Jakarta, Technology-Indonesia.com – Dalam tiga tahun terakhir, dunia diguncang oleh berbagai krisis. Guncangan berasal dari pandemi Covid-19 pada 2020 dan meningkatnya ketegangan geopolitik di level global antara Rusia-Ukraina pada 2022.
Indonesia terbukti memiliki daya tahan (resiliensi) dalam menghadapai krisis. Akan tetapi, resiliensi tidak cukup untuk mengungkit ekonomi Indonesia. Dalam mencapai status negara maju, Indonesia harus mampu melakukan akselerasi ekonomi.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyebutkan Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang mampu memiliki daya tahan dalam menghadapi krisis global.
Menurutnya, ketahanan ekonomi Indonesia dapat diukur dari tingkat pertumbuhan ekonomi. Di tahun 2020, tingkat pertumbuhan ekonomi menyentuh minus 2,07 persen. Selanjutnya mulai pulih pada 2021 sebesar 3,69 persen, dan pada triwulan III tahun 2022 tumbuh sebesar 5,7 persen. Namun untuk menjadi negara maju, Indonesia tidak cukup hanya memiliki daya tahan tersebut.
“Indonesia harus mampu melakukan akselerasi ekonomi. Salah satunya dengan cara menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru dan melakukan debottlenecking atau menghilangkan sumbatan botol (hambatan) yang dihadapi di berbagai sektor ekonomi,” ungkap Handoko dalam Simposium Pareto (Praktisi dan Periset Ekonomi) di Jakarta pada Kamis (22/12/2022).
Simposium yang digelar oleh BRIN dan Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) ini diharapkan dapat menjawab tantangan ekonomi masa depan. Terutama, dalam menghadapi perekonomian global 2023 yang belum pasti. “Saya rasa kegiatan ini diselenggarakan pada saat yang tepat yaitu ketika terjadi kekuatiran akan datangnya resesi di tahun depan,” katanya.
Kegiatan ini juga sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan tugas dan peran BRIN untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. Baik dalam bentuk science for science, science for policy, dan science for society.
Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN (OR TKPEKM-BRIN), Agus Eko Nugroho menjelaskan simposium yang mengusung tema “Meningkatkan Resiliensi dan Akselerasi Ekonomi Indonesia” ini dirancang untuk mempertemukan para pemangku kepentingan untuk berembuk dan menemukan model pembangunan ekonomi yang solutif.
“Forum ini diharapkan akan meramu ide dari praktisi dari institusi pemerintah dan bisnis serta para akademisi dalam upaya meningkatkan resiliensi dan meng-akselerasi ekonomi Indonesia,” tandas Agus.
Ketua Panitia Simposium Pareto, Irwanda Wisnu Wardhana menyebutkan kegiatan dihadiri kurang lebih 300 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari itu akan diisi dengan Diskusi Panel Pangan, Diskusi Panel Keuangan, Diskusi Panel Energi, The Kian Wie Lecture Series 7, dan Economic Outlook 2023.
Economic Outlook 2023 merupakan sebuah prediksi dan peramalan sejumlah variabel kunci dalam perekonomian seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan lain-lain. “Dalam setiap diskusi panel kita akan mengundang pembicara kunci dan juga pembicara panel yang terdiri dari tiga orang yang mewakili Academic, Business and Government (ABG),” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Zamroni Salim menjelaskan dalam menghadapi perekonomian global 2023 yang belum menentu, BRIN memprediksi perekonomian Indonesia masih bisa tumbuh dengan baik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 diprediksi bisa tumbuh sekitar 4,9% – 5,2%. Angka pertumbuhan tahun 2023 tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 (kuartal ke 4 – YoY) di angka 5,4%.
Dijelaskan Zamroni, untuk mengawal pertumbuhan ekonomi di 2023 tersebut, maka Pemerintah, Bank Indonesia, dunia swasta dan masyarakat perlu memperhatikan masalah inflasi (khususnya pangan dan energi), nilai tukar, aktifnya sektor perdagangan dalam negeri dan luar negeri yang didukung oleh investasi dan produksi sektor industri pertanian dan manufaktur.
“Kita juga perlu mengoptimalkan relokasi sebagian dana subsidi energi. Ini dilakukan untuk lebih mampu meredam kemungkinan terburuk dari resesi yang mengancam di 2023 khususnya bagi masyarakat di bawah garis kemiskinan,” ungkapnya.
Dengan langkah yang konstruktif dan antisipatif tersebut, Zamroni optimis akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dilakukan. “Dengan demikian, dari sisi ekonomi diharapkan bangsa Indonesia bisa menatap tahun depan dengan lebih percaya diri,” pungkasnya.