Peneliti BRIN Bahas Riset Pemanfaatan Material Nikel dan Baja

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Setiap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terdapat boiler sebagai sumber penghasilan uap panas untuk menggerakan turbin. Kondisi uap panas yang dihasilkan tergantung pada kebutuhan tenaga untuk menggerakan turbin.

Kepala Pusat Riset Teknologi Polimer BRIN, Joddy Arya Laksmono mengatakan uap panas tersebut bisa berada pada kondisi ultra super kritis secara termodinamika. Karena itu diperlukan suatu material khusus yang bisa menjaga agar PLTU itu bisa terus beroperasi, dengan baja tahan panas austenitic.

Melansir dari laman brin.go.id, metode deposisi menggunakan fluida pada kondisi super kritis, menjadi perhatian di kalangan periset, khususnya di dalam pengembangan bahan baja padat.

“Jadi nikel merupakan unsur kimia metalik, yang termasuk ke dalam logam transisi,” jelas Joddy dalam forum pertemuan ilmiah riset ORNAMAT yang digelar oleh Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Selasa (24/1/2023).

Nikel memiliki sifat keras dan ulet, lanjutnya, memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan khas untuk berbagai aplikasi seperti katalis.

“Tentunya didukung oleh karakterisasi yang dapat menjelaskan fenomena pembentukan film dan aplikasinya, ini akan menjadi sangat menarik manakala dalam pembentukan lapisan film tipisnya, menggunakan metode fluida,” tambah Joddy.

Pada forum diskusi tersebut, peneliti dari Kelompok Riset Baja, Pusat Riset Metalurgi BRIN, Moch Syaiful Anwar, menjelaskan bahwa boiler Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dibagi menjadi 4 kategori. Pertama, PLTU Sub Kritis (dibawah titik kritis air 540°C dan 17-22 MPa, efisiensi operasi kurang dari 38%).

Kedua, PLTU Superkritis/SC (diatas titik kritis air 600/615°C dan 25 MPa, efisiensi operasi kurang dari 42%). Ketiga, PLTU Ultra-Superkritis/ USC (diatas titik kritis air 620°C dan 30 MPa, efisiensi operasi kurang dari 42-46 %). Terakhit, PLTU Advance Ultra-Superkritis /A-USC (diatas titik kritis air 700-760°C dan 35 MPa, efisiensi operasi lebih dari 50 %).

“Di Indonesia, saat ini melalui PT PLN telah mengoperasikan PLTU Jawa 7 menggunakan teknologi boiler ultra super kritis (USC), yang diyakini dapat meningkatkan efisiensi pembangkit hingga 15 % lebih tinggi dibandingkan dengan no-USC serta teknologi USC membuat emisi yang dihasilkan lebih ramah lingkungan,” ungkapnya.

Selain memberikan pemahaman tentang teknologi boiler USC, Syaiful meyampaikan potensi baja boiler mengalami deformasi creep akibat beban tetap dan panas yang tinggi.

Creep adalah deformasi plastis tergantung waktu pada beban atau tegangan konstan. Creep merupakan fenomena temperatur tinggi T > 0,4 Temperatur metric yang terjadi secara signifikan,” terangnya.

Dalam penelitiannya tentang creep, Syaiful menggunakan material pipa baja tahan panas 253 MA dengan diameter luar 60.33 mm, tebal 3.9 mm, panjang 200 mm, dengan nilai kekerasan awal 191 HV.

Material baja tersebut kemudian dilakukan proses, antara lain, preparasi, pembuatan spesimen, uji creep rupture, uji tarik, proses perlakuan panas, proses pendinginan, hingga pengukuran struktur butir mikro baja dengan alat karakterisasi.

Dari kesimpulan risetnya, uji creep rupture bertujuan untuk mengetahui ketahanan logam terhadap beban dan atau suhu tinggi yang konstan hingga logam tersebut terdeformasi.

“Uji creep rupture yang dilakukan pada 700°C dengan beban 150 MPa menunjukkan hasil korelasi antara ukuran butir, sifat mekanik, dan waktu,” ulas Syaiful.

Riset Film Tipis Nikel dengan Fluida Superkritik

Peneliti dari Pusat Riset Kimia Maju BRIN, Sudiyarmanto, memaparkan bahwa fluida superkritik atau super critic fluid (SCF) merupakan suatu keadaan zat yang dibentuk pada kondisi di atas titik kritisnya yaitu di atas temperatur kritis (T) dan tekanan kritis (P).

“Di sinilah dua fasa yang tadinya terpisah yaitu cairan dan gas, di fasa superkritik ini terlihat tidak ada pembedanya atau tidak ada pemisahnya,” ujarnya.

Menurutnya, SCF memiliki beberapa keunggulan. “Diantaranya mempunyai daya larut yang tinggi, mudah disesuaikan temperatur dan tekanan, sifat hybrid properties, bisa secara intensitas lebih mirip ke air dan secara difusitas lebih mirip ke gas, tegangan permukaan nol, dan dapat didaur ulang,” urainya.

Mengenai aplikasi SCF, sangat banyak digunakan di berbagai bidang diantaranya pangan dan farmasi, serta energi dan lingkungan.

“Sekarang ini, untuk SCF banyak terbit paper, yaitu aplikasi SCF di bidang nano dan material, terutama yang berkaitan dengan surface chemistry atau kimia permukaan,” terangnya.

Dalam risetnya, Sudiyarmanto berfokus ke bidang film tipis (thin film), namun tidak menutup kemungkinan SCF bisa digunakan di bentuk-bentuk nanomaterial yang lainnya, seperti di nano partikel, kawat nano dan seterusnya.

Fluida yang digunakan oleh Sudiyarmanto berupa karbodioksida (CO2) yang memiliki banyak keunggulan.

“Fluida CO2 paling banyak digunakan untuk SCF, yang mempunyai keunggulan dari setting temperatur (T) dan tekanan (P) mempunyai kondisi titik kritis ringan. Kemudian CO2 tidak beracun dan tidak mudah terbakar, CO2 juga bisa diartikan sebagai inert, dan sebagai kategori solvent yang ramah lingkungan,” katanya.

Beberapa produk film lapis tipis berhasil disintesis dan dikarakterisasi oleh Sudiyarmanto dan tim melalui metode SCF berbasis nikel, menggunakan nikel (Ni), platinum (Pt), dan tembaga (Cu). Baik film tipis Ni-Pt alloy (paduan nikel dan platinum) dan Ni-Cu alloy (paduan nikel dan tembaga).

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author