Pelatihan dalam pengolahan dan diversifikasi produk olahan ikan melalui Program CaRED UGM (Foto Humas UGM)
Technology-indonesia.com – Puluhan wanita di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) beberapa tahun terakhir fokus menggeluti usaha pengolahan ikan menjadi beragam makanan seperti abon, ikan krispi, dan amplang. Ada sekitar 30 ibu rumah tangga yang tergabung dalam empat kelompok unit pengolahan ikan di tiga kecamatan yaitu Insana Utara, Biboki Anleu, dan Biboki Monleu.
Mereka berdikari berkat program pemberdayaan perempuan melalui pengembangan produk perikanan berkelanjutan di Daerah perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kegiatan ini dirintis sejumlah dosen Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak 2015 dibawah program Community Resilience and Economic Development (CaRED) UGM.
Ketua Program CaRED TTU, Dr. Siti Ari Budhiyanti mengatakan Kabupaten TTU merupakan salah satu kabupaten yang memiliki kawasan pesisir dan beberapa desa pantai serta berbatasan dengan Timor Leste. Daerah ini mempunyai potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Bahkan di musim-musim tertentu pasokan ikan sangat tinggi. Data produksi ikan di TTU tahun 2013 menunjukkan hasil tangkapan mencapai 708,69 ton.
Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat. “Harga di pasaran rendah saat pasokan berlebih. Sehingga tidak sedikit ikan yang hanya dibiarkan begitu saja menjadi rusak tanpa pengolahan pasca panen,” jelasnya.
Kondisi ini mendorong Sita, sapaan akrab Siti Ari Budhiyanti, bersama Eko Setyobudi, Anes Dwi Jayanti, dan Wahdan Fitriya untuk memberikan pendampingan pada masyarakat lokal melakukan pengolahan ikan pasca panen. Selain untuk meningkatkan nilai ekonomi ikan, kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteran kaum perempuan setempat.
Sita memaparkan di TTU terdapat 121.198 wanita. Dari jumlah tersebut, 65.200 wanita berusia produktif dengan 52 persen lulusan Sekolah Dasar. Hal ini menjadi tantangan dan kesempatan untuk melakukan pemberdayaan berbasis pembangunan UMKM untuk meningkatkan partisipasi wanita dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Program pemberdayaan bertajuk ”Women Empowerment through Sustainable Fisheries Product Development in Border Area of East Nusa Tenggara-Indonesia and Timor Leste” ini berjalan mulai 2015 dan memperoleh pendanaan dari kerjasama antara UGM dengan pemerintah New Zealand.
Eko Setyobudi menambahkan pihaknya melakukan pendampingan dalam penanganan pasca panen dan pelatihan diversifikasi produk olahan ikan. Selain itu juga mendorong pembentukan dan penguatan kelembagaan ekonomi mikro dan pendampingan promosi serta pemasaran. “Berbagai hasil diversifikasi produk olahan ikan tersebut berhasil dipasarkan tidak hanya di pasar lokal, tetapi hingga Timor Leste,”jelasnya.
Program yang telah berjalan lebih dari 1,5 tahun ini tidak hanya mampu menggerakkan perempuan. Namun terbukti mampu meningkatkan pendapatan dalam keluarga dan menurunkan angka pengangguran. “Dengan mengolah ikan menjadi beraneka produk olahan bisa meningkatkan nilai ekonomi hingga dua kali lipat,” jelasnya
Ketua kelompok unit pengolahan ikan “Mutiara”, Veronica Ena Murti Andani mengaku sangat terbantu dengan adanya program CaRED UGM. Sebelum ada pendampingan, kelompoknya menjalankan usaha pembuatan abon ikan, namun hasilnya hanya bisa bertahan 1 minggu.
Setelah masuk program CaRED, mereka mendapatkan berbagai pelatihan dalam pengolahan dan diversifikasi produk olahan ikan sehingga hasil produksinya lebih baik. Sekarang, abon olahan mereka bisa bertahan hingga 6 bulan.
Selain membuat abon ikan, Veronica dan 8 anggota kelompoknya mengolah ikan menjadi amplang, ikan kripsi, dan basreng ikan dengan bahan baku utama dari ikan cakalang, tuna, tengiri, dan teri.
Veronika menyampaikan hingga saat ini mereka terus memproduksi aneka olahan ikan. Hanya saja produk yang dihasilkan jumlah belum stabil tergantung ketersediaan pasokan dan harga ikan. “Saat ikan banyak dan murah kami bisa memproduksi sampai 90 pack produk olahan ikan. Namun, saat stok ikan sedikit kami biasanya produksi sekitar 30-35 pack dan berdasar pesanan saja,” paparnya.
Veronica berharap nantinya program ini bisa berjalan secara berkelanjutan. “Ke depan kami harapkan bisa dibuat semacam tempat penampungan hasil produksi olahan ikan sehingga produk yang kami buat lebih terjamin pemasarannya,”pungkasnya.