Teknologi Georadar untuk Mengukur Kedalaman Lahan Gambut

Dari luas hutan Indonesia yang mencapai 132,5 juta ha, sebagiannya yakni 17-21 juta ha adalah lahan gambut yang tersebar di 14 provinsi. Sebaran lahan gambut terbesar di Papua sebesar 7 juta hektar, kedua di Riau sebesar 4 juta hektar, dan Kalteng 3 juta hektar.

Dibandingkan dengan  hutan biasa, hutan gambut lebih mampu menyimpan karbon. Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman, serasah di bawah hutan gambut, lapisan gambut dan lapisan tanah mineral di bawah gambut. Penyimpanan tersebut menyebabkan lahan gambut dan biomassa tanaman menyimpan karbon dalam jumlah tertinggi.

“Hutan gambut Indonesia rata-rata menyimpan 2.650 ton karbon per hektar atau 46 giga ton karbon secara keseluruhan,” papar Kasubdit Hasil Hutan Bukan Kayu Direktorat Bina Usaha Kehutanan Kemenhut Haris Sulistyadi dalam diskusi bertajuk “Penerapan Teknologi Georadar dalam Mendukung Pengelolaan Hutan Lestari”, di Gedung II Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta Pusat, Selasa (29/10).

Sayangnya potensi tersebut terabaikan. Pembukaan hutan yang terus terjadi selama beberapa dekade terakhir di Indonesia dituding telah merusak lahan gambut yang berpotensi menyimpan karbon tersebut. Muncul pula permasalahan kebakaran hutan dan lahan akibat pengelolaan lahan gambut yang buruk.  

Salah satu teknologi yang direkomendasikan untuk pengelolaan gambut adalah “Georadar” atau Ground Penetrating Radar (GPR). Georadar dapat mengukur kedalaman lahan gambut dan bisa merekam hasil pengukuran dengan akurasi tinggi. Hal itu dimungkinkan karena georadar memiliki dua antena, yakni pemancar (transmisi) dan penerima.

“Dengan menggunakan alat ini, setiap 2,4 sentimeter ada data yang direkap,” ujar Pakar Georadar Gambut dan Perekayasa Utama BPPT Agus Kristiyono. Berdasarkan catatan, pada prinsipnya, teknologi georadar merupakan metode geofisik menggunakan gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk mendeteksi bawah permukaan tanah.

Disebutkan bahwa kelebihan teknologi georadar ini antara lain biaya operasional lebih murah, resolusi yang sangat tinggi. Kemudian, pengoperasian mudah, dan metode non destruktif, sehingga aman diaplikasikan. Pada bidang kehutanan, teknologi georadar dapat digunakan untuk mendukung tercapainya pengelolaan hutan secara lestari.

Diskusi ini digelar oleh Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Mapiptek) bekerja sama dengan BPPT dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Hadir pula antara lain pakar dari Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Mahmud Raimadoya, pakar dari Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Dr. Basuki Sumawinata, Ketua Masyarakat Akunting Sumber Daya dan Lingkungan Bambang Setiadi, dan Presiden Direktur PT RAPP Kusnan Rahmin.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author