TechnologyIndonesia.id – Pemetaan sesar di sepanjang Pulau Jawa sangat penting dan tidak dapat dipandang sebelah mata. Sebagai pulau dengan jumlah penduduk terbesar, pulau Jawa mempunyai risiko tinggi apabila terjadi bencana gempa bumi.
Pemetaan sesar di wilayah ini oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi langkah krusial dalam upaya mitigasi terhadap potensi bencana.
Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN, Ocky Karna Radjasa menyatakan, ancaman gempa bumi di Pulau Jawa tidak hanya berasal dari jalur subduksi. Sehingga, perlunya mengembangkan riset yang menunjukkan adanya ancaman bencana sesar darat.
“Gempa di Bawean beberapa minggu lalu, yang dampak guncangannya terasa hingga Surabaya, justru terjadi pada lokasi yang belum terpetakan dengan baik,” kata Ocky dalam webinar Talk to Scientists, bertajuk ‘Pemetaan Sesar Pulau Jawa serta Mitigasi Risiko Bencana Geologi”, pada Rabu, 3 April 2024.
“Sehingga, diharapkan kegiatan ini bisa menambah pengetahuan dan basis data patahan aktif di Jawa” imbuhnya.
BRIN mempunyai fokus penelitian di bidang pemetaan sesar di sepanjang Pulau Jawa, yang membentang dari Ujung Kulon hingga Banyuwangi. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan memetakan potensi risiko bencana gempa di wilayah tersebut.
Kondisi pulau Jawa dengan populasi terpadat di Indonesia menjadi alasan dilakukannya pemetaan sesar di Pulau Jawa. Hal ini membuat Pulau Jawa menjadi sangat rentan terhadap bencana-bencana geologi yang dapat terjadi.
Proyek ekspedisi yang dilakukan oleh BRIN tidak hanya memetakan sesar, tetapi juga mencakup pemetaan palung, gunung, dan bukit di bawah laut.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Sonny Aribowo, menjelaskan beberapa wilayah sepanjang pulau Jawa yang telah dilakukan penelitian.
“Sejauh ini, sesar-sesar di Jawa yang sudah pernah diteliti dan dipublikasikan antara lain Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, Java Back-arc Thrust/Baribis-Kendeng Sesar Opak, Sesar Mataram, Sesar Garsela, Sesar di Karangsambung, dan Sesar Pasuruan,” ungkap Sonny.
Selain itu, juga dilakukan penelitian terhadap jalur Sesar Rembang-Madura-Kangean Sakala, Somorkoning. Terbukti aktif dilihat dari pergeseran morfologi dan trenching paleoseismologi.
Beberapa sesar yang sempat menyebabkan kejadian gempa bumi merusak juga masih diteliti oleh peneliti BRIN, seperti sesar di Cianjur, sesar di Sumedang dan sekitarnya. Sesar Java Back-arc Thrust saat ini masih terus dilakukan penelitian lebih lanjut, karena berpotensi merusak daerah perkotaan seperti Semarang dan Surabaya.
Menurut Sonny, gempa ternyata muncul di daerah yang understudied sebelumnya seperti Cianjur, Sumedang, dan bahkan yang terbaru adalah Laut Jawa di dekat Pulau Bawean.
“Sejauh ini, pihak BRIN berencana melakukan ekspedisi terestrial di Pulau Jawa, untuk melihat atau mengonfirmasi jalur sesar yang masih belum banyak diperdalam. Ke depannya juga akan ada peta sesar aktif yang cukup detail di Pulau Jawa,” tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, kerja sama dengan beberapa instansi terkait seperti Kementerian PUPR melalui Pusat Studi Gempa Nasional dan BMKG akan menambah peluang teridentifikasi/terkonfirmasi jalur sesar-sesar aktif di Pulau Jawa.
“Ditambah adanya harapan untuk pengetahuan dari recurrence interval dari sejarah kegempaan pada masing-masing sesar aktif,” lanjutnya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, terdapat banyak sesar aktif besar yang mengapit Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, seperti Sesar Baribis Segmen Tampomas, Sesar Baribis Segmen Ciremai, Sesar Lembang, Sesar Cileunyi Tanjungsari, dan Sesar Garsela.
Kota-kota penting seperti Cirebon, Bandung, Jakarta, Karawang, dan Indramayu juga terdampak oleh sesar-sesar ini, menyimpan energi berupa swarm earthquake maupun foreshocks.
Gempa yang terjadi di Sumedang pada Januari lalu menjadi bukti nyata akan keberadaan sesar-sesar aktif ini. Rentang kekuatan gempa yang dapat terjadi di wilayah Sumedang diperkirakan mencapai 6,6 hingga 7 magnitudo.
“Karena itu, menjadi sangat penting untuk mengumpulkan lebih banyak pengetahuan dan membangun strategi mitigasi yang efektif untuk mengurangi dampak potensial dari bencana gempa di masa depan,” tegasnya.
Langkah BRIN dalam melakukan pemetaan sesar dan BMKG dalam pengembangan mitigasi kebencanaan adalah sebagai respons terhadap bencana gempa di Sumedang. Hal ini juga sejalan dengan upaya global dalam meningkatkan kewaspadaan dan mitigasi terhadap bencana alam.
Organisasi internasional seperti United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR) secara konsisten mendorong negara-negara untuk meningkatkan pemahaman terhadap potensi bencana alam dan mengembangkan strategi mitigasi yang efektif.
Mengingat kondisi pulau Jawa yang rawan bencana gempa, Sonny berharap masyarakat mampu mengantisipasi adanya dampak yang ditimbulkan dari terjadinya bencana.
“Melakukan rekayasa bangunan agar tahan gempa, ini mungkin efektif jika bangunan belum dibangun. Kemudian juga menghindari membangun di sekitar jalur gempa,” imbaunya.
“Dengan hasil penelitian ini, diharapkan upaya mitigasi lebih lanjut dapat dilakukan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari potensi bencana gempa di Pulau Jawa. Serta, memberikan kontribusi positif dalam upaya global untuk mengurangi risiko bencana alam,” harap Sonny.