BRIN dan IAEA Perkuat Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Penelitian Cagar Budaya

TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) menggelar Regional Coordination Meeting (RCM) yang bertajuk “Improving The Utilization of Nuclear Technique for Cultural Heritage Characterization, Consolidation, and Preservation” di Jakarta, pada 19-23 Agustus 2024.

Kegiatan ini berfokus untuk memfasilitasi pembahasan implementasi proyek kerjasama teknis RAS1027 di seluruh negara anggota di Kawasan Asia Pasifik dan Middle East, serta upaya membentuk jejaring kolaborasi riset dan inovasi dalam pemanfaatan teknik nuklir untuk karakterisasi warisan budaya serta mendukung preservasi benda warisan budaya.

Indonesia melalui BRIN ditunjuk oleh IAEA menjadi Designated Team Member (DTM) proyek kerja sama teknik, dalam memperkuat kapasitas pemanfaatan teknologi nuklir untuk preservasi warisan budaya.

Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito mengatakan sebagai menjadi DTM untuk proyek kerja sama teknis RAS1027, Indonesia diminta oleh negara anggota lainnya memimpin penyiapan kerangka kerja sama lanjutan untuk siklus 2026-2027.

“Kerja sama teknis RAS1027 merupakan sebuah contoh yang sangat baik tentang bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir dapat berkontribusi untuk berbagai sektor, termasuk dalam mendukung upaya pelestarian warisan budaya,” kata Mego, pada pembukaan RCM on RAS1027 di Jakarta, Senin (19/8/2024).

Mego menyampaikan bahwa Indonesia serta banyak negara lain di Kawasan Asia Pasifik dan Middle East, dikaruniai begitu banyak warisan budaya, yang perlu terus dipelajari manfaatnya untuk generasi mendatang.

“Penggunaan teknik nuklir – dari teknologi akselerator hingga analisis aktivasi, menjadi instrumen kuat untuk membantu melakukan studi dan penelitian warisan budaya,” katanya.

Lebih lanjut Mego menyampaikan bahwa BRIN baru saja meluncurkan pusat unggulan atau center of excellence UNESCO, yang disebut Center for Human Evolution, Adaptations, and Dispersals in Southeast Asia (CHEADSEA).

“Harapannya, pusat unggulan ini tidak hanya dengan kawasan Asia Pasifik saja, tetapi tentu pusat ini akan melakukan banyak kajian yang berkaitan dengan peradaban masa lalu, dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir yang sangat advanced,” katanya.

Penelitian Cagar Budaya

Kepala Pusat Riset Arkeometri BRIN Sofwan Noerwidi mengatakan, BRIN bersama 19 negara Asia Pasifik dan Timur Tengah lainnya menggunakan teknologi nuklir untuk karakterisasi, konsolidasi, dan preservasi warisan budaya, melalui proyek kerja sama teknis IAEA RAS1027.

Teknologi nuklir dalam karakterisasi, dimanfaatkan untuk mengetahui umur atau usia cagar budaya, misalnya dengan carbon dating, pertanggalan uranium series, dan sebagainya. Teknologi ini juga bisa digunakan untuk mendeteksi komposisi mineral silika maupun unsur lainnya dalam menentukan keaslian cagar budaya berupa fosil.

“Karena definisi fosil adalah suatu tulang atau sisa jasad yang sudah mengalami proses fosilisasi, ini bisa dideteksi dengan teknologi nuklir. Misalnya, mengetahui komposisi mineral. Karena kalau fosil sudah banyak mineral silika, sedangkan kalau belum fosil masih kalsium, masih tulang, dan lain sebagainya,” jelas Sofwan.

Lalu untuk mengetahui keaslian benda cagar budaya menggunakan pemindaian micro CT-scan. Misalnya, dari kerapatan tulang, komposisi karakter struktur tulang dan gigi.

Karakterisasi juga dilakukan untuk mengetahui bahan dari cagar budaya, misalnya bahan lontar untuk menulis manuskrip kuno.

“Apakah manuskrip tersebut ditulis di atas daun pandan, daun palem, dan sebagainya, ini bisa dibedakan karakternya menggunakan pemindaian micro CT, dan XRF untuk mengetahui komposisi unsurnya,” ungkapnya.

