Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kanker payudara merupakan satu dari sepuluh besar penyakit yang mematikan di dunia. Beberapa terapi kanker payudara yang dikembangkan memiliki beberapa efek samping yang cukup berbahaya. Peneliti Pusat Riset Bioteknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Peni Ahmadi, Ph.D. mencoba melakukan penelitian untuk menemukan senyawa antikanker payudara yang diisolasi dari biota laut tanpa menyebabkan efek samping.
Proposal riset Peni berjudul ‘Potent Drug-lead from Indonesian Marine Invertebrates to Suppress Breast Cancer“ berhasil meraih penghargaan L’Oreal-UNESCO for Women in Science National Fellowship Award 2021 kategori life science. Melalui proposal ini, Peni meneliti senyawa bioaktif dari invertebrata laut Indonesia yang berpotensi sebagai obat ampuh penyembuh kanker payudara.
“Melalui sains saya ingin berkontribusi untuk menyelamatkan kehidupan perempuan dari kanker payudara dengan memanfaatkan biota laut Indonesia yang sangat beraneka ragam,” kata Peni saat acara penyerahan penghargaan L’Oreal-UNESCO for Women in Science 2021 yang digelar secara virtual pada Rabu (10/11/2021).
Melalui slogan “Dunia Membutuhkan Sains dan Sains Membutuhkan Perempuan”, L’Oreal Foundation Indonesia bersama UNESCO menggelar program “For Women in Science” tahun 2021 yang diluncurkan di seluruh dunia sebagai bentuk dukungan untuk kepada para ilmuwan perempuan yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan. Selain Peni, peneliti BRIN yang menerima penghargaan ini adalah Fransiska Sri Herwahyu Krismatuti dari Peneliti Pusat Riset Kimia dan Febty Febriani dari Pusat Riset Fisika untuk kategori Non-Life Sciences.
Lebih lanjut Peni memaparkan bahwa kanker merupakan satu dari 10 besar penyakit yang mematikan di dunia. Pada 2018, World Health Organization (WHO) melaporkan adanya 17 juta kasus kanker baru di dunia. Urutan pertama diduduki Asia Timur dengan jumlah penderita kanker sebanyak 5,5 juta, sedangkan di Asia Tenggara jumlah penderita kanker baru mencapai 1 juta pasien.
Ada tiga besar penyakit kanker yang mendominasi Indonesia yaitu kanker payudara, kanker paru-paru, dan kanker usus. Pada 2002, kanker payudara menduduki peringkat pertama di Indonesia hingga mencapai hampir 25.000 kasus. Pada 2012, jumlah penderita kanker payudara di Indonesia meningkat tajam sebanyak 2 kali lipat dibanding satu dekade sebelumnya, yakni hampir 50.000 kasus.
“Dengan demikian dapat diprediksi pada 2022 jumlah penderita kanker payudara diperkirakan akan terus meningkat hingga mendekati 100.000 kasus. Karena itu, perempuan masih rentan untuk terpapar kanker payudara,” tuturnya.
Indonesia, terang Peni, merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang setelah Kanada dan Norwegia. Indonesia juga memiliki kekayaan laut luar biasa yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber senyawa bioaktif sebagai antikanker.
Menurut Peni, senyawa bahan alam laut yang sudah dilaporkan sebanyak 34.000 senyawa bioaktif yang diisolasi dari bahan alam laut. Namun demikian, jumlah tersebut hanya menunjukkan sekitar 3% saja dari total biota laut yang ada di dunia.
“Laut masih menyimpan kekayaan luar biasa yang belum dianalisis. Laut memiliki biota laut terutama terutama invertebrata laut yang dapat dimanfaatkan sebagai senyawa bioaktif sebagai anti infeksi dan anti kanker khususnya kanker payudara,” imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut Peni mengungkapkan permasalahan kanker yang ada saat ini. Sebenarnya sudah ada para peneliti yang mengembangkan metode atau terapi untuk mengatasi kanker khususnya kanker payudara. “Namun dari terapi yang sudah dikembangkan ada beberapa efek samping yang cukup berbahaya atau bahkan lebih berbahaya dari kanker itu sendiri seperti pembekuan darah yang dapat menyebabkan kematian pasien,” ungkapnya.
Hipotesis dari penelitian yang dilakukan Peni adalah menemukan bahan senyawa alam yang dapat digunakan atau bermanfaat pada dunia farmasi yang dapat membantu menyembuhkan kanker payudara tanpa menyebabkan efek samping. Tujuan penelitiannya untuk menemukan senyawa antikanker yang unik dan ampuh khususnya untuk antikanker payudara yang diisolasi dari biota laut di pesisir Indonesia.
Metode penelitian yang perlu dilakukan adalah mengoleksi biota laut yang ada di Indonesia dan mengektrak atau mengisolasi senyawa bahan aktif. Selanjutnya, menentukan struktur dari senyawa aktif tersebut. Serta, melakukan uji kanker yang lebih spesifik dan membuat komplek yang akan dilakukan pada targeted terapi.
Sebelumnya Peni telah melakukan riset pendahuluan dengan memilih tujuh sampel spesies dan biota laut yang dipilih secara random, kemudian diekstrak dan diuji aktivitasnya sebagai antikanker. Ketujuh sample tersebut menujukkan potensi sebagai anti kanker. Bahkan dua dari ekstrak biota laut memiliki aktivitas yang lebih tinggi dari kontrol positif berupa senyawa dari obat kanker yang ada di pasaran.
“Ekstrak ini sangat berpotensi, selanjutnya perlu mengisolasi senyawa yang bertanggung jawab sebagai antikanker. Setelah nanti berhasil mengisolasi, kita akan kompleks dengan sistem yang telah didesain dan selanjutnya akan dilakukan untuk targeted terapi. Kita hanya mentarget atau menyasar kanker sel tanpa harus melukai atau merusak sel-sel sehat yang ada di sekitar kanker sel,” terangnya.
Peni berharap metode ini lebih aman dan efektif dan spesifik sehingga penelitian ini suatu hari nanti dapat membantu menyembuhkan kanker payudara tanpa memberikan efek samping yang berbahaya bagi pasien. “Penelitian ini diharapkan dapat menyelamatkan perempuan Indonesia dari kanker payudara,” kata Peni optimis.
Kepala Pusat Riset Bioteknologi BRIN, Ratih Asmana Ningrum dalam keterangan tertulis menyatakan kebanggaannya pada pencapaian Peni. Kegiatan yang diusulkan merupakan salah satu upaya pemanfaatan megabiodiversitas Indonesia dalam pencarian bahan baku obat.
“Penghargaan yang diperoleh tentu akan sangat membantu operasional kegiatan penelitian tersebut, sekaligus menjadi motivasi untuk mencapai hasil kegiatan sebaik-baiknya. Diharapkan pula akan menjadi titik awal bagi sivitas yang bersangkutan untuk berprestasi lebih tinggi di masa yang akan datang dan menjadi penyemangat bagi para perempuan peneliti lainnya di pusat riset bioteknologi,” pungkasnya.