TechnologyIndonesia.id – Ketahanan pangan nasional tengah menghadapi tantangan besar akibat perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, serta dinamika penggunaan lahan yang semakin kompleks. Dalam situasi ini, informasi geospasial menjadi sangat penting sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menjaga ketersediaan, akses, dan kualitas pangan.
GeoMIMO (Geoinformatika Multi Input Multi Output) hadir sebagai platform yang mengintegrasikan berbagai sumber data geospasial, mulai dari citra satelit, sensor lapangan, data statistik, drone, hingga crowdsourcing untuk menghasilkan berbagai keluaran analisis yang mendukung perencanaan dan pengambilan kebijakan di sektor pangan.
Kepala Pusat Riset Geoinformatika (PRGI) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Rokhis Khomarudin, menjelaskan mengapa peran informasi geospasial sangat krusial dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan nasional.
“Informasi geospasial memberikan gambaran spasial dan temporal tentang kondisi lahan, cuaca, ketersediaan air, status pertumbuhan tanaman, potensi gangguan tanaman, serta distribusi produksi pangan,” jelas Rokhis dalam Webinar “GeoMIMO: Menjawab Kebutuhan Informasi untuk Ketahanan Pangan”, Selasa (7/10/2025).
Rokhis menambahkan, perubahan iklim menyebabkan pergeseran musim tanam dan peningkatan frekuensi banjir dan kekeringan. Serta, adanya dinamika alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri atau perumahan.
Karena itulah, informasi geospasial menjadi sangat krusial untuk mengidentifikasi wilayah rawan krisis pangan, mengoptimalkan tata ruang dan pemetaan lahan pertanian potensial, memprediksi produktivitas dan ketersediaan pangan, serta mendukung sistem peringatan dini terhadap hama, penyakit, dan bencana yang berdampak pada produksi pangan.
“GeoMIMO hadir sebagai platform integratif yang menggabungkan berbagai sumber data seperti citra satelit, sensor, dan data lapangan untuk menghasilkan analisis dan rekomendasi yang dapat langsung digunakan,” ujarnya.
Rokhis menjelaskan perbedaan GeoMIMO dengan sistem lain, yakni, GeoMIMO tidak hanya mengandalkan satu sumber data, tetapi memadukan big data lintas sektor (multi input). Hasilnya, bukan hanya peta, melainkan juga indikator kebijakan, simulasi skenario, dashboard interaktif, dan rekomendasi aksi nyata (multi output).
“Platform ini diarahkan untuk kebutuhan semua level, dari pemerintah pusat hingga petani, dengan basis data real-time yang memungkinkan respons cepat,” terang Rokhis.
Melalui integrasi data dari berbagai sumber, GeoMIMO mampu menghasilkan output yang langsung bisa digunakan untuk kebijakan dan tindakan di lapangan, seperti peta prioritas intervensi pangan, rekomendasi penanaman komoditas, dan analisis risiko produksi pangan.
GeoMIMO tidak hanya bermanfaat bagi pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, petani, pelaku usaha pangan, dan masyarakat luas.
“Pemerintah pusat mendapatkan perencanaan pangan nasional yang lebih akurat; pemerintah daerah dapat membuat keputusan berbasis data lokal; petani memperoleh rekomendasi budi daya dan penanganan gangguan tanaman; pelaku usaha meningkatkan efisiensi rantai pasok; dan masyarakat luas mendapatkan jaminan ketersediaan pangan yang lebih stabil dan harga terkendali,” jelas Rokhis.
Keberhasilan GeoMIMO sebagai sistem informasi pangan yang tangguh dan berkelanjutan sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, lembaga riset, sektor swasta, komunitas petani, NGO, serta penyedia data.
Kolaborasi lintas sektor mencakup penyediaan regulasi dan data resmi dari pemerintah, inovasi teknologi dari lembaga riset, teknologi dan rantai pasok dari sektor swasta, hingga validasi dan penerapan di lapangan oleh komunitas petani.
“Dengan sinergi ini, GeoMIMO dapat berkembang menjadi sistem informasi pangan nasional yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan,” pungkas Rokhis.
GeoMIMO Integrasikan Data Geospasial untuk Dukung Kebijakan Pangan
