TechnologyIndonesia.id – Saat ini pemerintah sedang menyelesaikan pembangunan Observatorium Nasional (Obnas) Timau di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Obnas Timau rencananya mulai beroperasi pada tahun ini.
Profesor riset astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menjelaskan bagaimana ide dan cita-cita awal pembangunan Observatorium Nasional (Obnas) Timau.
“Ke depannya, kata kunci Obnas akan menjadi platform kolaborasi internasional seperti Observatorium Bosscha yang menjadi platform kerja sama untuk pengamatan dan lain-lain. Selain itu juga dengan komunitas Langit Selatan dan lainnya,” ungkap Thomas dalam pertemuan bersama para pegiat astronomi, di Kawasan Sains dan Teknologi Samaun Samadikun, Bandung, Senin (12/2/2024).
Thomas menambahkan, bahwa tahap awal di tahun 2024 bisa beroperasi dan pengembangan bisa dilakukan. “Diperlukan juga kontrol dan pengoperasian secara penuh masih banyak yang harus dilakukan,” ungkap Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Antariksa BRIN ini.
Selain pembangunan teleskop optik, di Obnas juga akan dibangun teleskop radio dengan diameter 20 meter untuk penelitian astronomi dan astrofisika.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, dengan segera selesainya obnas ini, maka fasilitas lainnya yang mendukung juga disiapkan, diantaranya listrik dan internet. Kemudian akses yang sesuai standar.
“Obnas Timau harus bisa menjadi pusat kolaborasi. Dalam infrastrukturnya bukan nasional tetapi minimal regional. Selain infrastruktur harus ada programnya untuk mendukung platform kolaborasi,” ungkap Handoko.
BRIN akan menyiapkan sejumlah skema untuk penelitian di Obnas. Yakni, program degree by research (DBR), postdoctoral, dan research assistant (RA) untuk mahasiswa S2 dan S3 dengan kuota yang dibatasi.
Obnas Timau juga hanya digunakan untuk penelitian khusus. Kolaborasi penelitian diharapkan tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga luar negeri.
Handoko berharap, skema yang ditawarkan ini bisa diterapkan. Sehingga, Obnas Timau ke depannya dapat beroperasi, baik dari segi teknis maupun substansinya.
Selain itu, Stasiun Lapangan Observatorium Timau diharapkan dapat menjadi pengungkit ekosistem riset, platform untuk kolaborasi internasional, dan menciptakan generasi penerus yang berkarya di bidang riset antariksa dengan memanfaatkan fasilitas tersebut.
Pertemuan ini dihadiri para pegiat astronomi ini tergabung dalam Himpunan Astronomi Indonesia (HAI) yakni, dari dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jejaring Observatorium dan Planetarium Indonesia (JOPI), dan Observatorium Bosscha Bandung-Lembang.
Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Albertus Sulaiman berharap, pertemuan dengan HAI akan mempercepat program di pusat riset yang dipimpinnya terkait penguasaan iptek radio atmospheric science.
“Kita sudah menyiapkan rencana pengembangan sumber daya manusia (S2-S3) dengan platform DbR+RA (dengan skema visiting ke RISH-Kyoto setiap tahun), serta skema postdoc dan visiting scientist,” ungkap Albertus.
“Untuk mendukung riset, kami berharap perbaikan instrumen EAR (Equatorial Atmosphere Radar) di Kototabang segera dilakukan dalam hal ini akan dikoordinasikan dengan Deputi Infrastruktur Riset dan Inovasi,” tambah dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN Emanuel Sungging mengungkapkan, pihaknya akan mempersiapkan tema riset yang dapat dikerjasamakan dengan ITB dan bisa digunakan menjadi tema kuliah bagi calon mahasiswa yang tertarik untuk berkarya di Timau.
Ketua HAI sekaligus dosen astronomi ITB Budi Dermawan menyampaikan, HAI merupakan wadah profesi komunitas astronomi Indonesia. “Kami berharap agar dapat terjalin kerja sama yang baik untuk fasilitas Obnas Timau dan bisa berkontribusi untuk kemanfaatan Indonesia dan dunia,” ujarnya. (Sumber brin.go.id).