BRIN Ungkap Jejak Tsunami Raksasa di Selatan Jawa

TechnologyIndonesia.id – Riset paleotsunami oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengungkap bukti ilmiah tentang keberadaan tsunami raksasa yang pernah melanda wilayah pesisir selatan Jawa ribuan tahun lalu.

Riset paleotsunami ini menemukan lapisan sedimen purba berumur sekitar 1.800 tahun di wilayah Lebak, Pangandaran, dan Kulon Progo. Hasil riset menunjukkan bahwa tsunami besar di wilayah tersebut bersifat berulang setiap 600–800 tahun yang diperkirakan dipicu gempa megathrust berkekuatan magnitudo 9,0 atau lebih.

Hasil riset paleotsunami yang dilakukan oleh tim Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) BRIN ini menjadi peringatan penting akan potensi ancaman megatsunami yang masih membayangi kawasan padat penduduk tersebut.

Peneliti Ahli Madya PRKG BRIN, Purna Sulastya Putra, mengatakan paleotsunami merupakan kajian ilmiah untuk mengenali kejadian tsunami purba yang tidak tercatat dalam sejarah manusia.

“Riset ini sangat penting, karena selatan Jawa terus berkembang dengan pembangunan infrastruktur strategis, sementara ancaman tsunami raksasa yang berulang justru belum sepenuhnya dipahami dan diantisipasi,” ujar Purna dalam Media Lounge Discussion (MELODI) di Jakarta pada Rabu (6/8/2025).

Dia menjelaskan, salah satu temuan krusial BRIN adalah lapisan sedimen tsunami purba berumur sekitar 1.800 tahun yang ditemukan di berbagai titik di sepanjang selatan Jawa, seperti di Lebak, Pangandaran, dan Kulon Progo.

“Dikarenakan penyebarannya yang meluas di banyak lokasi di selatan Jawa, jejak ini diperkirakan merupakan hasil dari tsunami raksasa yang disebabkan gempa megathrust berkekuatan magnitudo 9,0 atau lebih. Ini bukan satu-satunya. Jejak tsunami raksasa lainnya ditemukan berumur sekitar 3.000 tahun lalu, 1.000 tahun lalu, dan 400 tahun lalu,” imbuhnya.

Riset paleotsunami dilakukan melalui pengamatan lapangan, salah satunya di lingkungan rawa dan laguna. Di lokasi ini, sedimen laut yang terbawa oleh gelombang tsunami lebih mudah dikenali dan terawetkan di lingkungan tersebut.

Untuk membuktikan bahwa lapisan tersebut merupakan endapan tsunami, dilakukan analisis lanjutan seperti uji mikrofauna, kandungan unsur kimia, hingga pentarikhan umur radiokarbon.

“Tantangannya adalah tak semua endapan tsunami purba bisa bertahan utuh dan terawetkan dengan baik, dan membedakan dengan sedimen akibat proses-proses lain seperti banjir atau badai pun memerlukan kehati-hatian,” tambahnya.

Temuan tersebut menunjukkan bahwa tsunami raksasa di wilayah selatan Jawa bersifat berulang, dengan siklus sekitar 600–800 tahun. “Ini artinya, bukan soal apakah tsunami besar akan terjadi, tapi kapan,” tegas Purna.

Dengan jumlah penduduk yang diperkirakan lebih dari 30 juta orang akan terekspos di wilayah pesisir selatan Jawa pada 2030, ancaman ini perlu menjadi perhatian serius.

BRIN juga menyoroti bahwa pembangunan infrastruktur di selatan Jawa – seperti bandara, pelabuhan, dan kawasan industri – belum sepenuhnya mengintegrasikan risiko tsunami.

“Jika tidak dirancang dengan mempertimbangkan sejarah bencana, dampaknya akan sangat besar, baik dari sisi korban jiwa maupun kerugian ekonomi,” ujarnya.

Dengan semakin banyak dibangunnya infrastruktur strategis di selatan Jawa, kawasan sekitarnyapun ikut berkembang, ditandai dengan semakin banyaknya fasilitas seperti hotel, restoran, hingga destinasi wisata baru akan ikut bermunculan.

“Peningkatan aktivitas ini, meski memberikan dampak positif dari sisi ekonomi, juga secara tidak langsung menambah kerentanan wilayah terhadap potensi bencana tsunami,” tambah Purna.

Data paleotsunami yang dihasilkan BRIN dapat menjadi fondasi dalam penetapan kebijakan tata ruang dan mitigasi bencana. Informasi tentang sebaran wilayah terdampak, periode ulang, serta estimasi jarak genangan sangat berguna untuk menetapkan zona rawan, menentukan lokasi tempat evakuasi, dan merancang jalur evakuasi yang efisien.

“Pemerintah daerah sebaiknya mulai memanfaatkan data ini untuk menyusun rencana pembangunan yang berwawasan risiko, serta melakukan sosialisasi rutin ke masyarakat,” tegasnya.

BRIN mendorong agar edukasi kebencanaan berbasis riset ditingkatkan di sekolah-sekolah, media massa, hingga komunitas lokal.

Sebagai peneliti, Purna mengimbau kepada masyarakat untuk selalu waspada dan mengikuti arahan dari pemangku kepentingan di daerah masing-masing.

“Kalau terjadi gempa kuat di dekat pantai, jangan tunggu sirine atau pemberitahuan. Segera evakuasi ke tempat yang lebih tinggi. Alam sering memberi sinyal pertama, dan kesiapsiagaan adalah kunci keselamatan,” pesannya.

Dengan hasil riset ini, BRIN mengajak semua pihak untuk bersama-sama membangun budaya sadar risiko. “Tsunami mungkin tak bisa dicegah, tapi korban jiwa dan kerugian bisa kita minimalisir dengan pengetahuan dan kesiapan,” pungkas Purna.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author