Jakarta, Technology-Indonesia.com – Teknologi penerbangan dan antariksa bisa dimanfaatkan untuk pengawasan wilayah Indonesia yang luas serta menjaga teritorial dan sumber kekayaan alam.
Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Robertus Heru Triharjanto menjelaskan untuk mengawasi wilayah Indonesia yang luas jika menggunakan pesawat terbang atau kapal membutuhkan biaya yang tinggi dan menjadi tidak efisien.
“Alternatifnya adalah dengan teknologi antariksa dengan sensor yang baik, maka akan bisa lebih efisien melakukan pengawasan,” ujar Heru dalam Talkshow Penerbangan dan Antariksa yang merupakan rangkaian peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-28 pada Senin, 7 Agustus 2023.
Heru mengatakan untuk telekomunikasi saja kita harus menyeberang laut untuk mengirimkan internet melalui kabel bawah laut. Untuk teknologi, kita tidak cukup bergantung pada satu hal tersebut, harus ada alternatif lain seperti penggunan satelit. Begitu juga untuk berpindah antar pulau, kita butuh moda transportasi yang efisien seperti pesawat.
“Sudah saatnya kita masuk ke integrasi vertikal. Jika dulu hanya menjadi operator, sudah saatnya kita mulai menjadi penyedia infrastruktur, lalu juga berkembang untuk menjadi manufaktur. Hal yang sama di bidang penerbangan dan aktariksa. Kita lama menjadi operator, sudah saatnya kita juga menjadi manufaktur,” jelas Heru.
Ia berpendapat untuk pengembangan teknologi, saat ini masih terlalu sedikit komunitas ilmiah dan pengembang teknologi. Jadi apabila ada industri yang membutuhkan teknologi, belum ada yang bisa memberikan.
“Inilah yang harus kita ciptakan, BRIN harus membangun komunitas yang besar dibantu dengan perguruan tinggi supaya critical massnya dapat sehingga ekosistemnya terbangun, sehingga kita punya kemandirian teknologi,” tukas Heru.
Dosen Teknik Dirgantara di Universitas Internasional Liaison Indonesia, Triwanto Simanjuntak yang juga merupakan diaspora Indonesia menyebut bahwa teknologi antariksa sangatlah esensial bagi Indonesia. Bukan hanya sebatas kebutuhan tapi juga untuk bertahan hidup ke depan.
“Jika berbicara terkait kondisi geopolitik, ketergantungan akan teknologi asing ini bukanlah sesuatu yang baik. Karena suplai teknologi bisa di hentikan kapan saja. Jika kita tidak bersiap-siap, ke depan kita akan sulit untuk bertahan,” ungkapnya.
Triwanto menyebut bahwa tujuan akhir engineering adalah produk. Untuk bisa mencapai ke sana dibutuhkan ilmu multidisiplin. Kecenderungan universitas saat ini lebih mengarah ke komputasi atau teoritis saja, alasannya sederhana, butuh biaya yang besar.
“Di negara-negara maju, teori sudah beriringan dengan aplikasi. Jadi tidak hanya mengembangkan algoritma semata, tapi juga membuat produk akhir. Namun, hal ini membutuhkan skillset selain dari ilmu kedirgantaraan itu sendiri,” tutur Triwanto.
“Sehingga tantangannya adalah bagaimana menciptakan SDM dengan kompetensi tadi, tidak hanya berhenti di teori saja, tetapi hingga menghasilkan produk akhir yang bisa diaplikasikan,” imbuhnya.
Untuk menyikapi kebutuhan Indonesia akan talenta-talenta riset dan Inovasi di masa depan tersebut, BRIN melalui direktorat Manajemen Talenta telah menyiapkan berbagai program.
“Dimulai dari tingkat yang paling mendasar, kami telah bekerja sama dengan Kemendikbudristek untuk melakukan scouting talenta-talenta muda di taraf SMP dan SMA dengan lomba-lomba karya tulis ilmiah,” ujar Raden Arthur, Direktur Manajemen Talenta BRIN.
Pada tahap selanjutnya, BRIN mendukung program MBKM Kemendikbudristek dengan memberikan kesempatan magang bagi mahasiswa di berbagai lab riset milik BRIN.
Arthur melanjutkan apabila setelah selesai magang selama 6 bulan, memasuki tahap pengerjaan tugas akhir, mahasiswa masih bisa masuk kembali ke BRIN sebagai asisten riset yaitu membantu periset BRIN melakukan penelitian.
Setelah selesai S1, BRIN masih memberikan kesempatan bagi talenta-talenta riset tersebut untuk melanjutkan ke jenjang S2 dan S3 melalui program Degree By Research atau memperoleh gelar melalui aktivitas riset. Program ini sendiri dikerjasamakan dengan berbagai perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri.
“Setelah selesai, kami berikan lagi program mobilitas periset, selesai gelar doktor ini hanyalah langkah awal, selanjutnya kami akan berikan program post doctor, visiting researcher, kami kirim ke luar, joint riset, kita juga menggandeng diaspora Indonesia,” jelasnya.
“Grand desain inilah yang kami siapkan. Secara nasional, memang direncakan tahun 2023 ini dengan program mt nasional. Kepres Presiden 2021 sudah keluar untuk membentuk Pokja Riset Nasional dengan BRIN sebagai koordinator, sebagai perbandingn untuk talenta olahraga di Kemenpora, talenta budaya di Kemendikbudristek,” jelas Arthur lebih lanjut.
Terkait bidang penerbangan dan antariksa Arthur menyebut bahwa bidang tersebut adalah bidang yang dibutuhkan Indonesia. Untuk itu sangat perlu untuk mencetak talenta-talenta muda yang memang fokus di bidang tersebut. Ada tiga faktor untuk membangun ekosistem riset yang baik, yang pertama SDM itu sendiri, pendanaan, dan infrastruktur, BRIN hadir untuk mendukung tiga hal tersebut.
“Jadi nantinya jika sudah selesai S2 dan S3, dilanjutkan dengan reentry program, masuk kembali dan kita dukung dengan berbagai infrastruktur yang kita punya seperti di Timau dan Biak supaya mereka bisa terus berekperimen di bidang penerbangan dan antariksa yang memang dibutuhkan oleh bangsa,” tutup Arthur. (Sumber brin.go.id)