Jakarta, Technology-Indonesia.com – Selama dua tahun Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berdiri, publik kerap menanyakan inovasi yang telah dihasilkan. Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengaku lebih memilih memperbanyak lisensi dan paten daripada melakukan launching hasil inovasi.
“Periset itu jangan ditanya hasil inovasi. Tapi tanya lisensinya. Tanya patennya. Kalau ditanya hasil inovasi, nanti dia hanya bikin acara launching saja,” kata Handoko dalam Konferensi Pers Saatnya BRIN Menjawab di Jakarta, Jumat (10/2/2023).
“Kalau acara launching saja itu gampang, tinggal buat pameran saja. Tapi apakah betul hasilnya jadi, dan masuk ke industri,” imbuhnya.
Handoko menjelaskan, BRIN ingin fokus untuk memperbanyak lisensi dan paten, serta membangun riset dan inovasi di industrinya langsung. Menurutnya, proses inilah yang penting dan selama ini tidak dilakukan.
“Jadi karena itu tidak dilakukan, risetnya pun jadi kurang meyakinkan karena dikejar-kejar launching. Itu yang tidak kita inginkan lagi. Karena periset itu boleh salah, seribu kali salah boleh. Tapi kalau sekali bohong, itu yang tidak boleh,” tandasnya.
Saat ini, BRIN setiap tahun melansir dan menyerahkan royalti kepada periset yang sudah memiliki paten yang sudah dilisensikan. Menurutnya, hal itu jauh lebih konkret dan memberikan dampak ekonomi yang real, daripada sekedar kegiatan launching hasil inovasi.
Di sisi lain, BRIN mendorong kegiatan research and development (R&D) non pemerintah, terutama industri agar semakin besar. Jumlah R&D Non pemerintah semakin besar itu, akan menjadi indikator utama kinerja BRIN ke depan.
Salah satu instrumen untuk mendorong industri melakukan R&D itu, BRIN telah membuka skema open platform dan membuka kolaborasi riset dengan industri. Selain itu dukungan adanya regulasi dengan kebijakan super tax deduction bagi industri yang berhasil mengembangkan R&D.
Dengan adanya kebijakan tersebut, Handoko menyebut dapat memperbaiki ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, yang selama ini tidak berkembang.