7 Cagar Biosfer di Indonesia Lakukan Finalisasi Tinjauan Berkala

TechnologyIndonesia.id – Indonesia memiliki 20 cagar biosfer yang dikukuhkan oleh Man and Biosphere (MAB) UNESCO. Pada tahun ini terdapat tujuh cagar biosfer yang harus melaporkan tinjauan berkala 10 tahun. Ketujuh cagar biosfer tersebut antara lain Leuser, Siberut, Bromo Tengger-Semeru-Arjuno, Tanjung Putting, Takabonerate, Lore Lindu, dan Komodo.

Deputi Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mego Pinandito mengatakan bahwa dalam program ini BRIN berupaya untuk melihat bagaimana sebetulnya fungsi yang ada di cagar biosfer dalam mempertahankan kelestarian lingkungan.

Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan lahan-lahan baru untuk pemukiman, membutuhkan lahan-lahan baru untuk membangun jalan, jembatan. Program-program dan proyek-proyek nasional yang cukup besar, dan ini membutuhkan satu tatanan yang luar biasa.

“Nah konsep inilah yang kemudian bersama-sama antara bagaimana upaya kita agar pembangunan bisa berjalan dengan baik. Kemudian kelestarian hutan dan penjagaan cagar biosphere itu menjadi sesuatu yang sinergi,” terang Mego saat membuka kegiatan Finalisasi Dokumen Tinjauan Berkala (Periodic Review) Tahun 2024 Tujuh Cagar Biosfer Indonesia di Jakarta pada Rabu (18/9/2024).

Menurutnya, kegiatan ini adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa pengelolaan cagar biosfer di Indonesia dapat berjalan sesuai standar internasional.

“BRIN akan siap bersedia membantu, memberikan solusi-solusi, mungkin juga dengan bagaimana kita bisa mencari berbagai terobosan yang terkait dengan vegetasinya, dengan masalah pengelolaan tanahnya, dan sebagainya,” jelas Mego.

“Hal yang penting juga adalah bagaimana kita bisa membantu masyarakat di sekitarnya untuk bisa mendapatkan tambahan ataupun memberdayakan masyarakat, terlebih lagi dikaitkan dengan keberadaan dari sebuah cagar biosfer ini,” imbuhnya.

Maman Turjaman Peneliti BRIN sebagai Ketua Komite Nasional MAB Indonesia menyatakan, tinjauan berkala ini, akan mengevaluasi berbagai aspek pengelolaan cagar biosfer, termasuk perlindungan sumber daya alam.

Tata kelola ekosistem, pembangunan ekonomi berkelanjutan, serta pelibatan masyarakat lokal, dan membantu program mitigasi perubahan iklim. Sejalan dengan kebijakan pemerintah dan agenda global, seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan Perjanjian Paris.

Pertemuan ini bertujuan untuk membahas finansial tinjauan berkala bagi 7 cagar Biosfer tersebut. Tinjauan ini juga penting untuk memastikan pengelolaan cagar biosfer tetap sesuai standar UNESCO, dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.

“Sebagai bagian dari program MAB UNESCO kita bersama-sama bertanggung jawab menjaga relevansi konsep cagar biosfer, dalam menghadapi tantangan global,” lanjutnya.

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah memaparkan, KNIU bertugas menjalankan fungsi sebagai penghubung antara Pemerintah Indonesia dengan UNESCO maupun membawa berita dari UNESCO ke Indonesia.

Selain itu juga memiliki peran untuk memastikan tujuan dari pemerintah Indonesia di dunia internasional, dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan khususnya pada partisipasi Indonesia di UNESCO.

“Tentunya harapan kita semua melalui kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kegiatan UNESCO, kita akan mampu memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi-diplomasi internasional. Kami sampaikan bahwa Indonesia telah mengajukan permohonan agar beberapa kawasan diakui sebagai cagar biosfer oleh UNESCO,” urainya.

Dia melanjutkan, setelah pengajuan tersebut disetujui, UNESCO kemudian memasukkan kawasan-kawasan ini ke dalam daftar cagar biosfer melalui program Man and the Biosphere atau MAB ini.

Sebagai bagian dari komitmen ini, UNESCO memiliki hak dan menerima laporan berkala dari semua negara yang memiliki cagar biosfer dalam bagian program MAB tersebut.

“Kami sangat berharap agar cagar biosfer Indonesia dapat menjadi sarana melaksanakan komitmen bangsa Indonesia. Dalam melaksanakan program UNESCO terkait dengan lingkungan hidup, keanekaragaman hayat, dan perubahan iklim,” ungkapnya.

Dalam berbagai pertemuan, lanjut Itje, hal ini selalu didengungkan terkait dengan perubahan iklim yang mengakibatkan kerentanan kehidupan sosial di atas bumi. Tentunya menjadi cagar biosfer yang mendorong keselarasan antara manusia dan alam untuk pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan manusia.

“Di samping itu juga sebagai penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi perubahan sesuai dengan tujuan program UNESCO. Kami berharap laporan periodik review 7 cagar biosfer dapat selesai dengan baik, sehingga laporan tersebut dapat kami kirimkan dan diteruskan kepada UNESCO tepat waktu,” harapnya.

Itje menyatakan, Indonesia berkomitmen untuk memastikan bahwa laporan tersebut mencerminkan capaian dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan cagar biosfer, sehingga dapat terus meningkatkan kontribusi Indonesia dalam inisiatif global.

“Tentunya ini semua adalah upaya kita bersama meningkatkan martabat bangsa Indonesia di forum internasional,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author