TechnologyIndonesia.id – Dua spesies anggrek baru dari Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat yaitu Dendrobium siculiforme dan Bulbophyllum ewamiyiuu resmi dideskripsikan sebagai anggota baru dalam keluarga Orchidaceae. Pengungkapan ini memperkaya khazanah keanekaragaman anggrek Indonesia sekaligus menegaskan pentingnya kawasan Papua sebagai gudang sumber daya genetik dunia.
Pengungkapan ini berawal dari kegiatan inventarisasi tumbuhan dan pemanfaatannya di Pulau Batanta, Kepulauan Raja Ampat, yang dilakukan pada 2022 oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Papua Barat bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam survei tersebut, tim berhasil mengoleksi berbagai jenis anggrek alam serta mencatat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat lokal. Beberapa tahun kemudian, sejumlah koleksi anggrek hasil survei berbunga sehingga memungkinkan dilakukan pengamatan morfologi lebih mendalam.
Hasil kajian menunjukkan dua spesies yang belum pernah teridentifikasi sebelumnya, yaitu Dendrobium siculiforme Saputra, Schuit., & Metusala dan Bulbophyllum ewamiyiuu Saputra, Schuit., & Metusala, yang kemudian dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Telopea pada Agustus 2025.
Publikasi ini merupakan hasil kerja sama tim riset antara Reza Saputra (Kementerian Kehutanan), Destario Metusala (BRIN), Andre Schuiteman (Kew Botanic Gardens, Inggris), Yuanito Eliazar (Indonesian Society of Botanical Artists), serta Ashley Field, Katharina Nargar, dan Darren Crayn (Australian Tropical Herbarium, James Cook University).
Anggrek Epifit
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Destario Metusala mengungkapkan bahwa kedua spesies baru ini merupakan anggrek epifit yang tumbuh menempel secara alami di batang pepohonan.
“Dendrobium siculiforme memiliki batang tegak setinggi 15–50 cm dengan daun tersusun berseling. Bunganya muncul dari bagian atas batang dengan jumlah sekitar enam kuntum. Saat mekar sempurna, diameter bunganya mencapai 7 cm dengan warna krem kekuningan berpola guratan cokelat keunguan,” ungkap Destario melalui siaran pers pada Selasa (14/10/2025).
Ia menambahkan, tim riset menggunakan nama “siculiforme” dari bahasa Latin yang artinya berbentuk seperti belati, merujuk pada bentuk cuping tengah bibir bunganya yang menyerupai senjata tersebut. Spesies ini mirip dengan Dendrobium magistratus, tetapi berbeda pada karakter perbungaan serta bentuk sepal dan bibir bunganya.
Sementara itu, Bulbophyllum ewamiyiuu berukuran lebih kecil, hanya sekitar 8–12 cm dengan satu helai daun di setiap pseudobulb. “Bunganya memang kecil, hanya sekitar 5–6 mm, tetapi warnanya sangat menarik. Sepal dan petalnya berwarna dasar kuning dengan semburat merah marun yang kontras,” jelas Destario.
Ia menuturkan, nama “ewamiyiuu” dipilih oleh tim riset dari bahasa Batta yang digunakan oleh masyarakat Suku Batanta, yang berarti ‘bergaris’. Nama ini mengacu pada garis-garis kecokelatan yang tampak di antara alur pada bagian pseudobulb-nya. Spesies ini memiliki kemiripan dengan Bulbophyllum graciliscapum, namun berbeda pada bentuk pseudobulb, sepal, dan ornamentasi bibir bunganya.
Risiko Pengambilan Liar
Berdasarkan data distribusi yang ada, kedua spesies ini diduga merupakan spesies endemik Kepulauan Raja Ampat dengan sebaran alami yang terbatas. Dengan data yang masih minim, tim riset mengusulkan Dendrobium siculiforme berstatus Kritis (Critically Endangered), sementara Bulbophyllum ewamiyiuu masuk kategori Kekurangan Data (Data Deficient) menurut kriteria IUCN Red List.
Destario menjelaskan, penemuan ini menegaskan pentingnya hutan-hutan di pedalaman Papua sebagai gudang sumber daya genetik yang belum banyak terungkap. “Potensi temuan spesies baru dari Papua sangat besar, tidak hanya dari kelompok anggrek, tetapi juga dari kelompok tumbuhan lainnya,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, potensi kerusakan hutan di Kepulauan Raja Ampat menjadi ancaman serius bagi kelestarian habitat alaminya. Karena itu, penelitian keanekaragaman hayati perlu terus dipercepat sebagai riset hulu yang menjadi dasar upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan.
Selain itu, Destario juga mengingatkan adanya risiko pengambilan liar di alam akibat tingginya permintaan pasar. “Kemunculan spesies baru biasanya memicu antusiasme para penghobi untuk memilikinya. Bahkan, Bulbophyllum ewamiyiuu sudah mulai diperdagangkan hingga ke Pulau Jawa,” tambahnya.
Destario menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak, termasuk komunitas penghobi anggrek, dalam menjaga kelestarian kedua spesies ini. “Upaya konservasi harus dilakukan bersama agar keindahan anggrek-anggrek ini tidak hilang dari belantara Papua,” pungkasnya.
Pesona Anggrek Baru dari Raja Ampat: Dendrobium siculiforme dan Bulbophyllum ewamiyiuu
