Ada Cacing Bahayakan Ternak, Peneliti BRIN Kembangkan Bioantelmintik Berbasis Tanaman

TechnologyIndonesia.id – Kabupaten Gunungkidul merupakan produsen hewan ternak ruminansia terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sayangnya, banyak peternak tidak menyadari adanya penyakit terselubung yang menghantui dan sewaktu-waktu dapat membahayakan atau bahkan membunuh ternak-ternak mereka. 

Penyakit terselubung tersebut adalah penyakit yang disebabkan adanya cacing Haemonchus contortus yang hidup di lambung domba. Menurut Awistaros Angger Sakti, Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Peternakan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, cacing ini menyerap darah ternak sehingga nutrien pakan yang seharusnya beredar ke seluruh tubuh tanpa disadari akan berkurang.

“Ini yang sedang difokuskan oleh kelompok riset kami, bagaimana menangani kasus cacingan atau penyakit terselubung pada jenis domba yang digembalakan atau diumbar,” ujar Angger, dikutip dari laman brin.go.id pada Rabu (31/1/2024).

Kandidat Doktor Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menuturkan bahwa salah satu tujuan risetnya adalah untuk memutus rantai penyebaran cacing Haemonchus contortus. Menurut Angger, domba yang diternak dengan cara diumbar rentan tertular karena memakan rumput yang tertempel telur cacing ini.

“Siklus hidup cacing ini dalam bentuk telur dan larva, bisa bertahan hingga tiga minggu, menempel pada rumput, terbawa oleh air hujan atau irigasi dan menyebar ke daerah lain yang tadinya bersih jadi terkontaminasi,” terangnya.

Menurut Angger, telah ditemukan di Indonesia dan dunia adanya resistensi parasit terhadap obat cacing sintetis. Hal ini menarik karena pemberian obat cacing sudah menjadi bagian dari SOP di peternakan intensif. Namun bila obat cacing tadi sudah tidak manjur lagi maka harus mencari solusi lainnya. 

“Salah satu solusi yang sudah dan sedang kami lakukan riset sejak tahun 2018 adalah dengan eksplorasi senyawa bioaktif vegetasi darat dan laut sebagai bioantelmintik,” ungkap Angger.

Peternak umumnya memberikan obat cacing secara konvensional untuk mengatasi penyakit cacing. Akan tetapi, pemberian dosis obat yang tidak sesuai justru berakibat pada resistensi cacing terhadap obat yang diberikan. 

“Permasalahannya adalah masyarakat kita jarang menimbang berat badan domba terlebih dahulu sebelum memberikan obat cacing. Jadi dosis obat yang diberikan hanya perkiraan saja atau ala kadarnya, sehingga berpotensi terjadinya ketidaksesuaian dosis, yang memungkinkan cacing akan semakin kebal,” terangnya. 

Faktor kedua, rata-rata obat sintetis hanya mengandung satu atau dua senyawa aktif sintetis, sedangkan parasit atau cacing mampu mengelola metabolisme supaya bertahan terhadap senyawa-senyawa tersebut.

“Bioantelmintik berbasis tanaman atau makroalga memiliki beberapa senyawa bioaktif yang bekerja secara bersama-sama. Oleh karenanya parasit tidak memiliki kesempatan untuk bertahan terhadap senyawa tertentu saja,” paparnya.

Angger mengatakan pihaknya bersama tim telah melakukan riset untuk mengantisipasi terjadinya resistensi yaitu menggunakan bioantelmintik.

“Bioantelmintik yang kami kembangkan memanfaatkan senyawa bioaktif dari tumbuhan dan non-tumbuhan yang memiliki aktivitas antelmintik. Salah satunya misal dari tanaman leguminosa seperti gamal, daun bunga sepatu, mimba, daun kersen, serta daun mengkudu,” jelas Angger.

Pada tahun 2016-2018, ia telah meriset dedaunan lokal tersebut dan hasilnya ternyata memiliki efek terhadap antelmintik parasit domba maupun kambing. Menurutnya pemberian praktis 10% segar dedaunan tersebut dari total hijauan pakan yang diberikan mampu membantu memutus siklus parasit di lambung dan usus. 

“Fungsinya adalah membunuh cacing dewasa di saluran pencernaan, dan menghambat penetasan telur. Ke depan juga akan dikembangkan pemanfaatan senyawa bioaktif tersebut untuk menghambat penetasan telur lalat dan parasit untuk disemprotkan ke kandang,” jelasnya. 

Kelompok risetnya juga mengembangkan makroalga sebagai kandidat bioantelmintik. Sejak tahun 2022 hingga sekarang telah mengidentifikasi beberapa makroalga tropis di Pantai Sepanjang, salah satu pantai di Kabupaten Gunungkidul.

Secara umum sudah banyak makroalga yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan dan kosmetik atau non-pakan. Namun, ada beberapa jenis makroalga invasif yang belum dimanfaatkan. Pertumbuhannya yang pesat menyebabkan ekosistem pariwisata terganggu. 

“Kita coba lakukan identifikasi terdapat dua belas spesies dan tiga di antaranya teridentifikasi sebagai kandidat bioantelmintik dari golongan rumput laut merah, cokelat, dan hijau,” ujarnya.

Menurutnya, dari ketiga jenis makroalga tersebut, rumput laut merah paling efektif menurunkan motilitas cacing dewasa dan menghambat penetasan telurnya.

“Untuk makroalga hijau kita telah patenkan sebagai biontelmintik dalam bentuk cair dan tepung, sedangkan untuk makroalga merah masih dalam tahap riset sehingga kita belum bisa berikan saran berapa dosis yang dapat diberikan ke ternak,” terang Angger.

Terakhir, ia menyampaikan beberapa hasil riset lain di Kelompok Riset Teknologi Aditif Pakan dan Suplemen telah banyak menghasilkan beberapa produk imbuhan pakan atau suplemen.

Diantaranya imbuhan pakan penambah cita rasa yang berfungsi sebagai penambah cita rasa pakan untuk ternak ruminansia, mineral organik untuk ternak ruminansia, serta beberapa imbuhan pakan antikoksidia dan pullorum tuntuk ernak unggas. 

Hasil-hasil riset telah banyak dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional dan hak kekayaan intelektual dalam bentuk paten. Selain itu, sebagian telah berhasil dilisensikan untuk UKM dan industri.

Ia optimis kelompok risetnya siap berkolaborasi dengan industri, UMKM, dan kelompok masyarakat peternak terkait riset dan lisensi pemanfaatan hasil riset, agar lebih dirasakan manfaatnya bagi masyarakat, khususnya masyarakat tani ternak di Indonesia. (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author