Perlu Resource Sharing antar K/L dalam Percepatan KSP

alt
Kepala BIG, Hasanuddin Zainal Abidin saat konferensi pers seusai Rakortek IGT Tahap III
 
Di penghujung tahun 2016, Badan Informasi Geospasial (BIG) kembali menggelar Rapat Koordinasi Teknis Informasi Geospasial Tematik (Rakortek IGT) Tahap III, untuk melakukan evaluasi capaian pelaksanaan Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) yang melibatkan 19 Kementerian/Lembaga (K/L). 
 
KSP pada skala 1:50.000, menargetkan rencana aksi kompilasi, integrasi, dan sinkronisasi 85 peta tematik pada masing-masing wilayah prioritas yaitu Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Papua, Maluku, Jawa dan Bali-Nusa Tenggara. Percepatan Pelaksanaan KSP mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data dan satu geoportal. Sedangkan kurun waktu pelaksanaan dari tahun 2016 sampai tahun 2019
 
Hasil cukup menggembirakan, pada tahun ini BIG telah menyelesaikan 78 Peta Tematik di Kalimantan, dengan rincian 54 peta terintegrasi, 15 peta dalam perbaikan, 1 peta tidak akan dilakukan perbaikan (tidak valid datanya). Sedangkan 8 peta lainnya tidak tersedia.
 
Kepala BIG, Hasanuddin Zainal Abidin, mengungkapkan,”Kendalanya adalah Peta Rupa Bumi belum homogen dan masih terus diupdate. Ini harus disinkronkan dengan peta tematik yang berasal dari K/L terkait lainnya ,” jelasnya di sela-sela acara Rakortek IGT Tahap III di Crowne Plaza Hotel, yang bertema. “Peningkatan Sinergitas Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Implementasi Percepatan Kebijakan Satu Peta,”Rabu (21/12/2016)
 
Lebih lanjut Hasanuddin memaparkan, “Sinkronisasi sangat mendesak dilakukan untuk menghindari tumpang tindih kepentingan, konflik perijinan yang terjadi sekarang ini. Keterbatasan sumber daya manusia di bidang IG, anggaran yang belum terencana di tiap K/L. ditengarai menjadi faktor penghambat realisasi sinkronisasi ini. Kedepannya, diharapkan percepatan KSP dapat berjalan dengan lebih baik, dengan dukungan koordinasi dan kerjasama antar lembaga yang lebih baik, “harapnya.
 
Seiring sejalan dengan KSP, Pemetaan skala besar 1:5.000 juga  mendesak dilakukan. Ini sesuai dengan kebijakan Nawacita Jokowi, yaitu pembangunan berbasis desa dan daerah pinggiran. Hasanuddin mengungkapkan. “Ketika kami hitung, pemetaan skala besar 1:5.000 yang meliputi daratan nonhutan seluas 40 persen area Indonesia mencapai Rp 37 trilyun.”
 
Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Mulyanto Darmawan menambahkan, “Penyelesaian program percepatan KSP dan pemetaan skala besar, diperlukan 60 perusahaan informasi geospasial, tetapi kini hanya tersedia sekitar 20 perusahaan saja. Selain itu tenaga kerja level menengah juga diperlukan dalam jumlah besar. “
 
Percepatan pemetaan skala besar dapat saja melibatkan perusahaan dan tenaga kerja asing, namun kedaulatan geospasial menjadi taruhannya. Dikhawatirkan, informasi geopolitik, geoekonomi, geososial jatuh ke tangan pihak asing.
 
Untuk itu dibawah koordinasi BPN Bappenas, BIG bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk  “resource sharing” dalam menggabungkan data geospasial dan data statistik mengenai demografi penduduk, kesehatan, sosial ekonomi menjadi data citra satelit yang lebih informatif.
 
Hal yang sama juga terus dilakukan dengan K/L terkait, misalnya dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai Peta Tutupan Lahan, Peta Sistem Lahan, dan Peta Morfometri Bentang Lahan; dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai Peta Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil.
 
 
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author