri. “Untuk itu, kami terus mengupayakan adanya “Government Secure Information” (GSI) yang menghubungkan antar instansi pemerintah,” ujar Irwan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/11).
Sistem GSI adalah sistem tertutup, namun untuk pihak luar menggunakan akses yang terbuka dengan infrastruktur yang berbeda pula. BPPT telah mencoba membuat pusat data tertutup di Serpong. Dengan sistem tersebut, Irwan menjamin keluar-masuknya informasi terjaga karena melalui satu pintu. “Jadi keamanannya lebih dijamin dan lebih mudah karena dilakukan dalam satu tim,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Sistem Komunikasi Multimedia BPPT, Kelik Budiana menerangkan bahwa Teknologi GSM mudah disadap karena banyak celah. Penyadapan bisa dilakukan, ketika data sedang berjalan ataupun membuat Base Transceiver Station (BTS) palsu. “Oleh karena itu, perlu dilakukan enkripsi atau pembungkusan data pesan yang disampaikan tersebut,”katanya.
Aplikasi enkripsi perangkat telepon seluler perlu digunakan oleh Presiden dan jajarannya. Dengan enkripsi, apa yang disampaikan Presiden tidak sama dengan yang diterima oleh si penerima pesan. Untuk membukanya perlu didekripsi melalui kunci-kunci yang hanya diketahui oleh penerima pesan. “Aplikasi itu sudah lama tersedia dan keamanannya sangat tinggi,” lanjutnya.
Pada kesempatan tersebut, BPPT dan Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI) menyarankan kepada pemangku kebijakan terkait, untuk melakukan audit teknologi komunikasi dan informasi yang digunakan selama ini.
Sekretaris Jenderal IATI Arya Rezavidi mengatakan, teknologi asing dipahami betul oleh negara pembuatnya. Sehingga kemungkinan terjadi penyadapan sangat besar. Tentara Indonesia memakai GPS. Siapa yang mengembangkan GPS akan tahu dimana posisi tentara kita. “Kalau terus tergantung teknologi buatan luar negeri, negeri kita tetap akan rentan disadap,” tegasnya.
Indonesia sebenarnya mampu membuat teknologi komunikasi sendiri. Teknologi itu menggunakan perangkat lunak dan jaringan sendiri. BPPT misalnya, sejak beberapa tahun lalu sudah mengembangkan Government Secure Intranet (GSI) dengan teknologi keamanan yang tinggi. “Tapi belum banyak instansi yang menggunakannya,” ujarnya.
Menurutnya, sejauh ini penggunaan teknologi oleh pemerintah masih banyak dipengaruhi oleh vendor. Sebaiknya, pengadaan teknologi tidak berasal dari satu vendor. Teknologi yang tidak terlindungi rentan terjadi penyadapan atau kebocoran informasi seperti data sumber daya alam, data kependudukan, dan lain-lain. Teknologi memang tidak bisa mengetahui apakah sedang disadap atau tidak, tetapi teknologi bisa mencegah pihak lain melakukan penyadapan.
Aswin Sasongko, Dewan Pakar IATI menyampaikan mengenai tidak adanya ketentuan yang melarang suatu negara menyadap komunikasi pejabat tinggi negara lain. Untuk itu, negara harus meningkatkan kemampuan mencegah penyadapan. “Kita membutuhkan audit teknologi untuk pengamanan komunikasi pemerintah,” kata Aswin. Sumber Humas BPPT