Jakarta, Technology-Indonesia.com – Terjadinya pergeseran ekonomi yang berbasis komoditas menuju ekonomi berbasis pengetahuan dan semakin ketatnya kompetisi global membutuhkan pemantapan daya saing yang tinggi. Inovasi merupakan salah satu faktor yang menjadi bagian dari peningkatan daya saing nasional.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan untuk meningkatkan inovasi secara berkelanjutan diperlukan sistem inovasi sebagai suatu satuan dari sisi kelembagaan, sumber daya manusia, infrastruktur, suprastruktur, jejaring ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang mengarah kepada ekosistem inovasi.
Secara legal formal, lanjutnya, landasan untuk penyelenggaraan sistem inovasi dalam pembangunan nasional dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
“Undang-Undang ini telah memberikan kita landasan untuk penyelenggaraan sistem inovasi. Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, antara lain melalui misi ke dua yaitu dengan melakukan penguatan sistem inovasi dalam rangka pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan,” kata Hammam dalam Webinar bertema “Sistem Inovasi Daerah (SIDa), Cikal Bakal BRIDA?” yang digelar BPPT di Jakarta pada Kamis (17/6/2021).
Webinar ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para pihak dalam mengembangkan dan membangun daerah melalui penguatan sistem inovasi serta memberi masukan pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam pengembangan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA).
“Kita harapkan ini menjadi sebuah tahapan di dalam kita merumuskan fungsi ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai penghela pertumbuhan ekonomi nasional melalui penguasaan teknologi, pendayagunaan teknologi dan menjamin keberhasilan penerapannya,” tuturnya.
Menurut Hammam, salah satu pendekatan sistem inovasi yang sangat populer adalah Sistem Inovasi Nasional yang menekankan pada interaksi antar aktor yang terlibat di dalam inovasi dan menganalisis bagaimana Interaksi dibentuk oleh faktor-faktor sosial, institusional, ekonomi, dan politik di lingkup nasional atau negara. Sementara dalam konteks kedaerahan, diperlukan Sistem Inovasi Daerah (SIDa).
Di Indonesia, kebijakan pemerintah terkait SIDa telah tertuang dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek. Undang-Undang tersebut kemudian turunkan dalam Peraturan Bersama antara Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 3 tahun 2012 dan nomor 36 tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah.
Hammam mengungkapkan bahwa BPPT mulai melakukan kegiatan pengkajian tentang penguatan SIDa sejak tahun 2001 bersama dengan Kemenristek, Dewan Riset Nasional (DRN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada 2010-2011 BPPT terlibat dalam proses penyusunan naskah akademis Perpres tentang Komite Inovasi Nasional (KIN), serta dalam proses penyusunan Peraturan Bersama Kemenristek No. 3 dan Kemendagri Nomor 36 tahun tahun 2012 tentang Penguatan SIDa.
Dalam upaya meningkatkan kinerja daerah, pada 2011 BBPT menggelar Apresiasi Inovasi Daerah bekerjasama dengan Kemenristek, Kementerian KUKM, Kemendagri, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta melibatkan mitra-mitra daerah (kabupaten/kota).
“Beberapa daerah yang secara konsisten mampu menerapkan penguatan Sistem Inovasi Daerah ini ternyata memberikan dampak signifikan terhadap kemajuan inovasi dan daya saing di daerahnya. Daerah yang telah memperlihatkan hasil positif sebagai dampak dari implementasi penguatan SIDa antara lain Kabupaten Pelalawan, Kota Pekalongan, dan Kota Cimahi,” kata Hammam.
Sejalan dengan pengkajian dan pendampingan penerapan SIDa, BPPT juga melakukan pengkajian Desa Inovatif. Bahkan sampai saat ini sudah ada beberapa daerah yang menerapkan dan mengembangkan Desa Inovatif dengan menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh BPPT.
“Hal ini selaras dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta mendukung perkembangan kebijakan pembangunan desa yang sangat memerlukan sentuhan teknologi dan inovasi,” tuturnya.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan Presiden Jokowi saat pembukaan Rapat Terbatas tentang percepatan peningkatan ekonomi desa pada akhir September 2020 bahwa untuk mengembangkan perekonomian desa diperlukan adanya akses permodalan, teknologi, skill/keterampilan serta kerjasama antar desa agar bisa masuk ke “supply chain” yang lebih luas.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa BRIDA menjadi bagian seperti yang diamanatkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2002. Menurutnya, secara kelembagaan BRIDA merupakan organ vertikal pemerintah daerah, namun dalam pembentukannya perlu menyesuaikan dengan potensi dan kemampuan daerah. Untuk itu, ada beberapa opsi antara lain BRIDA bisa menjadi OPD mandiri/ sub unit yang ada/ non-struktural.
Target BRIDA diharapkan menjadi sumber science based policy di daerah, juga untuk fasilitasi, pengungkit dan orkestrasi potensi di daerah. Handoko menggarisbawahi bahwa BRIDA tidak harus menjadi pelaksana riset, sehingga SDM tidak harus ASN tetapi bisa non-ASN. Maka jabatan seperti Analis Kebijakan, Analis Pemanfaatan Iptek, maupun Perencana lebih cocok untuk personil BRIDA dibandingkan peneliti atau perekayasa.
Pada Webinar tersebut dilaksanakan penandatanganan MoU antara BPPT dengan Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI). Setelah penandatangan MoU diharapkan BPPT dapat lebih erat lagi bekerja sama dengan PAPDESI untuk memberikan advise serta melakukan pendampingan desa di seluruh Indonesia.