Membangun retarding basin atau kolam tandu di bagian tengah hingga hulu di ke-13 sungai yang mengaliri Jakarta merupakan solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi banjir Jakarta.
Menurut ahli ekohidroulik sungai Universitas Gadjahmada Dipl. Ing Agus Maryono, pembangunan kolam tandu tidak membutuhkan biaya yang besar karena biaya hanya dibutuhkan untuk pembebasan lahan dan pengerukan.
Lahan untuk kolam tandu pun tidak terlalu sulit diperoleh mengingat daerah tengah dan hulu sungai relatif belum terlalu padat. Sementara konstruksi kolam tandu juga sangat sederhana, hanya perlu dikeruk tanpa pengerasan dengan semen agar air dapat mengalir ke dalam tanah.
Agus yang juga fasilitator masyarakat persungaian Yogyakarta mengatakan, di sepanjang 13 sungai yang mengaliri Jakarta, mulai dari Depok hingga Bogor perlu dibangun kolam tandu sebanyak mungkin.
“Jika dayatampung kolam-kolam tandu itu sebesar volume curah hujan maka Jakarta tak akan lagi banjir karena air ditahan di kolam tandu. Ini juga merupakan cara untuk memanen air agar digunakan saat kemarau,” jelas Agus.
Menurut Direktur Magister Sistem Teknik Fakultas Teknik UGM ini, negara-negara di Eropa sudah banyak yang menerapkan sistem kolam tandu sebagai solusi untuk mengatasi banjir. “Ide mengatasi banjir yang kini berkembang adalah memaksimalkan air hujan masuk ke dalam tanah dan meminimalkan air hujan sebagai air permukaan,” tambahnya.
Selain membangun kolam tandu, menurutnya, Pemda DKI Jakarta perlu membangun pulau di tengah laut untuk menampung tanah bekas kerukan sungai. “Sungai-sungai perlu senantiasa dikeruk untuk menjaga agar kemampuan mengalirkan air hujan tetap optimal,” katanya.
Satu lagi cara menjaga kemampuan sungai mengalirkan air hujan tetap optimal adalah membangun jembatan dengan desain melengkung. Tujuannya agar sampah tidak tersangkut sehingga aliran air tetap lancar dan tidak meluap.