Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto (tengah) bersama Anggota Komisi VII DPR Kurtubi, dan Director General WNA Agneta Rising di sela Seminar World Nuclear Spotlight di Hotel JW Mariot, Jakarta, Rabu (7/2/2018)
Jakarta, Technology-Indonesia.com – World Nuclear Association (WNA) bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menggelar Seminar World Nuclear Spotlight di Hotel JW Mariot, Jakarta. Seminar ini bertujuan mempertemukan para pimpinan komunitas nuklir global dengan perwakilan pemerintah, lembaga penelitian, BUMN, industri nasional dan universitas untuk mendukung program nuklir di Indonesia.
Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan Indonesia menjadi anggota WNA sejak tiga tahun lalu. Batan memilih menjadi anggota WNA karena dari organisasi internasional ini, Batan bisa mendapatkan banyak data yang tidak bisa didapatkan secara terbuka.
Menurut Djarot, WNA memiliki banyak anggotanya dari pihak swasta, mulai dari pengusaha reaktor, pengusaha bahan bakar dan pendukung lainnya. WNA juga mempunyai data yang cukup bagus dan lengkap.
“Jadi tinggal kita kalau memang, sekali lagi kalau kita memang akan membangun PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) otomatis kita tinggal minta data lengkap dari WNA. Kira-kira mana yang pas untuk indonesia dalam memilih pihak ketiga,” ungkap Djarot di sela-sela Seminar World Nuclear Spotlight di Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Dalam seminar ini WNA melakukan pengenalan mengenai energi nuklir dengan mengajak beberapa anggota WNA mulai dari Rusia, Tiongkok, dan beberapa negara lain dari Uni Emirat Arab. Dalam seminar ini juga dipaparkan pemanfaatan energi nuklir di banyak negara di dunia,.
Berdasarkan data Badan Tenaga Atom Internasional/International Atomic Energy Agency (IAEA) tahun 2018, Amerika Serikat merupakan negara dengan jumlah PLTN terbesar di dunia yakni 99 unit diikuti oleh Perancis di urutan kedua dengan total 58 unit PLTN.
Penggunaan energi nuklir untuk pembangkitan listrik masih didominasi negara-negara Eropa, Amerika Utara, dan beberapa negara maju di Asia seperti Cina, Jepang, India, dan Korea Selatan. Namun perkembangan penggunaan energi nuklir bergerak cukup dinamis dengan dibangunnya unit-unit PLTN baru di 15 negara.
Rencana pembangunan PLTN di Indonesia telah dimulai sejak lama. Berbagai persiapan baik yang terkait dengan pemilihan lokasi PLTN, penyiapan SDM yang andal, perhitungan keekonomian sampai evaluasi infrastruktur PLTN telah dilakukan. Berdasarkan studi tersebut, dua lokasi di Pulau Bangka telah dinyatakan layak. Studi kelayakan PLTN di Pulau Bangka ini merupakan studi kelayakan PLTN termutakhir dan tapak Bangka menjadi tapak yang paling siap sebagai lokasi pembangunan PLTN.
Pada tahun 2013, berdasarkan MoU antara BATAN dengan PLN, muncul ide untuk membangun small modular reactor komersial di Indonesia. Ide tersebut didasarkan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga kebutuhan listrik di pulau-pulau dengan kapasitas jaringan listrik yang kecil dapat terpenuhi.
“Sebagai tindak lanjut, BATAN sebagai lembaga yang berwenang membangun reaktor nuklir non komersial mempunyai gagasan membangun PLTN mini yang bersifat non-komersial atau Reaktor Daya Eksperimental (RDE). RDE diharapkan menjadi kunci dan jembatan menuju penguasaan teknologi industri energi nuklir di Indonesia,” ungkap Djarot.
Pembangunan RDE merupakan sasaran antara yang sangat strategis untuk ketahanan energi, kedaulatan bangsa dan eksistensi negara Indonesia di masa depan. Pengembangan RDE diharapkan akan berdampak pada pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil, lebih mandiri dalam pemenuhan energi, meningkatkan kemampuan industri nasional, meningkatkan daya saing dalam tatanan ekonomi regional dan global, serta meningkatkan diplomasi energi dan politik.
Di samping itu, RDE dapat menjadi instalasi acuan reaktor komersial berdaya kecil dan menengah (50 hingga 600 MWe per unit). RDE didedikasikan untuk menghasilkan listrik dan panas. Panas yang dihasilkan RDE akan digunakan untuk penelitian Energi Baru dan Terbarukan (EBT) seperti pencairan batubara, produksi hidrogen, serta untuk proses pembuatan air bersih (desalinasi).
Selain itu, RDE dapat dimanfaatkan untuk penelitian di bidang pengembangan bahan bakar torium dan enhanced oil recovery (EOR). Melalui penguasaan teknologi RDE yang termasuk PLTN Generasi IV, diharapkan Indonesia akan menjadi rujukan internasional dan berpotensi besar mengembangkan PLTN komersial ke depan.
Artikel Terkait – Kurtubi: PLTN Harus Masuk Sistem Kelistrikan Nasional