Pelet, Bisa Hemat BBM 40 Persen

BBM
Tidak hanya bisa berunjukrasa kenaikan BBM beberapa mahasiswa melakukan hal positif untuk menghemat BBM. Seperti yang dilakukan mahasiswa Teknik Mesin Universitas Lampung (Unila) Rakhmat Afrizal, M Tito R, Prima Kumbara, dan Dimas Rilham.  

Melalui ajang Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P) keduanya menginisiasi “Pelet Penghemat Bahan Bakar”. Dengan dibantu dosen pembimbing Heri Wardono, empat sekawan ini meneliti dan mempersiapkan inovasinya selama empat bulan.

Pelet buatan Rakhmat dkk ini dibuat dengan bahan yang mudah ditemukan, yakni sekam padi yang dikarbonisasi sehingga menjadi arang. Kemudian, arang tersebut ditumbuk menjadi bubuk arang.

Setelah itu mencampurkan bubuk arang dengan aquades dan tepung tapioka. Adonan yang sudah jadi kemudian dicetak pada pipa silinder berdiameter 10 mm.

Selanjutnya, pelet yang sudah kemudian dibuatkan bingkai dan dipasang di filter kendaraan. Pelet inilah yang berfungsi menyaring nitrogen dan uap air pada proses pembakaran di ruang bakar kendaraan dan diklaim memiliki umur pakai hingga 500 kilometer (km).  

Tidak hanya menghemat penggunaan bahan bakar hingga 34 persen, uji emisi menunjukkan, pelet ini mampu mereduksi gas polutan CO hingga 30 persen dan HC hingga 52 persen.

Sementara itu di Bandung, Rektor Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmaloka menyatakan, kenaikan harga BBM bisa menjadi pelajaran supaya Indonesia tidak tergantung bahan bakar dari fosil itu.

Perlu dikembangkan energi alternatif minyak dan gas. Akhmaloka pun mengungkapkan beberapa energi alternatif yang bisa dikembangkan pemerintah, misalnya gas yang harganya lebih murah. Menurutnya, pengembangan gas juga lebih gampang, hanya perlu mempersiapkan konverternya.  

Energi alternatif lainnya yang layak dikembangkan adalah biofuel dan biosolar, energi listrik yang memakai tenaga matahari dan gelombang, serta energi air. Pengembangan biofuel saat ini sudah mulai dilakukan, termasuk di ITB. Hanya saja, masih menghadapi perdebatan terutama soal lahan antara untuk tanaman energi dan lahan untuk pangan.

Selain itu solar juga masih harus dikembangkan demikian halnya dengan air. Di negara tropis dan memiliki banyak tumbuhan, biofuel sangat memungkinkan untuk terus dikembangkan katanya.

Menurut Akhmaloka, pengembangan biofuel harus dimaksimalkan, begitu juga energi matahari. ITB sendiri sudah mengembangkan energi listrik dari matahari di tempat riset di Papua. (Okezone)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author