Teknologi nuklir juga bisa digunakan untuk konsolidasi untuk menguatkan cagar budaya yang biasanya bersifat fragmentaris atau tidak utuh dan umumnya ditemukan dalam keadaan terpecah-belah.

“Kita melakukan penelitian bahan apa yang ramah cagar budaya, tidak bersifat merusak (korosif), dan bisa mempertahankan kualitas dan keaslian cagar budaya. Teknologi nuklir yang digunakan adalah XRF, gamma ray, dan iradiator gamma,” terangnya.

Sementara untuk mempreservasi atau mengawetkan cagar budaya, teknologi nuklir digunakan untuk mengawetkan agar bisa diteliti dan disimpan dalam jangka waktu lama.

Lebih lanjut, Sofwan menyampaikan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Museum Nasional Indonesia, Museum Sangiran, dan Perpustakaan Nasional untuk mengawetkan cagar budaya tersebut dalam beberapa proyek, di antaranya, proyek fosil, tembikar, dan manuskrip.

“Manuskrip yang terbuat dari bahan organik yang sangat rentan ditumbuhi jamur, atau batu candi dan arca yang ada lumutnya, karena lembab dan basah, dan sebagainya, dengan ‘ditembak’ gamma iradiasi pada dosis tertentu bisa meminimalisasi kemungkinan jamur yang tumbuh tapi tidak merusak bendanya. Dosis (radiasi) apa yang tepat dan untuk benda cagar budaya apa, itu kita teliti,” katanya.

Ke depan, jelas Sofwan, teknologi nuklir juga digunakan untuk monitoring. Dengan iklim tropis seperti Indonesia, monitoring diperlukan agar ke depannya bisa mengoptimalkan lingkungan sekitar dalam mengawetkan cagar budaya yang ada di dalamnya.

“Kita memonitoring bagaimana perubahannya, apakah muncul jamur, lumut, dan sebagainya, itu kita pantau. Ke depannya akan semacam itu. Begitu juga koleksi-koleksi yang ada di dalam storage, kita juga pantau,” katanya.

“Jadi ke depannya tidak hanya berhenti sampai di preservasi, tapi juga monitoring, agar warisan budaya ini awet terus, sampai generasi mendatang bisa menikmati cagar budaya tersebut,” tutur dia.

BRIN sudah memiliki beberapa teknologi nuklir yang digunakan dalam mendukung penelitian warisan budaya. Misalnya, untuk radiocarbon dengan alat Quantulus di BRIN Cibinong, XRF di BRIN Bandung, XRF portable di beberapa Kampus BRIN untuk pemindaian komposisi mineral, neutron beam dan iradiator gamma di Serpong untuk mempreservasi cagar budaya.

Sofwan menyebut, ke depan, BRIN akan membangun Accelerator Mass Spectrometry (AMS) untuk mengkarakterisasi dan pertanggalan cagar budaya yang berusia ratusan ribu hingga jutaan tahun.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir BRIN, Muhayatun Santoso menambahkan, teknologi nuklir lebih akurat dalam melakukan karakterisasi dibandingkan teknik non-nuklir lainnya.

“Nuklir itu sangat spesifik, contoh untuk karakterisasi, yang bersumber dari neutron, x-ray dan sebagainya, itu dengan kadar yang sangat kecil bisa terdeteksi. Sehingga komposisi pada cagar budaya itu akan terlihat jelas, potongan-potongannya dan sambungan dengan potongan yang mana, berasal dari abad ke berapa dan sebagainya,” katanya.

Menurut Koordinator Nasional Proyek RAS1027 IAEA ini, Indonesia bisa memanfaatkan fasilitas-fasilitas riset di luar negeri melalui proyek kerja sama teknis IAEA. Sementara di sisi lain, Indonesia akan membangun AMS.

“Kita ingin menyinergikan semua potensi nasional terkait dengan masalah cultural heritage ini. Tidak hanya punya fasilitas teknologi, tapi dari kerja sama teknis ini, bagaimana kita meningkatkan pengetahuan kompetensi sumber daya manusianya,” kata Muhayatun.

Kerja sama ini, tutur dia, menyatukan potensi nasional, baik dari peneliti teknologi nuklir maupun arkeolog dalam riset warisan budaya. (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author