JAKARTA – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan inovasi teknologi untuk meminimalisir permasalahan lingkungan akibat sampah plastik. Selain teknologi plastik ramah lingkungan, LIPI juga mengembangkan alat pengolah limbah plastik Mobile Insenerator.
Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Agus Haryono mengatakan plastik terbuat dari minyak bumi melalui proses polimerisasi. Ikatan kimia pada polimer tersebut sangat kuat dan sulit diputuskan. Penguraian sampah plastik membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun. Penguraian semakin sulit akibat penambahan bahan kimia lain seperti plasticizer (pelentur), antioksidan, stabilizer ataupun aditif lain.
Agus menambahkan, konsumsi plastik di Indonesia per kapita sudah mencapai 17 kg per tahun dengan pertumbuhan konsumsi 6-7 persen per tahun. Indonesia bahkan menjadi negara terbesar ke-2 di dunia yang membuang sampah plastik ke lautan.
Sampah plastik ini dapat berubah menjadi mikroplastik yang terapung di lautan berukuran lebih kecil dari 1 mikron. Bahan ini berbahaya bila masuk ke dalam rantai makanan melalui ikan, biota laut, hingga masuk ke dalam tubuh manusia.
Penggunaan plastik yang tidak benar dan tidak sesuai dengan kegunaannya juga berpotensi membahayakan kesehatan manusia. “Berbagai jenis bahan kimia tambahan serta monomer tersisa yang tak bereaksi pada plastik bisa menyebabkan berbagai bahaya kesehatan seperti penyakit kanker, gangguan reproduksi, radang paru-paru dan lain sebagainya, “ terang Agus melalui siaran pers, Rabu (2/3/2016).
Menurut Agus, Puslit Kimia LIPI telah berupaya membuat berbagai inovasi teknologi untuk mengatasi permasalahan limbah plastik. Inovasi teknologi tersebut antara lain, Plasticizer turunan minyak sawit yang mempunyai sifat lebih aman. Plasticizer merupakan bahan kimia yang ditambahkan ke dalam formulasi plastik untuk menambah sifat kelenturannya, terutama untuk plastik PVC (polivinil klorida).
Beberapa jenis plasticizer turunan phthalate yang umum digunakan dapat menyebabkan gangguan reproduksi atau gangguan hormonal pada kesehatan manusia. “Saat ini phthalate sudah mulai dilarang di berbagai negara, terutama di negara-negara Uni Eropa,” lanjutnya.
Inovasi lainnya adalah Bioplastik dari bahan tapioka, selulosa dan poliasam laktat. Bioplastik ini menjadi alternatif pengganti plastik konvensional, karena mudah terurai secara sempurna oleh mikroba di dalam tanah atau air. “Bioplastik dapat terurai dalam waktu relatif pendek, sehingga permasalahan lingkungan bisa teratasi,” terang Agus.
Sementara untuk pengolahan limbah plastik, LIPI mengembangkan teknologi Mobile Insenerator. Menurut Agus, limbah plastik bersifat ringan tetapi volumenya tinggi sehingga tidak ekonomis untuk diolah secara terpusat. Sementara, membakar sampah plastik di lingkungan terbuka sangat berbahaya karena bisa menyebabkan timbulnya gas dioksin dan furan yang dapat menyebabkan penyakit kanker.
Alat pengolah limbah ini bisa berpindah-pindah tempat sesuai dengan kebutuhan. Pengolahan limbah plastik dengan menggunakan mobile insenerator dapat membantu untuk mengatasi permasalahan limbah plastik yang dikumpulkan pada beberapa tempat. “Insenerator ini dapat mengolah sampah plastik tanpa perlu khawatir timbulnya gas dioksin yang berbahaya,” pungkas Agus.