Kegiatan riset maupun pembelajaran adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, belum termanfaatkan secara optimal. Sehingga hasil riset tersebut belum bisa dijadikan penyusunan kebijakan maupun program penanganan permasalahan perubahan iklim di Indonesia.
Menurut Menteri Negara Riset dan Teknologi, Gusti Muhammad Hatta, kompleksitas isu perubahan iklim menuntut keterlibatan berbagai sektor seperti kementerian dan lembaga, dukungan swasta, industri dan masyarakat untuk menempatkan isu perubahan iklim sebagai isu strategis. Dan penangangannya perlu pendekatan sistem analisa yang baik, terencana dan komprehensif.
Karenanya lanjut Menegristek untuk mendorong pengembangan kebijakan masalah nasional, regional dan global yang lebih aktif, pemerintah telah menjadi anggota International Institute for Applied System Analysis atau IIASA pada Oktober 2012 lalu. Institusi ini merupakan lembaga riset yang khusus memecahkan berbagai masalah yang memiliki tingkat kompleksitas dan startegis yang tidak bisa diselesaikan oleh satu negara saja. Salah satu pembahasannya adalah mengenai pemanasan global.
“Bercermin dari forum IIASA ini saya ingin mendorong agar para ilmuwan, pengambilan kebijakan dan industri/pebisnis dapat saling bekerjasama menggunakan keahilan masing-masing. Untuk memecahkan masalah nyata di masyarakat,” kata Gusti dalam sambutannya pada acara ‘Sosialisasi Forum Ilmiah Perubahan Iklim Indonesia’ di Jakarta, Jumat (2/11).
Selanjutanya Gusti mengakui bahwa kerjasama antar bidang itu tidak mudah. Untuk itu katanya perlu melatih para ilmuwan Indonesia. Terutama dari kalangan peneliti mudah untuk memecahkan permasalahan yang kompleks dan strategis secara sistematik yang komprehensif, holistik dan integral.
Selain itu, agar para peneliti dan praktisi dapat berkomunikasi dan mensinergikan hasil penelitian untuk masukan dan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah. Terkait itu Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sepakat untuk membentuk Forum Ilmiah Perubahan Iklim IPCC (Intergovermental Panel Climate Change) untuk lebih fokus dalam menangani permasalahan perubahan iklim. Â
Pada kesempatan sama Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, Arief Yuwono menyebutkan perubahan iklim itu ada lingkungan terdekat setiap manusia. “Yang penting kita tidak larut dalam persoalan perubahan iklim melainkan dapat memetik manfaatnya,” ujar Arief.
Perubahan iklim lanjut Arief makin dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sejak 2007 lalu. Dan saat ini pihaknya tengah mengembangkan 1000 kampung (setingkat rukun warga) sadar perubahan iklim. “Tapi yang benar-benar bagus baru 56 kampung. Kampung itu sudah sadar mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, contohnya di kampung iklim itu sudah bisa menghitung efek gas rumah kaca,” tutur Arief.